Dia Bukan Jokowi

Dia Bukan Jokowi
Jokowi. 
AHOK memang bukan Jokowi. Ia cenderung ceplas ceplos, tegas dan emosional ketika berbicara. Ia selalu gelisah dan kegelisahannya disalurkan melalui ungkapan. Ia tidak mampu menutupi apa yang ada dalam hatinya.

Karena itulah banyak yang tidak cocok dengan karakternya, terutama yang berhadapan langsung dengannya. Ia model "tembak langsung", bukan "memutar dan membanting dari belakang". Ia petinju, bukan pemain kungfu.

Didikan ayahnya seorang tokoh di Belitung-lah yang berpengaruh pada Ahok. Juga karena perilaku diskriminasi yang terus ia dapatkan ketika di sana. Ketika ia menjadi Bupati, ia dilarang menjadi Pembina Upacara, karena isu-nya tidak ada orang yang mau hormat kepada orang Cina. Ahok langsung bersuara, “Dulu ketika SD saya dilarang jadi penggerek bendera, sekarang sudah menjadi bupati masih juga tak boleh jadi pembina. Kamu tembak juga saya rela..!”

Ada yang bicara, bahwa kelemahan Ahok adalah tidak mampu berkomunikasi dengan baik kepada bawahannya dan anggota DPRD. Karena itulah, ia dimusuhi dan dikerjai.

Kata "berkomunikasi dengan baik" ini menjadi relatif dan subjektif. Bagaimana bisa berkomunikasi dengan baik ketika disekelilingnya semua maling ?

Apa yang dimaksud dengan komunikasi dengan baik ? Apakah harus senyum dan setuju dengan mereka yang berpotensi curang ?

Ahok benar saat menoolak anggaran siluman Rp12 triliun itu, karena jika ia menyetujui dan ketika itu menjadi temuan KPK akan memunculkan skandal baru dan kepalanya bisa ditaruh di penjara. Itu adalah moncong meriam yang ditaruh di keningnya.

Jika-pun akhirnya ia selamat, maka ia harus "berkomunikasi dengan baik" dengan DPRD, dan ia akan terus disandera seumur hidupnya sehingga kebijakannya tidak lagi murni dari hatinya. Ia akhirnya harus menjadi pelacur karena "rahasia"nya ada di tangan germo.

Ahok adalah orang merdeka. Ia tidak ingin punya beban. Ia ingin tidur dengan tenang sampai hari tuanya. Ia tahu, apa yang ia lakukan ditonton anak-anaknya. Dan ia tidak sanggup dicibir keluarganya karena ia ternyata tidak mampu menjadi tauladan bagi keturunannya.

Ia lebih baik berkelahi sekarang daripada satu waktu harus berkelahi dengan anaknya yang sdh tidak menghargainya.

Ahok memang bukan Jokowi. Itu kekurangannya, sekaligus kelebihannya. Ia tidak ingin menjadi Jokowi. Ahok adalah Ahok. Ia seperti Abu Dzar, yang tidak sanggup menahan lisannya ketika ada ketidak-beresan.

Ibarat bidak catur, Ahok adalah benteng. Ia berjalan dengan lurus dan tidak mampu berkelit seperti kuda. Tapi jangan sampai ada musuh di hadapannya. Pasti diterjangnya. Ia juga berfungsi membatasi gerak raja sehingga tidak bisa menyeberang dari garisnya.

Ahok memang bukan Jokowi. Seperti halnya secangkir teh bukan secangkir kopi. Mereka berasal dari buah yang berbeda. Tapi ketika mereka terhidang di meja, mereka sama-sama nikmatnya...

Ditulis Oleh: Denny Siregar, tinggal di Jakarta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »