MASING-MASING periode kepamimpinan di Sumatera Barat berhasil menorehkan prestasinya. Gubernur legendaris Harun Zain (1966-1977) yang menggantikan Gubernur Kaharudin Datuk Rangkayo Basa (1958-1965) dianggap berhasil mengembalikan kepercayaan diri dan harga diri orang Minang yang redup pasca pergolakan PRRI yang ditumpas pemerintah pusat dengan operasi militer. Selama 11 tahun menjadi gubernur, Harun Zain berhasil mengubah Sumatera Barat dari negeri yang porak-poranda akibat perang saudara menjadi salah satu provinsi termaju di Indonesia.
Gubernur Azwar Anas (1977-1987) yang menggantikan Harun Zain tak kalah kharismatik. Dia berhasil memimpin “Ranah Minang” dengan meraih penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha, diserahkan langsung oleh Presiden Soeharto di Istana Negara pada 22 Agustus 1984. Azwar Anas lantas dipromosikan menjadi Menteri Perhubungan pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993). Parasamya Purnakarya Nugraha adalah penghargaan negara tertinggi yang diberikan kepada daerah yang dinilai berhasil melaksanakan pembangunan dalam skala nasional.
Gubernur Azwar Anas (1977-1987) yang menggantikan Harun Zain tak kalah kharismatik. Dia berhasil memimpin “Ranah Minang” dengan meraih penghargaan Parasamya Purnakarya Nugraha, diserahkan langsung oleh Presiden Soeharto di Istana Negara pada 22 Agustus 1984. Azwar Anas lantas dipromosikan menjadi Menteri Perhubungan pada Kabinet Pembangunan V (1988-1993). Parasamya Purnakarya Nugraha adalah penghargaan negara tertinggi yang diberikan kepada daerah yang dinilai berhasil melaksanakan pembangunan dalam skala nasional.
Sedangkan, Gubernur Hasan Basri Durin (1987-1997) memperkenalkan konsepsi pembangunan pedesaan pada masa jabatan yang pertama, serta merancang dan melaksanakan konsep outward looking (menoleh keluar) untuk masa jabatan lima tahun kedua. Mendorong investasi dan membuka kesempatan kerja secara signifikan. Di bawah kepemimpinan HBD Sumatera Barat kembali meraih prestasi terbaik nasional: Prayojana Krya Pata Parasamya Purnakarya Nugraha Pelita V (1994). Satu-satunya pula provinsi di luar Jawa yang meraih bukti keberhasilan ini.
Gubernur Zainal Bakar (2000-2005) yang menggantikan Gubernur Muchlis Ibrahim (1997-1999), walaupun hanya menjabat satu periode, cukup banyak juga lekat tangannya. Di antaranya, menuntaskan pembangunan Bandara Ketaping (kini Bandara Internasional Minangkabau), memulai pembangunan fly over Kelok Sembilan, mambangun jalan dua jalur Tabing – Duku, dan sejumlah proyek lainnya.
Sementara itu, Gamawan Fauzi (2005-2009), Gubernur Sumatera Barat pertama yang dipilih langsung oleh rakyat. Ia berhasil menjadikan Sumatera Barat sebagai embarkasi haji, merintis pembangunan Masjid Raya, membuka jalur alternatif Padang – Bukittinggi dengan membuka jalur Sicincin – Malalak, meneruskan pembangunan Kelok Sembilan, serta menyelesaikan fly over Padang By Pass ke BIM. Gamawan Fauzi kemudian digantikan oleh Gubernur Marlis Rahman (2009-2010) karena diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Dalam Negeri.
Untuk periode 2010-2015, Irwan Prayitno Datuk Rajo Bandaro Basa terpilih sebagai Gubernur Sumatera Barat mengalahkan Marlis Rahman dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2010. Irwan dilantik pada tanggal 15 Agustus 2010 dan resmi menjadi gubernur ke sembilan Sumatera Barat. Suasana pelantikan Irwan berlangsung sederhana, bertempat di garasi mobil gedung DPRD Sumatera Barat. Ia diambil sumpahnya sebagai gubernur oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi disaat Sumatera Barat berada dalam kondisi hancur akibat gempa bumi 30 September 2009.
Tentunya kita dapat membayangkan, tugas berat yang dipikul Irwan Prayitno. Ditengah kondisi APBD Sumbar yang minus, Sang Datuk dari Pauh IX Kuranji tersebut harus memulihkan kondisi Ranah Minang yang hancur akibat gempa bumi 30 September 2009. Padahal, gempa 2007 masih dirasakan dampaknya oleh warga Sumatera Barat yang tinggal dikawasan "darek". Apatah lagi, tragedi gempa 30 September 2009 tidak dinyatakan sebagai bencana nasional. Alamat bantuan dana APBN akan sulit dikucurkan untuk memulihkan kondisi yang porak poranda tersebut.
Kerugian akibat gempa bumi 30 September tahun 2009 adalah Rp21 triliun, sebagaimana disampaikan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dengan korban tewas 1.117 jiwa. Korban luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sekitar 279.432 penduduk mengalami kerusakan, dimana 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, dan 78.604 rumah rusak ringan. Data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar menyebutkan, fasilitas perkantoran yang rusak terdapat 442 unit, sarana prasarana pendidikan 4.748 unit, kesehatan 153 unit, jembatan 68 unit, pasar 58 unit, dan tempat ibadah 2.851 unit.
Sumbar tak hanya hancur secara fisik, tetapi mental masyarakat pun down. Ini dibuktikan banyaknya warga yang eksodus ke luar Sumatera Barat, terutama warga Tinghoa keturunan di Pondok Padang. Warga yang tinggal di tepi pantai pun eksodus ke dataran tinggi, misalnya yang tinggal sepenjang pantai Padang banyak yang pindah Kuranji, Pauh, dan daerah lainnya. Aset-aset warga yang bermukim di kawasan pantai dan dibangun miliaran rupiah jatuh harganya.
Ketakutan warga untuk bermukim ditepi pantai semakin bertambah dengan adanya isu tsunami megatrans yang akan menenggelamkan pemukiman di sepanjang pantai barat Sumatera. Warga pun menjual aset mereka dengan harga yang rendah dan membangun kehidupan yang baru di kawasan yang lebih tinggi. Sebaliknya, warga yang cerdas membeli aset di kawasan pantai dan kemudian membangunnya kembali pasca gempa 30 September 2009. Kebanyakan yang membeli adalah warga keturunan Tinghoa. Saat ini, gedung-gedung megah, hotel, dan perkantoran sudah berdiri berjejeran, tak jauh dari kawasan pantai.
Kondisi perekonomian Sumatera Barat terpuruk, banyak pengangguran dan kemiskinan bertambah banyak. Hotel-hotel banyak yang rusak, dunia pariwisata hancur, tingkat kunjungan turis merosot. Jalur penerbangan dari Singapura putus, jumlah penerbangan pun menukik tajam. Apalagi Sumatera Barat dikenal sebagai daerah supermarket bencana. Banjir, longsor, letusan gunung merapi, abrasi pantai, galodo, gempa bumi, tsunami, angin puting beliung, kemarau panjang, kabut asap pernah terjadi. Kondisi ini diperparah dengan gempa dan tsunami Mentawai yang terjadi pada 25 Oktober 2010 dengan 7,7 skala richter. Karena itu penanganan pembangunan di Sumatera Barat perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi kebencanaan tersebut.
Irwan Prayitno membawa Sumbar bangkit dari keterpurukan tersebut. Ditengah minusnya APBD Sumatera Barat pada tahun 2010, ditambah belum adanya rehab rekon gempa 30 September 200 dan baru pada bulan Oktober 2010 rehab rekon dilakukan. Usai membangun kembali 197.751 rumah masyarakat yang luluhlantak akibat gempa, secara bertahab dimulai pembangunan sarana publik dan kantor pemerintah yang rusak akibat gempa. Sudah puluhan gedung pemerintah yang dibangun ulang, retrofit (penguatan struktur), dan direhab dalam rentang waktu 2011-2015.
Sejak Oktober 2010 sampai Desember 2014, tercatat 18 gedung telah selesai dibangun dengan anggaran Rp584,97 miliar. Diantaranya adalah pembangunan escape building Rp59,36 miliar, kantor Bappeda Rp24,12 miliar, Pasar Raya Padang Rp65,94 miliar, RSUP M Djamil Padang Rp75,36 miliar, gedung Mapolda Sumbar Rp147,36 miliar, Kejati Rp49,37 miliar, gedung Badan Perpustakaan dan Arsip Rp31,10 miliar, Dinas Peternakan Rp18,80 miliar, Dinas Prasjaltarkim Rp82,62 miliar, dan gedung LKAAM Rp11,06 miliar. Sedangkan rehab gedung dilakukan pada 36 gedung dengan biaya Rp71,24 miliar.
Dari periode Agustus 2010 - Desember 2014, mulai dari kantor DPD KNPI Sumbar, gedung wanita Rohana Kudus, kantor Inspektorat Sumbar, terakhir retrofit tiga gedung senilai Rp66,02 miliar, masing-masing terhadap kantor Gubernur Sumbar dengan biaya Rp26,24 miliar, lalu gedung Diklat Sumbar dengan biaya Rp4,612 miliar dan kantor DPRD Sumbar menelan biaya Rp35,17 miliar. Setelah hampir seluruh gedung pemerintahan dibangun, terhitung mulai tahun 2015 ini, Pemprov Sumbar mulai membangun gedung-gedung baru sesuai program pembangunan jangka menengah (RPJMD).
Kerja keras dan profesional, serta saling bahu membahu multi stake holders ini mendapat apresiasi dari Pemerintah Pusat yaitu mendapat empat penghargaan sekaligus: Terbaik I Nasional dalam Pelaksanaan Tanggap Darurat,Terbaik I Nasional dalam Pelaksanaan Rehab Rekon Pascabencana, Terbaik II Kategori Akuntabilitas Bidang Kebencanaan dan Terbaik III Bidang Mitigasi. Penghargaan ini diterima pada tahun 2011. Pada tahun 2013 diperoleh lagi penghargaan Rehab Rekon Tercepat. Sumbar berhasil menyelesaikan rehab rekon sebanyak 197.636 rumah masyarakat yang menelan dana sebesar Rp 2,714 triliun dengan tepat waktu.
Dalam sambutannya, berkali-kali Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Syamsul Maarif mengatakan bahwa Sumatera Barat patut dijadikan contoh bagi daerah lain dalam pelaksanaan penanganan pascabencana. Beliau juga mengatakan Pemerintah Pusat tidak ragu-ragu mengucurkan dana dalam jumlah besar ke Sumatera Barat, karena yakin dana tersebut pasti dimanfaatkan sebagaimana mestinya dan bisa dipertanggung jawabkan.
Kini pemandangan seperti 3 atau 4 tahun lalu itu tak nampak lagi, bahkan nyaris tak berbekas. Kantor-kantor yang dulu rubuh telah dibangun lagi dan diganti dengan yang lebih baik dan lebih kokoh. Begitu juga rumah masyarakat dan fasilitas-fasilitas umum yang dulu luluh lantak telah dibangun lagi dan kembali berfungsi normal. Hotel-hotel dan aktifitas ekonomi lainnya kembali menggeliat. Suasana mencekam, kini tak terlihat lagi bahkan nyaris terlupakan. Sejumlah escape building telah dibangun. Berbagai upaya dilakukan untuk meyakinkan investor bahwa Sumbar sudah aman dan menguntungkan untuk berinvestasi. Kini investor telah berdatangan ke Sumatera Barat. Belasan hotel yang rusak telah direnovasi dan kembali beroperasi. Belasan lainnya merupakan hotel yang baru dibangun. Sungguh sebuah rahmat, justru terjadi penambahan lebih 2.000 kamar hotel pascagempa.
"Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (QS. Ibrahim ayat 34). "Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?" (QS. Ar- Rahman ayat 25).
Robbanaa aatinaa min ladunka rohmatan wa hayyi lanaa min amrinaa rosyadaa. Laa ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadz dzolimin. Ya Allah, berilah rahmat pada kami dan beri kami petunjuk yang lurus serta sempurna. Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zholim. Wallahu A'alam Bishawab.
Ditulis Oleh :
Zamri Yahya
Waki Ketua Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kota Padang
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »