![]() |
Khalid Saifullah. |
BentengSumbar.com --- Menyusutnya lahan pertanian di Kota Padang disesalkan berbagai kalangan, terutama pengamat lingkungan hidup di daerah ini. Diperkirakan, 80 persen lahan perumahan dulunya merupakan lahan pertanian.
Mantan Direktur Walhi Sumatera Barat, Khalid Saifullah mengatakan, kawasan Kecamatan Kuranji dan Kecamatan Pauh dicanangkan sebagai lumbung pangan Kota Padang. Namun ironisnya, justru perumahan banyak dibangun di kedua daerah tersebut.
"Lihat saja perumahan yang ada di Kecamatan Kuranji dan Kecamatan Pauh yang dulunya seingat saya pernah ikut pertemuan pada tahun 1990-an, dicanangkan sebagai lumbung pangan Kota Padang, tapi sekarang lahan pertanian habis karena alih fungsi perumahan yang dibangun oleh developer, dan semua itu saya yakin 100% tidak ada yang tak punya izin, dan itu paling tidak dari pengamatan saya 80% sebelumnya merupakan areal pertanian produktif," cakapnya.
Menurut Khalid Saifullah, persoalannya terletak pada ketegasan Pemerintah Kota Padang dalam menjalankan aturan dan ketentuan yang ada, terutama aturan tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) yang telah dibuat bersama-sama DPRD Kota Padang. Jadi bukan soal Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau dukomen lingkungan.
Ditegaskan Khalid Saifullah, ketika dalam RTRW tersebut peruntukkanya bukan untuk pemukiman, kemudian diberikan izin untuk pemukiman berarti telah terjadi pelanggaran Peraturan Daerah (Perda) RTRW, dan Undang-Undang lain yang terkait pertanian dan ketahanan pangan. Selain itu, juga Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang.
"Persoalanya menerut saya bukan soal sudah keluar IMB dan sudah punya dokumen lingkungan, yang jadi persoalan adalah konsisten pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam menjalankan aturan dan ketentuan yang sudah ada. Kecendrungan yang sudah terjadi sikap permisif selalu ditunjukkan terhadap orang tertentu, tapi terhadap rakyat badarai yang tidak punya koneksi, tidak berlaku sikap dan tindakan permisif," jelasnya.
Dikatakan Khalid Saifullah, yang harus diinggat memang tidak semua juga harus dengan AMDAL, tapi ada dalam bentuk UKL UPL dan bahkan cukup dengan SPPL. "Tergantung luasannya juga, terkadang untuk mengakali maka luasannya dibuat kecil, sehingga cukup buat SPPL," jelas pria yang sekarang aktif di Forum Pegurangan Risiko Bencana (F-PRB) Sumbar ini.
Untuk itu, Pemko Padang jangan asal mencanangkan suatu kawasan sebagai lumbung pangan. Sebab, tentunya memiliki konsekuensi untuk mempertahankan lahan di kawasan tersebut sesuai dengan peruntukannya sebagai lahan pertanian dan perkebunan. "Jangan kemudian hanya asal canangkan, tapi juga harus diikuti dengan kebijakan dan tindakan yang jelas dan tegas sehingga pencanangan itu betul-betul bisa memastikan ketahanan dan kedaulatan pangan khsusunya bagi warga Kota Padang," pungkas alumni SMAN 5 Padang ini. (by)
Mantan Direktur Walhi Sumatera Barat, Khalid Saifullah mengatakan, kawasan Kecamatan Kuranji dan Kecamatan Pauh dicanangkan sebagai lumbung pangan Kota Padang. Namun ironisnya, justru perumahan banyak dibangun di kedua daerah tersebut.
"Lihat saja perumahan yang ada di Kecamatan Kuranji dan Kecamatan Pauh yang dulunya seingat saya pernah ikut pertemuan pada tahun 1990-an, dicanangkan sebagai lumbung pangan Kota Padang, tapi sekarang lahan pertanian habis karena alih fungsi perumahan yang dibangun oleh developer, dan semua itu saya yakin 100% tidak ada yang tak punya izin, dan itu paling tidak dari pengamatan saya 80% sebelumnya merupakan areal pertanian produktif," cakapnya.
Menurut Khalid Saifullah, persoalannya terletak pada ketegasan Pemerintah Kota Padang dalam menjalankan aturan dan ketentuan yang ada, terutama aturan tentang Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) yang telah dibuat bersama-sama DPRD Kota Padang. Jadi bukan soal Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau dukomen lingkungan.
Ditegaskan Khalid Saifullah, ketika dalam RTRW tersebut peruntukkanya bukan untuk pemukiman, kemudian diberikan izin untuk pemukiman berarti telah terjadi pelanggaran Peraturan Daerah (Perda) RTRW, dan Undang-Undang lain yang terkait pertanian dan ketahanan pangan. Selain itu, juga Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang.
"Persoalanya menerut saya bukan soal sudah keluar IMB dan sudah punya dokumen lingkungan, yang jadi persoalan adalah konsisten pemerintah sebagai penyelenggara negara dalam menjalankan aturan dan ketentuan yang sudah ada. Kecendrungan yang sudah terjadi sikap permisif selalu ditunjukkan terhadap orang tertentu, tapi terhadap rakyat badarai yang tidak punya koneksi, tidak berlaku sikap dan tindakan permisif," jelasnya.
Dikatakan Khalid Saifullah, yang harus diinggat memang tidak semua juga harus dengan AMDAL, tapi ada dalam bentuk UKL UPL dan bahkan cukup dengan SPPL. "Tergantung luasannya juga, terkadang untuk mengakali maka luasannya dibuat kecil, sehingga cukup buat SPPL," jelas pria yang sekarang aktif di Forum Pegurangan Risiko Bencana (F-PRB) Sumbar ini.
Untuk itu, Pemko Padang jangan asal mencanangkan suatu kawasan sebagai lumbung pangan. Sebab, tentunya memiliki konsekuensi untuk mempertahankan lahan di kawasan tersebut sesuai dengan peruntukannya sebagai lahan pertanian dan perkebunan. "Jangan kemudian hanya asal canangkan, tapi juga harus diikuti dengan kebijakan dan tindakan yang jelas dan tegas sehingga pencanangan itu betul-betul bisa memastikan ketahanan dan kedaulatan pangan khsusunya bagi warga Kota Padang," pungkas alumni SMAN 5 Padang ini. (by)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »