SECARA bahasa amanah bermakna al-wafa (memenuhi /menyampaikan) dan wadiah (titipan) sedangkan secara definisi amanah berarti memenuhi apa yang dititipkankan kepadanya. Segala sesuatu yang ada dalam genggaman manusia adalah amanat Allah SWT. Agama adalah amanat Allah, bumi dan segala isisnya adalah amanat Allah, keluarga dan anak-anak adalah amanat Allah, bahkan jiwa dan raga manusia bersama potensi yang melekat pada dirinya adalah amanat Allah SWT. Semua harus dipelihara dan dikembangkan.
Salah satu indikator keimanan seseorang adalah kemampuannya dalam mengemban amanah yang diberikan. Sebab, amanah berarti kepercayaan atau bisa dipercaya. Amanah berasal dari akar kata yang sama dengan iman. Jadi, amanah itu implikasi dari iman. Amanah, dari satu sisi dapat diartikan dengan tugas, dan dari sisi lain diartikan kredibilitas dalam menunaikan tugas. Sehingga amanah sering dihubungkan dengan kekuatan. Demikian pula sebaliknya bahwa ciri khas orang munafik adalah khianat dan melalaikan amanah-amanahnya.
Salah satu indikator keimanan seseorang adalah kemampuannya dalam mengemban amanah yang diberikan. Sebab, amanah berarti kepercayaan atau bisa dipercaya. Amanah berasal dari akar kata yang sama dengan iman. Jadi, amanah itu implikasi dari iman. Amanah, dari satu sisi dapat diartikan dengan tugas, dan dari sisi lain diartikan kredibilitas dalam menunaikan tugas. Sehingga amanah sering dihubungkan dengan kekuatan. Demikian pula sebaliknya bahwa ciri khas orang munafik adalah khianat dan melalaikan amanah-amanahnya.
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." (Q.S. Al-Anfaal 27).
Namun, tidak semua orang yang mampu menjalankan amanah yang diberikan kepadanya. Misalnya, amanah jabatan. Dalam ajaran Islam, jabatan itu adalah amanah. Makanya, Islam melarang umatnya untuk meminta-minta jabatan, apatah lagi jika tujuannya adalah untuk mendapatkan berbagai fasilitas dari jabatan yang akan disandangnya. Bahkan, ajaran Islam dengan tegas mengatakan, orang yang melalaikan amanah akan berujung ke dalam api neraka. Dan didunia mungkin saja akan berujung ke kandang Situmbin karena menyia-nyiakan amanah yang diberikan dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Banyak orang yang lurus, ketika amanah itu dipercayakan kepadanya, dia malah menangis menerimanya, bukan malah bergembira. Sebab, dia sadar, tanggungjawab mengemban amanah adalah berat. Jika salah-salah, dia bisa menyebabkan kehancuran dan kegagalan. Dan dia sendiri sebagai pengemban amanah diancam azab dari Allah swt.
Penulis masih ingat, pada Pemilihan Kepala Daerah Gubernur (Pilkadagub) 2010, saat itu Irwan Prayitno tidak lagi disebut-sebut akan mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Barat setelah gagal pada Pilkadagub 2005. Namun menjelang detik-detik terakhir, ternyata PKS, partai tempat dia meniti karir politik, mencalonkan dia sebagai Gubernur Sumatera Barat berpasangan dengan Muslim Kasim. Sontak publik Sumatera Barat terkejut dan peta politik pun berubah dratis.
Setelah resmi dicalonkan partainya waktu itu, Irwan Prayitno pun terpaksa mengemban amanah itu. Dia ditugaskan partai, maka mau tidak mau, dia harus menerima penugasan itu, walau dianggap sangat mendadak dan jauh dari kesiapan. Sosialisasi ke daerah-daerah pun dilakukan. Baliho dipasang, bahkan dia sendiri langsung terjun memasang baliho di jalanan umum daerah ini.
Pada suatu kesempatan, Irwan Prayitno diundang ke Pesantren Darul Jannah Payakumbuh. Pertemuan itu dihadiri oleh semua guru-guru, pengurus, dan tokoh masyarakat. Irwan Prayitno didaulat memberikan kata sambutan. Dia memberikan kata sambutan, tanpa dibumbui kampanye sedikit pun. Usai memberikan kata sambutan, Irwan Prayitno ditanya salah seorang tokoh masyarakat, yaitu Tamrin Manan, tokoh dewan dakwah. Apa sebab Irwan Prayitno mencalonkan diri sebagai Gubernur Sumatera Barat? Padahal sebelumnya namanya tak disebut-sebut akan maju.
Irwan Prayitno pun menjelaskan, dirinya maju karena ditugaskan partai. Dia diberi amanah oleh partai untuk maju sebagai calon Gubernur Sumatera Barat. Dia sendiri tidak pernah minta kepada partai untuk dicalonkan kembali, tetapi partai rupanya melihat dirinya lah yang mampu mengemban amanah itu.
"Sebetulnya, amanah ini berat. Apalagi untuk menjadi gubernur. Saya ini belum tentu mampu menjalani amanah. Pada masa Rasulullah saw., para sahabat tidak mau berebut amanah jabatan. Bahkan jika berebut, itu merupakan pertanda kelemahan. Pernah salah seorang sahabat meminta amanah jabatan kepada Rasulullah saw, tetapi tidak diberi oleh Rasulullah saw. Dari Abu Dzar berkata, saya berkata: Wahai Rasulullah, tidakkah anda menjadikanku sebagai pegawai (pejabat)? Abu Dzar berkata: Kemudian beliau menepuk bahuku dengan tangan beliau seraya bersabda: Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan melaksanakan tugas dengan benar. (HR Muslim). Amanah itu jika tidak diberikan kepada ahlinya akan menimbulkan kehancuran. Puncaknya, jika salah dalam menjalankan amanah, bisa masuk neraka."
Usai membacakan hadis itu, Irwan Prayitno terdiam. Bibirnya tak mampu berkata-kata lagi. Dari raut wajahnya, hadirin tahu dia sedang menahan tangis, namun dia berusaha menyembunyikannya. Hadirin pun terdiam. Baru beberapa saat kemudian, Irwan Prayitno mulai berkata-kata kembali dengan terbata-bata. Irwan Prayitno tentu memahami makna hadis itu secara mendalam, sehingga dibenaknya terbayang, betapa susahnya menjaga amanah itu.
Kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah swt. Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah swt, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.
“Tak ada iman bagi yang tak amanah,” demikian sabda Rasulullah saw dalam sebuah hadis yang riwayatkan Imam Ahmad dalan sunannya. Ini berarti, kalau ada iman, maka ada amanah. Makin kuat iman semakin kuat pula sifat amanah pada seseorang. Amanah juga memiliki implikasi sosial. Wujudnya berupa rasa aman dan kedamaian pada masyarakat. Kata al-amn yang diindonesiakan menjadi rasa aman dan damai berasal dari akar kata yang sama dengan amanah.
Ini juga mengandung makna bila pemimpin amanah, bisa dipercaya, lantaran dapat melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab, maka kehidupan masyarakat akan aman dan damai. Semakin pemimpin amanah, semakin rakyat aman dan sejahtera. Dalam bahasa modern, amanah itu disebut trust (kepercayaan) atau trustworthiness (layak dan bisa dipercaya).
Pemimpin amanah harus memiliki kapabilitas, yaitu kemampuan atau kompetensi. Ini diukur antara lain, melalui kepandaian dan ilmu, keterampilan mengelola dan memimpin . Manusia secara umum sulit atau tidak bisa memberi kepercayaan kepada orang yang bodoh atau tidak kompeten.
Selain itu, pemimpin yang amanah harus memiliki integritas, yakni kualitas moral dan keluhuran budi pekerti. Integritas menunjuk pada satunya kata dan laku perbuatan. Dalam intergirtas itu terdapat karakter. Dalam integritas, juga terdapat kejujuran, yang berarti berkata benar atau mengatakan apa yang dilakukan dan melakukan apa yang dikatakan. Integritas sangat penting karena masyarakat tidak mungkin bisa memercayai orang yang tidak memiliki integritas tinggi. Apalagi orang yang sudah nyata-nyata cacat secara moral, karena korupsi, menyuap, dan berbagai tindak kejahatan lainnya.
Berikutnya, pemimpin yang amanah harus mampu melihatkan bukti dan hasil. Pada akhirnya, pemimpin disebut amanah saat sanggup membuktikan kepada rakyat dan dunia, kepemimpinan yang diembannya membawa perubahan bagi kemajuan bangsa dan peradaban.
Sudah menjadi tugas pemimpin untuk mengingatkan anak buahnya agar melaksanakan amanah jabatan yang diberikan dengan sebaik-baiknya. Sebab, jika anak buahnya lalai dalam menunaikan amanah tugas yang diberikan, maka tentu akan berujung kepada kehancuran dan kegagalannya sebagai seorang pemimpin. Makanya, seorang pemimpin yang cerdik, tidak akan mau memberikan amanah jabatan kepada anak buah yang meminta jabatan itu, karena itu menunjukan kelemahannya. Ini berkaca kepada hadis tentang Abu Dzar di atas.
Satu lagi cerita menarik tentang Irwan Prayitno. Cerita ini masih seputar amanah jabatan. Pada 17 Januari 2011, Ia melantik Suprapto menggantikan Dodi Ruswandi sebagai Kepala Dinas Prasjal dan Tarkim Sumbar yang baru di Aula Kantor Gubernur Sumbar. Sementara Dodi Ruswandi sendiri telah menempati posnya yang baru sebagai Direktur Logistik BNPB di Jakarta. Usai melantik Suprapto, Irwan Prayitno memberikan kata sambutan.
"Bapak-bapak jangan senang dengan pelantikan ini. Karena yang sekarang bapak-bapak sandang adalah amanah. Kalau tidak mampu menjalankan amanah, pekerjaan kita bisa hancur dan kita bisa gagal. Saya pada malam hari, ketika melaksanakan sholat tahajud, jika mengingat amanah yang sada jalani, saya pun menangis. Kalaulah boleh saya menolak, maka saya tidak akan menerima amanah ini."
Sampai pada kalimat itu, Irwan Prayitno pun terdiam. Baru beberapa menit kemudian dia terbata-bata melanjutkan kata sambutannya.
"Untuk itu, jalankanlah amanah dengan sebaik-baiknya. Amanah ini berat. Oleh karena itu jangan berhenti bekerja, harus 7 x 24 jam bekerja. Amanah ini melekat pada diri kita. Saya perintahkan eselon II, 7 x 24 jam telepon selularnya tidak boleh mati. Rapat itu bisa kapan saja, bisa pagi, bisa siang, bisa malam. Dan saya sudah mewakafkan diri saya untuk masyarakat dan inilah amanat dari partai saya."
Semua hadirin yang hadir waktu itu, termasuk wartawan yang meliput pun terharu mendengar kata sambutan Irwan Prayitno ini. Namun, beberapa media sempat membikin heboh publik Sumatera Barat dengan berita pelantikan tersebut. Mereka tulis Irwan Prayitno menyesal menjadi gubernur dan cukup sekali saja menjadi gubernur. Padahal, kalimat, "Kalaulah boleh saya menolak, maka saya tidak akan menerima amanah ini," adalah semacam tahqiq atau penguatan dalam bahasa Arab terhadap apa yang dimaksud tadi, yaitu amanah. Bahwa aman itu teramat berat untuk dipikul, untuk itu pengemban amanah harus hati-hati dalam mengemban dan menjalankan amanah itu.
Wallahul muwafiq ila aqwamith thariq, semoga Allah menuntun kita ke jalan yang paling lurus dalam pemilihan Gubernur Sumatera Barat tanggal 9 Desember 2015 mendatang. Amin.
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya, SHI
Wakil Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kota Padang
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »