Menjadi Lelaki

SEORANG ayah mengumpulkan dua orang anak lelakinya pagi ini.

"Nak, maafkan papa. Tapi ini yang harus papa lakukan. Uang untuk kalian terpaksa harus papa stop mulai saat ini. Papa tidak dapat kenaikan gaji, sedangkan kebutuhan hidup terus bertambah. Mungkin kita sekarang juga akan lebih sering makan tahu tempe daripada daging.

Papa tidak mau berhutang hanya supaya gaya hidup kita tetap seperti yang kemarin, karena nanti keadaan semakin buruk karena hutang itu ada jaminan dan berbunga. Papa tidak mau suatu saat rumah kita disita karena Papa tidak mampu bayar hutang dan pasti papa tidak mampu.

Lebih baik, uang yang tadinya untuk kalian, papa siapkan untuk kebutuhan sekolah kalian ke depan. Kalian masih butuh dana banyak nantinya. Selain itu, uang sisanya akan papa jadikan sedikit modal untuk usaha buka warung di rumah supaya kita ada tambahan pendapatan.

Kalian sudah besar, semoga kalian bisa mengerti, karena kelak kalian akan punya tanggung jawab yg besar sama seperti Papa sekarang ini..."

Anak pertama langsung protes, "Ah papa ini gimana sih.. Kan aku sekarang jadi susah. Niatku tuh nabung untuk beli gadget, pa. Sayang, ada keluaran terbaru kalau ga beli. Kan malu udah janjian ma teman-teman. Trus nanti di sekolah aku kelaparan dong. Juga gak bisa hang out lagi.. Pokoknya gak bisa, aku gak terima.."

Anak kedua," Bang, jangan gitu dong. Kayak anak kecil aja. Ini kan kita lagi susah..."

Iya, pa. Aku ngerti. Papa jangan khawatir. Aku bisa kok buat-buat gambar nanti kujualin di sekolah, buat nambah jajan. Aku juga ga banyak pengeluaran lebih kok, jadi ga takut kelaparan di sekolah. Papa tenang aja ya, yang penting bagaimana rumah ini selamat.."

Sang ayah tersenyum. Salah seorang anaknya tumbuh menjadi seorang bijak. Ia tahu, siapa anaknya yang akan tumbuh lebih dewasa daripada saudaranya.

Seorang lelaki teruji dari ketenangannya menghadapi badai.

Oleh: Denny Siregar

Tinggal di Jakarta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News