Jadi Tersangka, Bendahara MUI Ini Tak Penuhi Panggilan Penyidik KPK

Jadi Tersangka, Bendahara MUI Ini Tak Penuhi Panggilan Penyidik KPK
BENENGSUMBAR.COM - Tersangka suap Bakamla, Fahmi Darmawansyah, diketahui menjabat bendahara di Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid mengatakan, Fahmi merupakan suami artis Inneke Koesherawati.

PT Melati Technofo Indonesia, yang dipimpin Fahmi, merupakan pemenang lelang pengadaan satelit monitoring di Bakamla. Eko, yang merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA), disebut KPK berperan untuk memenangkan PT Melati Technofo Indonesia tersebut.

Suap diberikan kepada Eko Susilo untuk memenangkan tender online di Bakamla. Hingga kini, penyidik KPK masih fokus mendalami kasus yang disebut oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarif bernilai total proyek Rp 200 miliar dengan anggaran dari APBN-P 2016 ini. 

Namun, Fahmi Dharmawansyah tak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, 22 Desember 2016. Fahmi sedianya diperiksa sebagai saksi kasus dugaan suap proyek satelit monitor di Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang juga menjeratnya sebagai tersangka.

Keterangan suami dari artis Inneke Koesherawati tersebut dibutuhkan penyidik untuk melengkapi berkas penyidikan Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama (Sestama) Bakamla, Eko Susilo Hadi yang juga berstatus tersangka kasus ini.

"Hari ini dijadwalkan pemeriksaan terkait dugaan suap pengadaan di Bakamla RI yaitu saudara FD (Fahmi Dharmawansyah). Yang bersangkutan tidak datang," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis, 22 Desember 2016.

Febri mengatakan, ketidakhadiran Fahmi dalam pemanggilan pertama ini disampaikan oleh tim kuasa hukumnya. Kepada penyidik, tim kuasa hukum Fahmi meminta pemeriksaan ini dijadwalkan ulang.

"Penyidik dapat permintaan penjadwalan ulang dari kuasa hukum," katanya.

Kuasa hukum Fahmi meyakinkan penyidik, kliennya bakal hadir dalam pemanggilan berikutnya. "Ada pemahaman untuk panggilan berikutnya FD akan datang," katanya.

Fahmi diduga telah memberikan uang suap kepada Eko yang merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) proyek satelit monitor di Bakamla agar proyek senilai Rp 200 miliar tersebut digarap PT MTI. Uang suap sebesar Rp 2 miliar diberikan Fahmi kepada Eko melalui dua pegawainya, M Adami Okta dan Hardy Stefanus.

Namun, sejak ditetapkan sebagai tersangka pada Kamis, 15 Desember 2016, hingga saat ini Fahmi masih berada di luar negeri. Fahmi diduga meninggalkan Indonesia pada Senin (12/12) atau dua hari sebelum Tim Satgas KPK menangkap Eko, M Adami Okta, Hardy dan seorang pegawai PT MTI lainnya, Danang Sri Rhadityo dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 14 Desember 2016.

Disinggung mengenai keberadaan Fahmi saat ini, Febri enggan menyebut secara pasti. Yang pasti, penyidik telah mengantongi lokasi Fahmi. Untuk itu, KPK meminta Fahmi memenuhi panggilan penyidik dan mengikuti proses hukum yang dihadapinya. Tidak menutup kemungkinan KPK akan melakukan upaya paksa jika Fahmi masih mangkir hingga pemanggilan ketiga.

"FD hari ini dipanggil sebagai saksi ESH (Eko Susilo Hadi) sudah dipanggil patut, kita akan panggil ulang kalau sebagai saksi bisa dua panggilan dan berikutnya dipertimbangkan pemanggilan paksa, tapi kita tahu persis FD adalah salah satu tersangka pasca-operasi tangkap tangan (OTT) minggu lalu dan berbagai usaha dilakukan tapi penyidik belum sampai pada kesimpulan menerapkan pasal menghalang-halangi penyidikan atau pasal lain di luar yang diumumkan sebelumnya," katanya. (bs/beritasatu.com)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »