![]() |
Jamaah Tabligh. |
BentengSumbar.com --- Banyaknya aliran dan firqoh dalam Islam membuat ummat bingung untuk membedakannya. Bahkan, stigma negetif pada suatu firqoh dan aliran menyerempet kepada firqoh dan aliran lain yang secara kebetulan berpenampilan identik dengan firqoh dan aliran yang dipandang negetif tadi.
Misalnya saja Jamaah Tabligh yang melaksanakan Ijtma' atau pertemuan ummat Islam kawasan Sumatera Barat dan Jambi pada tanggal 6-8 September 2014, bertempat di Mesjid Raya Sumatera Barat. Sebagian pihak menyangka mereka adalah Wahabi, suatu aliran yang dianggap ekstrim dan mendapat stigma negetif oleh sebagian ummat Islam di Ranah Minang.
Misalnya saja Jamaah Tabligh yang melaksanakan Ijtma' atau pertemuan ummat Islam kawasan Sumatera Barat dan Jambi pada tanggal 6-8 September 2014, bertempat di Mesjid Raya Sumatera Barat. Sebagian pihak menyangka mereka adalah Wahabi, suatu aliran yang dianggap ekstrim dan mendapat stigma negetif oleh sebagian ummat Islam di Ranah Minang.
Jama'ah Tabligh
Padahal, Jamaah Tabligh secara pemahaman dan ajaran jauh berbeda dengan Wahabi. Jamaah Tabligh (Kelompok Penyampai) adalah gerakan transnasional dakwah Islam yang didirikan tahun 1926 oleh Muhammad Ilyas di India. Kelompok Penyampai ini bergerak mulai dari kalangan bawah, kemudian merangkul seluruh masyarakat muslim tanpa memandang tingkatan sosial dan ekonominya dalam mendekatkan diri kepada ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh nabi Muhammad.
Jamaah Tabligh adalah jamaah yang mengembalikan ajaran Islam berdasarkan Al'quran dan hadits. Nama Jamaah Tabligh merupakan sebutan bagi mereka yang sering menyampaikan, sebenarnya usaha ini tidak mempunyai nama tetapi cukup Islam saja tidak ada yang lain. Bahkan Muhammad Ilyas mengatakan seandainya aku harus memberikan nama pada usaha ini maka akan aku beri nama "gerakan iman".
Ilham untuk mengabdikan hidupnya total hanya untuk Islam terjadi ketika Maulana Ilyas melangsungkan Ibadah Haji kedua-nya di Hijaz pada tahun1926. Maulana Ilyas menyerukan slogannya, ‘Aye Musalmano! Musalman bano’ (dalam bahasa Urdu), yang artinya ‘Wahai umat muslim! Jadilah muslim yang kaffah (menunaikan semua rukun dan syari’ah seperti yang dicontohkan Rasulullah)’.
Tabligh resminya bukan merupakan kelompok atau ikatan, tapi gerakan muslim untuk menjadi muslim yang menjalankan agama secara sempurna, dan hanya satu-satunya gerakan Islam yang tidak memandang asal usul mahdzab atau aliran pengikutnya. Dalam waktu kurang dari dua dekade, Jamaah Tabligh berhasil berjalan di Asia Selatan.
Dengan dipimpin oleh Maulana Yusuf, putra Maulana Ilyas sebagai amir atau pimpinan yang kedua, gerakan ini mulai mengembangkan aktivitasnya pada tahun 1946, dan dalam waktu 20 tahun, penyebarannya telah mencapai Asia Barat Daya dan Asia Tenggara, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara. Sekali terbentuk dalam suatu negara, Jamaah Tabligh mulai membaur dengan masyarakat lokal. Meskipun negara barat pertama yang berhasil dijangkau Tabligh adalah Amerika Serikat, tapi fokus utama mereka adalah di Britania Raya, mengacu kepada populasi padat orang Asia Selatan disana yang tiba pada tahun 1960-an dan 1970-an.
Jamaah ini tidak menerima donasi dana dari manapun untuk menjalankan aktivitasnya. Biaya operasional Tabligh dibiayai sendiri oleh pengikutnya. Tahun 1978, Liga Muslim Dunia mensubsidi pembangunan Masjid Tabligh di Dewsbury, Inggris, yang kemudian menjadi markas besar Jama’ah Tabligh di Eropa. Pimpinan mereka disebut Amir atau Zamidaar atau Zumindaar.
Jamaah Tabligh berpusat di Markas International Tabligh di Nizzamudin, New Delhi, India. Kemudian setiap negara juga mempunyai markas pusat nasional, dari markas pusat dibagi markas-markas regional/daerah. Kemudian dibagi lagi menjadi ratusan markas kecil yang disebut Halaqah berbasiskan di mesjid-mesjid dan mushalla-mushalla. Kegiatan di Halaqah dapat dibagi atas kegiatan harian, minguan dan bulanan.
Kegiatan di Halaqah dapat dibagi atas kegiatan harian, minguan dan bulanan. Kegiatan ini bertujuan untuk meramaikan mesjid dan mengajak kembali ummat ini agar mencintai mesjid. Kegiatan harian antara lain adalah musyawarah harian, taklim harian, zikir pagi petang dan amalan silaturrahmi. Kegiatan mingguan dapat berupa joula atau mengunjungi sesama muslim dan berbincang tentang pentingnya iman dan amal, pentingnya berusaha atas iman dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.
Kegiatan bulanan dapat berupa khuruj selama tiga hari. Khuruj adalah meluangkan waktu untuk secara total berdakwah memeprbaiki diri sendiri dan mengajak orang lain agar berusaha atas iman, yang biasanya dilakukan dari masjid ke masjid dan dipimpin oleh seorang Amir. Selama khuruj ada 4 hal yang diperbanyak, yaitu dakwah Illallah, taklim wataklum, zikir dan ibadah, dan khidmad (melayani sesama muslim). Ada lagi 4 hal yang dikurangi, waktu tidur dan makan, keluar masjid dan boros. Tapi jika keluar mesjid atas seijin Amir Jamaah misalnya untuk para karyawan diperbolehkan tetap bekerja, dan langsung mengikuti kegiatan sepulang kerja, diperbolehkan.
Sewaktu khuruj, kegiatan diisi dengan ta'lim (membaca hadits atau kisah sahabat, biasanya dari kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria dan kitab muntakhob ahadits ), jaulah (mengunjungi rumah-rumah di sekitar masjid tempat khuruj dengan tujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah), bayan, mudzakarah (menghafal) 6 sifat sahabat, karkuzari (memberi laporan harian pada amir), dan musyawarah. Selama masa khuruj, mereka iktikafdi masjid.
Aktivitas Markas Regional adalah sama, khuruj, namun biasanya hanya menangani khuruj dalam jangka waktu 40 hari atau 4 bulan saja. Selain itu mereka juga mengadakan malam Ijtima' (berkumpul), dimana dalam Ijtima' akan diisi dengan Bayan (ceramah agama) oleh para ulama atau tamu dari luar negeri yang sedang khuruj disana, dan juga ta'lim wa ta'alum.
Setahun sekali, digelar Ijtima' umum di markas nasional pusat, yang biasanya dihadiri oleh puluhan ribu umat muslim dari seluruh pelosok daerah. Bagi umat muslim yang mampu, mereka diharapkan untuk khuruj ke poros markas pusat (India-Pakistan-Bangladesh/IPB) untuk melihat suasana keagamaan yang kuat yang mempertebal iman mereka.
Padahal, Jamaah Tabligh secara pemahaman dan ajaran jauh berbeda dengan Wahabi. Jamaah Tabligh (Kelompok Penyampai) adalah gerakan transnasional dakwah Islam yang didirikan tahun 1926 oleh Muhammad Ilyas di India. Kelompok Penyampai ini bergerak mulai dari kalangan bawah, kemudian merangkul seluruh masyarakat muslim tanpa memandang tingkatan sosial dan ekonominya dalam mendekatkan diri kepada ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh nabi Muhammad.
Jamaah Tabligh adalah jamaah yang mengembalikan ajaran Islam berdasarkan Al'quran dan hadits. Nama Jamaah Tabligh merupakan sebutan bagi mereka yang sering menyampaikan, sebenarnya usaha ini tidak mempunyai nama tetapi cukup Islam saja tidak ada yang lain. Bahkan Muhammad Ilyas mengatakan seandainya aku harus memberikan nama pada usaha ini maka akan aku beri nama "gerakan iman".
Ilham untuk mengabdikan hidupnya total hanya untuk Islam terjadi ketika Maulana Ilyas melangsungkan Ibadah Haji kedua-nya di Hijaz pada tahun1926. Maulana Ilyas menyerukan slogannya, ‘Aye Musalmano! Musalman bano’ (dalam bahasa Urdu), yang artinya ‘Wahai umat muslim! Jadilah muslim yang kaffah (menunaikan semua rukun dan syari’ah seperti yang dicontohkan Rasulullah)’.
Tabligh resminya bukan merupakan kelompok atau ikatan, tapi gerakan muslim untuk menjadi muslim yang menjalankan agama secara sempurna, dan hanya satu-satunya gerakan Islam yang tidak memandang asal usul mahdzab atau aliran pengikutnya. Dalam waktu kurang dari dua dekade, Jamaah Tabligh berhasil berjalan di Asia Selatan.
Dengan dipimpin oleh Maulana Yusuf, putra Maulana Ilyas sebagai amir atau pimpinan yang kedua, gerakan ini mulai mengembangkan aktivitasnya pada tahun 1946, dan dalam waktu 20 tahun, penyebarannya telah mencapai Asia Barat Daya dan Asia Tenggara, Afrika, Eropa, dan Amerika Utara. Sekali terbentuk dalam suatu negara, Jamaah Tabligh mulai membaur dengan masyarakat lokal. Meskipun negara barat pertama yang berhasil dijangkau Tabligh adalah Amerika Serikat, tapi fokus utama mereka adalah di Britania Raya, mengacu kepada populasi padat orang Asia Selatan disana yang tiba pada tahun 1960-an dan 1970-an.
Jamaah ini tidak menerima donasi dana dari manapun untuk menjalankan aktivitasnya. Biaya operasional Tabligh dibiayai sendiri oleh pengikutnya. Tahun 1978, Liga Muslim Dunia mensubsidi pembangunan Masjid Tabligh di Dewsbury, Inggris, yang kemudian menjadi markas besar Jama’ah Tabligh di Eropa. Pimpinan mereka disebut Amir atau Zamidaar atau Zumindaar.
Jamaah Tabligh berpusat di Markas International Tabligh di Nizzamudin, New Delhi, India. Kemudian setiap negara juga mempunyai markas pusat nasional, dari markas pusat dibagi markas-markas regional/daerah. Kemudian dibagi lagi menjadi ratusan markas kecil yang disebut Halaqah berbasiskan di mesjid-mesjid dan mushalla-mushalla. Kegiatan di Halaqah dapat dibagi atas kegiatan harian, minguan dan bulanan.
Kegiatan di Halaqah dapat dibagi atas kegiatan harian, minguan dan bulanan. Kegiatan ini bertujuan untuk meramaikan mesjid dan mengajak kembali ummat ini agar mencintai mesjid. Kegiatan harian antara lain adalah musyawarah harian, taklim harian, zikir pagi petang dan amalan silaturrahmi. Kegiatan mingguan dapat berupa joula atau mengunjungi sesama muslim dan berbincang tentang pentingnya iman dan amal, pentingnya berusaha atas iman dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.
Kegiatan bulanan dapat berupa khuruj selama tiga hari. Khuruj adalah meluangkan waktu untuk secara total berdakwah memeprbaiki diri sendiri dan mengajak orang lain agar berusaha atas iman, yang biasanya dilakukan dari masjid ke masjid dan dipimpin oleh seorang Amir. Selama khuruj ada 4 hal yang diperbanyak, yaitu dakwah Illallah, taklim wataklum, zikir dan ibadah, dan khidmad (melayani sesama muslim). Ada lagi 4 hal yang dikurangi, waktu tidur dan makan, keluar masjid dan boros. Tapi jika keluar mesjid atas seijin Amir Jamaah misalnya untuk para karyawan diperbolehkan tetap bekerja, dan langsung mengikuti kegiatan sepulang kerja, diperbolehkan.
Sewaktu khuruj, kegiatan diisi dengan ta'lim (membaca hadits atau kisah sahabat, biasanya dari kitab Fadhail Amal karya Maulana Zakaria dan kitab muntakhob ahadits ), jaulah (mengunjungi rumah-rumah di sekitar masjid tempat khuruj dengan tujuan mengajak kembali pada Islam yang kaffah), bayan, mudzakarah (menghafal) 6 sifat sahabat, karkuzari (memberi laporan harian pada amir), dan musyawarah. Selama masa khuruj, mereka iktikafdi masjid.
Aktivitas Markas Regional adalah sama, khuruj, namun biasanya hanya menangani khuruj dalam jangka waktu 40 hari atau 4 bulan saja. Selain itu mereka juga mengadakan malam Ijtima' (berkumpul), dimana dalam Ijtima' akan diisi dengan Bayan (ceramah agama) oleh para ulama atau tamu dari luar negeri yang sedang khuruj disana, dan juga ta'lim wa ta'alum.
Setahun sekali, digelar Ijtima' umum di markas nasional pusat, yang biasanya dihadiri oleh puluhan ribu umat muslim dari seluruh pelosok daerah. Bagi umat muslim yang mampu, mereka diharapkan untuk khuruj ke poros markas pusat (India-Pakistan-Bangladesh/IPB) untuk melihat suasana keagamaan yang kuat yang mempertebal iman mereka.
Faham Wahabi
Kiyai Hj Sirajuddin Abbas, salah seorang peneliti tentang ajaran Wahabi dalam bukunya Masalah Ugama menjelsakan, gerakan Wahabi dibangun oleh Muhamad Abdul Wahab. Beliau dilahirkan didesa ‘Iniyah di Najd tahun 1115 H dan wafat tahun1206 H dalam usia 91 tahun. Pada ketika itu daerah Hijaz , termasuk Mekah dan Medinah beraad dibawah kekuasaan Syarif-Syarif Mekah, di bawah naungan kerajaan Turki Othmaniah.
Dalam buku “Munjid” halaman 568 disebutkan, Wahabiah adalah sebahagian dari firqah Islamiyah, di bangun oleh Muhamad bin Abdul Wahab (1702-1787). Lawannya menamakannya Wahabiah, tetapi pengikutnya menamakan gerakannya dengan nama “Muwahhidun”. Dalam Fiqh mereka berpegang kepada madzhab Hambali disesuaikan dengan tafsiran Ibni Taimiyyah.
Syech Ahmad bin Muhammad ash-Shawi al-Maliki menuliskan di dalam karyanya Hasyiyah ash-Shawi ‘alaa Tafsiir al-Jalaalain, halaman 255, Tafsir ayat 7 dan 8 Surat Al-Fathir, “Dikatakan, ayat ini turun terkait kaum khawarij yang telah mengubah ta’wilan Al Quran dan Sunnah, dan dengan itu mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. Sebagaimana hal serupa juga kita saksikan saat ini, khususnya pada suatu kelompok yang ada di tanah Hijjaz, yang mana mereka dikenal dengan sebutan Wahhabi. Mereka mengira bahwa mereka berpijak di atas dalil yang kokoh. Ketahuilah, sesungguhnya mereka adalah para pendusta. Syaithon telah mengalahkan mereka, sehingga membuat mereka lupa dari mengingat Allah. Mereka itulah kelompok syaithon. Ketahuilah, sesungguhnya kelompok syaithon adalah orang-orang yang benar-benar merugi. Kita memohon kepada Allah Yang Maha Mulia untuk membinasakan mereka.”
Salah seorang ulama di kalangan madzhab Hanafiyyah, al-Imam ibn Abidin al-Hanafi rahimahullah memberikan penjelasan khusus mengenai sekte Wahhabiyyah (pengikut ajaran Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi) yang tertuang di dalam kitab karya beliau yang berjudul Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘Ala ad-Durr al-Mukhtar (halaman 413). Disitu dijelaskan secara gamblang bahwasanya kaum pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi adalah Khowarij di masa kini.
Dalam penjelasannya al-Imam ibn Abidin al-Hanafi rahimahullah menulis, "Adapun perkataan "Mereka (khawaarij) mengafirkan para shohabat Nabi Shollallaah 'alaih wa sallam". Aku memahami bahwasanya hal ini bukanlah syarat di dalam penamaan kelompok Khowarij, akan tetapi hal ini
(penyebutan “khawarij”) menjelaskan bagi siapa saja bagi mereka yang keluar dari barisan Sayyidinaa ‘Ali radhiyallaah ‘anhu, jika memang tidak demikian maka cukuplah dengan mengkafirkan siapa saja yang menyelisihi pendapat mereka, seperti halnya yang dapat ditemui di zaman kita saat ini, yaitu sekelompok pengikut Abdul Wahhab dari Nejd (Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi) yang menguasai secara paksa dua tanah suci (al-haramain) dan mereka mengaku-ngaku bermadzhabkan Hanbaliyyah, bahwasanya mereka menganggap kelompok mereka adalah muslimin yang sebenarnya, dan yang menentang kelompoknya adalah musyrikin. Oleh sebab itu mereka membolehkan membunuh (memerangi) kaum ahlussunnah wal jama’ah dan membunuh (memerangi) pula para ulama’ ahlussunnah wal jama’ah. Hingga kemudian Allah menghancurkan kekuatan mereka dan membumihanguskan tempat tinggal mereka hingga mereka dikuasai oleh balatentara orang-orang Islam, yaitu pada tahun seribu dua ratus tiga puluh tiga hijriyah (tahun 1233 H).
Prof. Dr. Said Ramadhan al-Buthi dalam bukunya As-salafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarakah La Madzhab Islami menjelaskan, Wahabi mengubah strategi dakwahnya dengan berganti nama menjadi “salafi” karena mengalami banyak kegagalan dan merasa tersudut dengan panggilan nama Wahabi yang dinisbatkan kepada pendirinya, yakni Muhammad ibnu abdul Wahab. Maka dari itu ada sebagian kaum yang menyebut mereka dengan sebutan Salafi Palsu atau Mutamaslif.
Ajaran mereka sebagian besarnya merujuk pada tokoh-tokoh yang memang kontroversial, seperti: Ibnu Taimiyah, Ibnu Abdul Wahab, Nashirudin al-Albani, Ibnu Utsaimin, Ibnu Baz, dan lain-lain baik dalam pendapat masalah akidah, manhaj, perilaku, maupun sikap. Sehingga dampaknya sering terjadi perpecahan, permusuhan, kedengkian, saling mengkafirkan, menjatuhkan, bahkan saling membunuh diantara umat Islam sendiri yang tidak sepaham dengan mereka. Mungkin karena sejarah berdarah mereka (pembunuhan besar-besaran terhadap ummat Islam di Mekkah dan Madinah) yang kelam, atau mungkin karena menghindari ulama sejagat dari menggugat mereka hingga akhirnya berganti nama menjadi Salafi, padahal ajaran mereka sangat bertentangan dengan pemahaman para ulama salaful ummah, Allah-lah yang tahu apa sebenarnya alasan mereka tidak lagi menerima nama Wahabi ini.
Dr. Abdullah Mohammad Sindi, di dalam sebuah artikelnya yang berjudul "Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud" menyajikan tinjauan ulang tentang sejarah Wahabisme, peran Pemerintah Inggeris di dalam perkembangannya, dan hubungannya dengan peran keluarga kerajaan Saudi. “Salah satu sekte Islam yang paling kaku dan paling reaksioner saat ini adalah Wahabi,” demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi dalam pembukaan artikelnya tersebut. "Dan kita tahu bahwa Wahabi adalah ajaran resmi Kerajaaan Saudi Arabia," tambahnya.
Lebih jauh Dr. Abdullah Mohammad Sindi menjelaskan, Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme-lah yang telah menciptakan kerajaan Saudi, dan sebaliknya keluarga Saud membalas jasa itu dengan menyebarkan paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. "One could not have existed without the other – Sesuatu tidak dapat terwujud tanpa bantuan sesuatu yang lainnya," ungkapnya.
Wahhabisme memberi legitimasi bagi Istana Saud, dan Istana Saud memberi perlindungan dan mempromosikan Wahabisme ke seluruh penjuru dunia. Keduanya tak terpisahkan, karena keduanya saling mendukung satu dengan yang lain dan kelangsungan hidup keduanya bergantung padanya. Tidak seperti negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme memperlakukan perempuan sebagai warga kelas tiga, membatasi hak-hak mereka seperti: menyetir mobil, bahkan pada dekade lalu membatasi pendidikan mereka. Juga tidak seperti di negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme: melarang perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw, melarang kebebasan berpolitik dan secara konstan mewajibkan rakyat untuk patuh secara mutlak kepada pemimpin-pemimpin mereka, melarang mendirikan bioskop sama sekali, menerapkan hukum Islam hanya atas rakyat jelata, dan membebaskan hukum atas kaum bangsawan, kecuali karena alasan politis, mengizinkan perbudakan sampai tahun ’60-an. Mereka juga menyebarkan mata-mata atau agen rahasia yang selama 24 jam memonitor demi mencegah munculnya gerakan anti-kerajaan. Wahabisme juga sangat tidak toleran terhadap paham Islam lainnya, seperti Sufisme (Tasawuf).
Kiyai Hj Sirajuddin Abbas, salah seorang peneliti tentang ajaran Wahabi dalam bukunya Masalah Ugama menjelsakan, gerakan Wahabi dibangun oleh Muhamad Abdul Wahab. Beliau dilahirkan didesa ‘Iniyah di Najd tahun 1115 H dan wafat tahun1206 H dalam usia 91 tahun. Pada ketika itu daerah Hijaz , termasuk Mekah dan Medinah beraad dibawah kekuasaan Syarif-Syarif Mekah, di bawah naungan kerajaan Turki Othmaniah.
Dalam buku “Munjid” halaman 568 disebutkan, Wahabiah adalah sebahagian dari firqah Islamiyah, di bangun oleh Muhamad bin Abdul Wahab (1702-1787). Lawannya menamakannya Wahabiah, tetapi pengikutnya menamakan gerakannya dengan nama “Muwahhidun”. Dalam Fiqh mereka berpegang kepada madzhab Hambali disesuaikan dengan tafsiran Ibni Taimiyyah.
Syech Ahmad bin Muhammad ash-Shawi al-Maliki menuliskan di dalam karyanya Hasyiyah ash-Shawi ‘alaa Tafsiir al-Jalaalain, halaman 255, Tafsir ayat 7 dan 8 Surat Al-Fathir, “Dikatakan, ayat ini turun terkait kaum khawarij yang telah mengubah ta’wilan Al Quran dan Sunnah, dan dengan itu mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin. Sebagaimana hal serupa juga kita saksikan saat ini, khususnya pada suatu kelompok yang ada di tanah Hijjaz, yang mana mereka dikenal dengan sebutan Wahhabi. Mereka mengira bahwa mereka berpijak di atas dalil yang kokoh. Ketahuilah, sesungguhnya mereka adalah para pendusta. Syaithon telah mengalahkan mereka, sehingga membuat mereka lupa dari mengingat Allah. Mereka itulah kelompok syaithon. Ketahuilah, sesungguhnya kelompok syaithon adalah orang-orang yang benar-benar merugi. Kita memohon kepada Allah Yang Maha Mulia untuk membinasakan mereka.”
Salah seorang ulama di kalangan madzhab Hanafiyyah, al-Imam ibn Abidin al-Hanafi rahimahullah memberikan penjelasan khusus mengenai sekte Wahhabiyyah (pengikut ajaran Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi) yang tertuang di dalam kitab karya beliau yang berjudul Hasyiyah Radd al-Muhtar ‘Ala ad-Durr al-Mukhtar (halaman 413). Disitu dijelaskan secara gamblang bahwasanya kaum pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi adalah Khowarij di masa kini.
Dalam penjelasannya al-Imam ibn Abidin al-Hanafi rahimahullah menulis, "Adapun perkataan "Mereka (khawaarij) mengafirkan para shohabat Nabi Shollallaah 'alaih wa sallam". Aku memahami bahwasanya hal ini bukanlah syarat di dalam penamaan kelompok Khowarij, akan tetapi hal ini
(penyebutan “khawarij”) menjelaskan bagi siapa saja bagi mereka yang keluar dari barisan Sayyidinaa ‘Ali radhiyallaah ‘anhu, jika memang tidak demikian maka cukuplah dengan mengkafirkan siapa saja yang menyelisihi pendapat mereka, seperti halnya yang dapat ditemui di zaman kita saat ini, yaitu sekelompok pengikut Abdul Wahhab dari Nejd (Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi) yang menguasai secara paksa dua tanah suci (al-haramain) dan mereka mengaku-ngaku bermadzhabkan Hanbaliyyah, bahwasanya mereka menganggap kelompok mereka adalah muslimin yang sebenarnya, dan yang menentang kelompoknya adalah musyrikin. Oleh sebab itu mereka membolehkan membunuh (memerangi) kaum ahlussunnah wal jama’ah dan membunuh (memerangi) pula para ulama’ ahlussunnah wal jama’ah. Hingga kemudian Allah menghancurkan kekuatan mereka dan membumihanguskan tempat tinggal mereka hingga mereka dikuasai oleh balatentara orang-orang Islam, yaitu pada tahun seribu dua ratus tiga puluh tiga hijriyah (tahun 1233 H).
Prof. Dr. Said Ramadhan al-Buthi dalam bukunya As-salafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarakah La Madzhab Islami menjelaskan, Wahabi mengubah strategi dakwahnya dengan berganti nama menjadi “salafi” karena mengalami banyak kegagalan dan merasa tersudut dengan panggilan nama Wahabi yang dinisbatkan kepada pendirinya, yakni Muhammad ibnu abdul Wahab. Maka dari itu ada sebagian kaum yang menyebut mereka dengan sebutan Salafi Palsu atau Mutamaslif.
Ajaran mereka sebagian besarnya merujuk pada tokoh-tokoh yang memang kontroversial, seperti: Ibnu Taimiyah, Ibnu Abdul Wahab, Nashirudin al-Albani, Ibnu Utsaimin, Ibnu Baz, dan lain-lain baik dalam pendapat masalah akidah, manhaj, perilaku, maupun sikap. Sehingga dampaknya sering terjadi perpecahan, permusuhan, kedengkian, saling mengkafirkan, menjatuhkan, bahkan saling membunuh diantara umat Islam sendiri yang tidak sepaham dengan mereka. Mungkin karena sejarah berdarah mereka (pembunuhan besar-besaran terhadap ummat Islam di Mekkah dan Madinah) yang kelam, atau mungkin karena menghindari ulama sejagat dari menggugat mereka hingga akhirnya berganti nama menjadi Salafi, padahal ajaran mereka sangat bertentangan dengan pemahaman para ulama salaful ummah, Allah-lah yang tahu apa sebenarnya alasan mereka tidak lagi menerima nama Wahabi ini.
Dr. Abdullah Mohammad Sindi, di dalam sebuah artikelnya yang berjudul "Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud" menyajikan tinjauan ulang tentang sejarah Wahabisme, peran Pemerintah Inggeris di dalam perkembangannya, dan hubungannya dengan peran keluarga kerajaan Saudi. “Salah satu sekte Islam yang paling kaku dan paling reaksioner saat ini adalah Wahabi,” demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi dalam pembukaan artikelnya tersebut. "Dan kita tahu bahwa Wahabi adalah ajaran resmi Kerajaaan Saudi Arabia," tambahnya.
Lebih jauh Dr. Abdullah Mohammad Sindi menjelaskan, Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme-lah yang telah menciptakan kerajaan Saudi, dan sebaliknya keluarga Saud membalas jasa itu dengan menyebarkan paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. "One could not have existed without the other – Sesuatu tidak dapat terwujud tanpa bantuan sesuatu yang lainnya," ungkapnya.
Wahhabisme memberi legitimasi bagi Istana Saud, dan Istana Saud memberi perlindungan dan mempromosikan Wahabisme ke seluruh penjuru dunia. Keduanya tak terpisahkan, karena keduanya saling mendukung satu dengan yang lain dan kelangsungan hidup keduanya bergantung padanya. Tidak seperti negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme memperlakukan perempuan sebagai warga kelas tiga, membatasi hak-hak mereka seperti: menyetir mobil, bahkan pada dekade lalu membatasi pendidikan mereka. Juga tidak seperti di negeri-negeri Muslim lainnya, Wahabisme: melarang perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw, melarang kebebasan berpolitik dan secara konstan mewajibkan rakyat untuk patuh secara mutlak kepada pemimpin-pemimpin mereka, melarang mendirikan bioskop sama sekali, menerapkan hukum Islam hanya atas rakyat jelata, dan membebaskan hukum atas kaum bangsawan, kecuali karena alasan politis, mengizinkan perbudakan sampai tahun ’60-an. Mereka juga menyebarkan mata-mata atau agen rahasia yang selama 24 jam memonitor demi mencegah munculnya gerakan anti-kerajaan. Wahabisme juga sangat tidak toleran terhadap paham Islam lainnya, seperti Sufisme (Tasawuf).
Wahabisme juga menumbuhkan rasialisme Arab pada pengikut mereka. Tentu saja rasialisme bertentangan dengan konsep Ummah Wahidah di dalam Islam. Wahhabisme juga memproklamirkan bahwa hanya dia saja-lah ajaran yang paling benar dari semua ajaran-ajaran Islam yang ada, dan siapapun yang menentang Wahabisme dianggap telah melakukan bid'ah dan kafir. Demikian penjelasan Dr. Abdullah Mohammad Sindi.
Bahkan pada masanya, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH A’wani mengajak segenap ulama dan warga NU untuk mewaspadai pemalsuan kitab yang dilakukan oleh sekte Wahabi. Baik versi cetak kertas maupun versi digital. Menurutnya, sudah banyak ditemukan pemalsuan kitab karangan ulama sunni oleh penerbit buku di Libanon maupun Arab Saudi. Bahkan indikasi kuat aksi jahat itu
isponsori pemerintah suatu negara.
Pendiri Pesantren Al-Musthofa Lodan Wetan Sarang Rembang, ini menjelaskan, pemalsuan kitab itu juga dilakukan dengan membuat nama penerbit yang mirip. Seperti Darul Kutub Al-Ilmiyah untuk mengecoh masyarakat muslim atas nama penerbit asli Darul Fikr Libanon.
Pihaknya bersama para kiai NU pernah meneliti kitab-kitab yang beredar di Arab Saudi maupun di Jakarta. Ternyata, sebagian kitab yang populer di kalangan pesantren telah diubah isinya. Dipalsukan pula pengarangnya.
“Kita tentu masih ingat pemalsuan kitab Sirojut Tholibin karangan Kiai Ihsan Jampes Kediri. Kitabnya dipalsukan, nama beliau dihapus, diganti Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Lalu kitab hadis Al-Adzkar dihapus isinya tentang tawashul (doa dengan perantara) dibuang agar sesuai dengan ideologi wahabi,” terangnya.
Kiai A’wani meminta jam’iyyah NU serius menyikapi ini. Jika perlu membuat semacam petisi seperti pada peristiwa latar belakang pendirian NU. Yaitu komite Hijaz yang dibentuk KH Hasyim Asy’ari dengan misi menentang penghancuran makam-makam keluarga Nabi dan para sahabat kala Ibnu Saud hendak mendirikan Kerajaan Arab Saudi lewat pemberontakan terhadap Khalifah Turki Usmani.
Sekilas Ciri-Ciri Salafi Wahabi
1. Membagi Tauhid kepada 3 Kategori, yakni Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma’ was-Sifat.
2. Sering bertanya di mana Tuhan.
3. Meyakini Tuhan punya Tangan (anggota badan).
4. Meyakini Tuhan punya Muka (wajah asli).
5. Meyakini Tuhan punya arah dan tempat dan berada (bersemayam) di atas ‘Arasy.
6. Meyakini Tuhan punya lambung/rusuk.
7. Meyakini Tuhan turun dari ‘Arasy ke langit di malam hari.
8. Meyakini Tuhan punya betis.
9. Meyakini Tuhan punya jari-jemari.
10. Mendakwa dirinya ber-Manhaj Salaf dalam aqidah (tapi sangat bertentangan dengan aqidah Ulama
Salaful ummah).
11. Memahami Nash-Nash Mutasyabihat menurut terjemahan bebas, tanpa merujuk ke kitab Ulama.
12. Mengkafirkan pengikut Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi (dua Imam Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah).
13. Mengkafirkan Sufi, dan menganggap Tasawuf bukan ajaran Islam.
14. Sangat anti dengan Sifat 20 pada Allah Ta’ala.
15. Menuduh Imam Abu Hasan Asy’ari telah bertobat dari aqidah Asy’ariyah (aqidah yang diyakini
oleh kebanyakan ummat dan para ulama terdahulu).
16. Menolak Ta’wil dalam bab Mutasyabihat.
17. Menuduh Ayah dan Ibu Rasulullah kafir dan tidak akan selamat dari neraka.
18. Menuduh syirik Tawassul, Tabarruk dan Istighatsah dengan para Anbiya, Aulia dan Shalihin.
19. Sering mengajak kembali ke Al-Quran dan Sunnah dengan meninggalkan ilmu yang telah
diwariskan oleh Ulama.
Bahkan pada masanya, Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH A’wani mengajak segenap ulama dan warga NU untuk mewaspadai pemalsuan kitab yang dilakukan oleh sekte Wahabi. Baik versi cetak kertas maupun versi digital. Menurutnya, sudah banyak ditemukan pemalsuan kitab karangan ulama sunni oleh penerbit buku di Libanon maupun Arab Saudi. Bahkan indikasi kuat aksi jahat itu
isponsori pemerintah suatu negara.
Pendiri Pesantren Al-Musthofa Lodan Wetan Sarang Rembang, ini menjelaskan, pemalsuan kitab itu juga dilakukan dengan membuat nama penerbit yang mirip. Seperti Darul Kutub Al-Ilmiyah untuk mengecoh masyarakat muslim atas nama penerbit asli Darul Fikr Libanon.
Pihaknya bersama para kiai NU pernah meneliti kitab-kitab yang beredar di Arab Saudi maupun di Jakarta. Ternyata, sebagian kitab yang populer di kalangan pesantren telah diubah isinya. Dipalsukan pula pengarangnya.
“Kita tentu masih ingat pemalsuan kitab Sirojut Tholibin karangan Kiai Ihsan Jampes Kediri. Kitabnya dipalsukan, nama beliau dihapus, diganti Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Lalu kitab hadis Al-Adzkar dihapus isinya tentang tawashul (doa dengan perantara) dibuang agar sesuai dengan ideologi wahabi,” terangnya.
Kiai A’wani meminta jam’iyyah NU serius menyikapi ini. Jika perlu membuat semacam petisi seperti pada peristiwa latar belakang pendirian NU. Yaitu komite Hijaz yang dibentuk KH Hasyim Asy’ari dengan misi menentang penghancuran makam-makam keluarga Nabi dan para sahabat kala Ibnu Saud hendak mendirikan Kerajaan Arab Saudi lewat pemberontakan terhadap Khalifah Turki Usmani.
Sekilas Ciri-Ciri Salafi Wahabi
1. Membagi Tauhid kepada 3 Kategori, yakni Rububiyyah, Uluhiyyah, dan Asma’ was-Sifat.
2. Sering bertanya di mana Tuhan.
3. Meyakini Tuhan punya Tangan (anggota badan).
4. Meyakini Tuhan punya Muka (wajah asli).
5. Meyakini Tuhan punya arah dan tempat dan berada (bersemayam) di atas ‘Arasy.
6. Meyakini Tuhan punya lambung/rusuk.
7. Meyakini Tuhan turun dari ‘Arasy ke langit di malam hari.
8. Meyakini Tuhan punya betis.
9. Meyakini Tuhan punya jari-jemari.
10. Mendakwa dirinya ber-Manhaj Salaf dalam aqidah (tapi sangat bertentangan dengan aqidah Ulama
Salaful ummah).
11. Memahami Nash-Nash Mutasyabihat menurut terjemahan bebas, tanpa merujuk ke kitab Ulama.
12. Mengkafirkan pengikut Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturidi (dua Imam Ahlus
Sunnah Wal Jama’ah).
13. Mengkafirkan Sufi, dan menganggap Tasawuf bukan ajaran Islam.
14. Sangat anti dengan Sifat 20 pada Allah Ta’ala.
15. Menuduh Imam Abu Hasan Asy’ari telah bertobat dari aqidah Asy’ariyah (aqidah yang diyakini
oleh kebanyakan ummat dan para ulama terdahulu).
16. Menolak Ta’wil dalam bab Mutasyabihat.
17. Menuduh Ayah dan Ibu Rasulullah kafir dan tidak akan selamat dari neraka.
18. Menuduh syirik Tawassul, Tabarruk dan Istighatsah dengan para Anbiya, Aulia dan Shalihin.
19. Sering mengajak kembali ke Al-Quran dan Sunnah dengan meninggalkan ilmu yang telah
diwariskan oleh Ulama.
20. Sangat anti dengan pendapat Imam Madzhab dan pengikut Madzhab.
21. Mudah membid’ah-sesatkan amalan yang tidak sharih dan shahih menurut mereka.
22. Menuduh Maulid itu Tasyabbuh dan Sesat.
23. Menuduh Tahlilan, Yasinan itu Tasyabbuh dan Sesat.
24. Menyamakan orang baca Al-Quran di kuburan dengan penyembah kubur.
25. Menamakan diri dengan Salafi dan tidak mengakui nama Wahabi, seolah-olah Wahabi itu hanya
fiktif.
Dan masih sangat banyak lagi ajaran-ajaran yang disusupi oleh mereka ke dalam Islam, dan perlu diingat bahwa setiap sekte itu pasti berdalil dengan Al-Quran dan Hadits, tapi semuanya sangat jauh dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW menurut pemahaman Sahabat dan para Ulama. (bom)
21. Mudah membid’ah-sesatkan amalan yang tidak sharih dan shahih menurut mereka.
22. Menuduh Maulid itu Tasyabbuh dan Sesat.
23. Menuduh Tahlilan, Yasinan itu Tasyabbuh dan Sesat.
24. Menyamakan orang baca Al-Quran di kuburan dengan penyembah kubur.
25. Menamakan diri dengan Salafi dan tidak mengakui nama Wahabi, seolah-olah Wahabi itu hanya
fiktif.
Dan masih sangat banyak lagi ajaran-ajaran yang disusupi oleh mereka ke dalam Islam, dan perlu diingat bahwa setiap sekte itu pasti berdalil dengan Al-Quran dan Hadits, tapi semuanya sangat jauh dari Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW menurut pemahaman Sahabat dan para Ulama. (bom)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »