![]() |
Presiden Joko Widodo. |
BENTENGSUMBAR.COM - Pernyataan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengenai adanya rapat-rapat yang mengarah kepada makar atau penggulingan pemerintah dalam rencana aksi unjuk rasa pada 2 Desember mendatang mendapat respon dari Presiden Joko Widodo.
Presiden Jokowi menegaskan, sudah menjadi tugas Polri dan TNI untuk mewaspadai segala hal yang membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang membahayakan demokrasi di negeri ini.
“Tugasnya Polri dan TNI, dan semuanya harus merujuk pada ketentuan-ketentuan hukum yang ada. Sudah dari saya itu,” tegasnya.
Saat ditanya wartawan mengenai ada tidaknya info terkait aksi 2 Desember itu, Presiden Jokowi menegaskan, tidak ada. Namun ia mengutip apa yang disampaikan Kapolri, yang sudah memberikan jaminan keamanan.
“Enggak ada apa-apa. Kemarin saya ke mall juga tidak ada apa-apa, ya ramai saja, enggak ada apa-apa,” ujarnya.
Presiden Jokowi meminta media jangan malah ikut memanas-manaskan. Ia menyebutkan, situasi di pasar juga ramai, situasi di mall juga ramai, situasi di jalan juga masih macet.
“Jadi enggak ada, sekali lagi, enggak ada,” tegasnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot bertemu membahas rencana aksi 25 November dan 2 Desember. Keduanya memberi arahan kepada seluruh pejabat Polri dan TNI melalui video conference membicarakan langkah penanganan aksi yang diduga bakal mengancam keutuhan NKRI.
"Intinya mengantisipasi aksi tanggal 25 November dan 2 Desember. Info yang kami terima 25 November ada unjuk rasa di DPR, namun ada upaya-upaya tersembunyi dari kelompok-kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha untuk menguasai DPR," kata Tito.
Antisipasi diperlukan karena tindakan bertujuan menggulingkan pemerintah bertentangan dengan UU. Sanksi pelanggaran hukum itu diatur dalam Pasal 104 dan 107 KUHP.
Pasal 104 mengatur soal aksi makar dengan maksud membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah. Tindakan itu diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Sementara itu, Pasal 107 ayat (1) berbunyi "makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun." Ayat (2) berbunyi "para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun."
"Kalau bermaksud menggulingkan pemerintahan, itu masuk pasal makar. Kalau ada upaya itu, kami pencegahan dengan memperkuat gedung DPR MPR sekaligus membuat rencana kontijensi, tegas, terukur sesuai undang-undang. Kalau terjadi kami lakukan tindakan-tindakan penegakan hukum," tegas Tito. (ml/setkab.go.id/metrotvnews.com)
Presiden Jokowi menegaskan, sudah menjadi tugas Polri dan TNI untuk mewaspadai segala hal yang membahayakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang membahayakan demokrasi di negeri ini.
“Tugasnya Polri dan TNI, dan semuanya harus merujuk pada ketentuan-ketentuan hukum yang ada. Sudah dari saya itu,” tegasnya.
Saat ditanya wartawan mengenai ada tidaknya info terkait aksi 2 Desember itu, Presiden Jokowi menegaskan, tidak ada. Namun ia mengutip apa yang disampaikan Kapolri, yang sudah memberikan jaminan keamanan.
“Enggak ada apa-apa. Kemarin saya ke mall juga tidak ada apa-apa, ya ramai saja, enggak ada apa-apa,” ujarnya.
Presiden Jokowi meminta media jangan malah ikut memanas-manaskan. Ia menyebutkan, situasi di pasar juga ramai, situasi di mall juga ramai, situasi di jalan juga masih macet.
“Jadi enggak ada, sekali lagi, enggak ada,” tegasnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Jenderal Gatot bertemu membahas rencana aksi 25 November dan 2 Desember. Keduanya memberi arahan kepada seluruh pejabat Polri dan TNI melalui video conference membicarakan langkah penanganan aksi yang diduga bakal mengancam keutuhan NKRI.
"Intinya mengantisipasi aksi tanggal 25 November dan 2 Desember. Info yang kami terima 25 November ada unjuk rasa di DPR, namun ada upaya-upaya tersembunyi dari kelompok-kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha untuk menguasai DPR," kata Tito.
Antisipasi diperlukan karena tindakan bertujuan menggulingkan pemerintah bertentangan dengan UU. Sanksi pelanggaran hukum itu diatur dalam Pasal 104 dan 107 KUHP.
Pasal 104 mengatur soal aksi makar dengan maksud membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah. Tindakan itu diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun.
Sementara itu, Pasal 107 ayat (1) berbunyi "makar dengan maksud untuk menggulingkan pemerintah, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun." Ayat (2) berbunyi "para pemimpin dan para pengatur makar tersebut dalam ayat 1, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara paling lama dua puluh tahun."
"Kalau bermaksud menggulingkan pemerintahan, itu masuk pasal makar. Kalau ada upaya itu, kami pencegahan dengan memperkuat gedung DPR MPR sekaligus membuat rencana kontijensi, tegas, terukur sesuai undang-undang. Kalau terjadi kami lakukan tindakan-tindakan penegakan hukum," tegas Tito. (ml/setkab.go.id/metrotvnews.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »