BENTENGSUMBAR.COM - Pengalaman matang saat menjabat Kepala Densus 88 Antiteror, membuat Kapolri Jenderal Tito Karnavian berbagi cerita. Pasalnya, Tito tidak terima jika detasemen sepesialis teroris yang pernah dipimpinnya itu, dituding telah merekayasa suatu penindakan kasus dugaan teror di Bintara, Bekasi, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.
"Rekan-rekan yang ada di Densus (88 Antiteror) ini (anggota) Polri. Bukan sutradara. Kami (Densus 88) tidak pernah belajar jadi sutradara," tegas Tito usai sertijab enam Kapolda di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 16 Desember 2016.
Alumni Akpol 1987 itu mengatakan, selama dirinya di Densus 88 Antiteror, tidak ada pelatihan menjadi sutradara. Termasuk sejumlah terduga teroris yang diamankan, bukanlah aktor atau aktris yang bisa diarahkan begitu saja.
Apalagi soal pengungkapan terorisme yang kerap menjadi sorotan publik.
"Para tersangka yang ditangkap ini juga bukan aktor, bukan aktris yang pandai memainkan drama. Karena mereka bukan aktor, ngapain juga dia pasang badan seolah-olah mau ngebom," tutur mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tersebut.
Saat ini, polisi telah mengamankan 12 terduga teror bom Bintara, yang diamankan di lokasi berbeda. Penangkapan terduga komplotan itu merupakan pengembangan dari tiga terduga yang pertama kali diamankan di sebuah kos-kosan di Jalan Bintara Jaya VIII, Sabtu, 10 Desember 2016.
Meski demikian, Tito menjamin, pihak intelijen Polri, terus memonitor pergerakan kelompok teroris terkait jaringan yang sama selama 24 jam.
Hal ini, sekligus pembuktian, jika tidak ada rekyasa dalam penindakan dugaan teror komplotan Bintara yang disebut masih jaringan Bahrun Naim tersebut.
"Semua orang bisa melihat, bahkan merekam yang terjadi. Jadi, sutradara Hollywood, seperti apa pun jagonya, tidak akan mampu merekayasa kasus seperti ini," pungkas mantan Kapolda Metro Jaya kelahiran Palembang itu.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta agar publik jangan asal menyebut penangkapan teroris sebagai pengalihan isu apabila tidak memiliki bukti kuat. Tito menegaskan agar siapa pun, termasuk anggota DPR, agar jangan mudah menyebut kinerja yang dilakukan kepolisian sebagai pengalihan isu.
"Jangan terlalu mudah menyampaikan (pengalihan isu). Apalagi kalau seorang anggota DPR pejabat menyampaikan pengalihan isu. Kita ingin tanya," tegas Tito.
Pernyataan Tito itu menyinggung tentang anggota DPR Eko Hendro Purnomo yang disebut mengatakan penangkapan teroris adalah pengalihan isu dari sidang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Tito pun menyebut bahwa Eko telah dipanggil untuk dimintai keterangan dan menyebut bisa saja Eko dikenai pidana.
"Sementara ini kita akan undang. Kita lihat punya data enggak. Enggak main-main kita. Kalau tidak punya data, pertanggungjawabkan. Bisa pidana, bisa juga minta maaf ke publik," ujar Tito.
"Jadi sekali lagi, pengalihan isu tidak ada. Jadi teman-teman berdasarkan kerja keras mereka. Kegiatan intelijen yang memonitor terus 24 jam," tegasnya.
Sesuai dengan surat panggilan, Eko Patrio diminta untuk menghadap ke penyidik Subdit I Direktorat Tindak Pidana Umum atas laporan polisi LP/1233/XII/2016/Bareskrim, dengan pelapor Sofyan Armawan.
Eko dipanggil untuk diambil keterangannya sebagai saksi dugaan tindak pidana kejahatan terhadap Penguasa Umum Pasal 207 KUHP, dan UU No 11 tahun 2008 tentang ITE. (bs/rmol.co/detik.com)
"Rekan-rekan yang ada di Densus (88 Antiteror) ini (anggota) Polri. Bukan sutradara. Kami (Densus 88) tidak pernah belajar jadi sutradara," tegas Tito usai sertijab enam Kapolda di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, 16 Desember 2016.
Alumni Akpol 1987 itu mengatakan, selama dirinya di Densus 88 Antiteror, tidak ada pelatihan menjadi sutradara. Termasuk sejumlah terduga teroris yang diamankan, bukanlah aktor atau aktris yang bisa diarahkan begitu saja.
Apalagi soal pengungkapan terorisme yang kerap menjadi sorotan publik.
"Para tersangka yang ditangkap ini juga bukan aktor, bukan aktris yang pandai memainkan drama. Karena mereka bukan aktor, ngapain juga dia pasang badan seolah-olah mau ngebom," tutur mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) tersebut.
Saat ini, polisi telah mengamankan 12 terduga teror bom Bintara, yang diamankan di lokasi berbeda. Penangkapan terduga komplotan itu merupakan pengembangan dari tiga terduga yang pertama kali diamankan di sebuah kos-kosan di Jalan Bintara Jaya VIII, Sabtu, 10 Desember 2016.
Meski demikian, Tito menjamin, pihak intelijen Polri, terus memonitor pergerakan kelompok teroris terkait jaringan yang sama selama 24 jam.
Hal ini, sekligus pembuktian, jika tidak ada rekyasa dalam penindakan dugaan teror komplotan Bintara yang disebut masih jaringan Bahrun Naim tersebut.
"Semua orang bisa melihat, bahkan merekam yang terjadi. Jadi, sutradara Hollywood, seperti apa pun jagonya, tidak akan mampu merekayasa kasus seperti ini," pungkas mantan Kapolda Metro Jaya kelahiran Palembang itu.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian meminta agar publik jangan asal menyebut penangkapan teroris sebagai pengalihan isu apabila tidak memiliki bukti kuat. Tito menegaskan agar siapa pun, termasuk anggota DPR, agar jangan mudah menyebut kinerja yang dilakukan kepolisian sebagai pengalihan isu.
"Jangan terlalu mudah menyampaikan (pengalihan isu). Apalagi kalau seorang anggota DPR pejabat menyampaikan pengalihan isu. Kita ingin tanya," tegas Tito.
Pernyataan Tito itu menyinggung tentang anggota DPR Eko Hendro Purnomo yang disebut mengatakan penangkapan teroris adalah pengalihan isu dari sidang Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Tito pun menyebut bahwa Eko telah dipanggil untuk dimintai keterangan dan menyebut bisa saja Eko dikenai pidana.
"Sementara ini kita akan undang. Kita lihat punya data enggak. Enggak main-main kita. Kalau tidak punya data, pertanggungjawabkan. Bisa pidana, bisa juga minta maaf ke publik," ujar Tito.
"Jadi sekali lagi, pengalihan isu tidak ada. Jadi teman-teman berdasarkan kerja keras mereka. Kegiatan intelijen yang memonitor terus 24 jam," tegasnya.
Sesuai dengan surat panggilan, Eko Patrio diminta untuk menghadap ke penyidik Subdit I Direktorat Tindak Pidana Umum atas laporan polisi LP/1233/XII/2016/Bareskrim, dengan pelapor Sofyan Armawan.
Eko dipanggil untuk diambil keterangannya sebagai saksi dugaan tindak pidana kejahatan terhadap Penguasa Umum Pasal 207 KUHP, dan UU No 11 tahun 2008 tentang ITE. (bs/rmol.co/detik.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »