BENTENGSUMBAR.COM - Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas meminta pemerintah serius terkait wacana penertiban organisasi kemasyarakatan (ormas) radikal yang kerap menggunakan kekerasan.
Menurut Yaqut, jika keberadaan ormas radikal dibiarkan tanpa ada tindakan tegas, hal itu akan berpotensi menimbulkan konflik horizontal yang semakin besar.
"Saya khawatir kalau aparat tidak bertindak tegas, terus-menerus lunak terhadap ormas radikal, nanti masyarakat sipil yang akan mengambil tindakan sendiri," ujar Yaqut saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa, 24 Januari 2017.
Menurut dia, mayoritas masyarakat yang moderat tak setuju dengan cara ormas radikal dalam menyebarkan pemahamannya.
Namun, mereka memilih tidak mengambil tindakan untuk meredam potensi konflik horizontal.
"Teman-teman Ansor di daerah sudah kehabisan kesabaran. Mereka ingin ambil jalan sendiri. Saya berharap ini tidak terjadi. Aparat hukum jika tidak bertindak, saya khawatir bukan hanya Ansor, melainkan juga kelompok lain yang tidak suka cara ormas radikal memecah belah masyarakat dan ini konflik horizontal," kata dia.
Yaqut mengatakan, dalam melakukan penertiban, pemerintah harus membuat kebijakan yang jelas terkait definisi radikal.
Hal tersebut untuk menghindari adanya pasal karet untuk membungkam kelompok masyarakat yang mengkritik pemerintah.
"Tentu kami sepakat penertiban. Tetapi, tentu tidak semena-mena, harus ada ukurannya. Ormas seperti apa yang akan dibubarkan. Kekerasan definisinya harus jelas supaya penerapannya tidak karet," kata Yaqut.
Secara terpisah, Kepala Satkornas Barisan Ansor Serba Guna (Banser) Alfa Isnaeni meminta pemerintah menindak ormas radikal untuk menghindari konflik.
Alfa menuturkan, saat ini di daerah telah muncul berbagai gerakan menolak kekerasan ormas radikal, antara lain di Bali, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, NTB, dan Bangka Belitung.
Gerakan tersebut merupakan reaksi perlawanan dari mayoritas masyarakat.
"Banser mendesak negara jangan kalah terhadap keberadaan FPI dan ormas-ormas sejenis yang melakukan ancaman dan tindakan kekerasan serta kerap menyatakan ujaran kebencian sebagai model gerakannya," kata Alfa.
Cita-cita Ormas Radikal Itu Merebut Kekuasaan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas meminta masyarakat tidak mudah terpengaruh ajaran organisasi kemasyarakatan (ormas) radikal berbasis keagamaan.
Yaqut menuturkan, dalam setiap wacana yang disebarkan ormas radikal untuk merekrut anggota baru, selalu tersembunyi kepentingan politik yang menjadi agenda utama mereka, yakni merebut kekuasaan.
"Cita-cita mereka itu merebut kekuasaan untuk membuat Daulah Islamiyah, menjadikan NKRI sebagai negara Khilafah Islamiyah. Memang itu target politiknya," ujar Yaqut, sebagaimana dilansir kompas.com, Selasa, 24 Januari 2017.
Yaqut menjelaskan, untuk mencapai tujuan tersebut ormas radikal tidak segan untuk menggunakan isu agama dan kekerasan.
Tidak hanya itu, mereka juga menjanjikan kepada para pengikutnya pemerataan keadilan dan kesejahteraan.
Kelompok ini, kata Yaqut, bergerak massif melancarkan propaganda melalui media sosial.
Yaqut pun mengingatkan bahwa pemerintah harus melihat hal tersebut sebagai ancaman terhadap keutuhan bangsa.
"Omong kosong, tidak ada itu pemerataan keadilan dan kesejahteraan. Islam memang mendorong umatnya untuk sejahtera. Mendorong umatnya untuk berperilaku adil, tapi harus proporsional," ungkapnya.
Majelis Dzikir Djalalul Ansor
Melihat maraknya penyebaran paham radikal, Yaqut memastikan bahwa Ansor berperan dalam melakukan pencegahan.
Pada tahun 2012, Ansor membentuk sebuah badan otonom yang bernama Majelis Dzikir Djalalul Ansor.
Majelis tersebut beranggotakan para kiai muda pengasuh pondok pesantren yang cenderung moderat.
"Setiap hari mereka keliling ke jemaahnya, melakukan pengajian untuk menyampaikan islam itu rahmatan lil' alamin," tutur Yaqut.
Yaqut mengungkapkan, pada dasarnya tidak ada satu pun dalil dalam ajaran Islam yang menganjurkan kekerasan karena Islam diturunkan sebagai agama yang mengendalikan nafsu manusia.
Ketika ada kelompok yang melakukan kekerasan dengan dalih ajaran Islam maka masyarakat harus mempertanyakan dasar pemahaman kelompok tersebut.
"Mereka harus dipertanyakan, belajar agamanya di mana. Karena Islam itu kata dasarnya salam yang artinya damai atau selamat jadi itu yang kami kerjakan yang terus menerus dikampanyekan," kata Yaqut. (bs/kompas)
Menurut Yaqut, jika keberadaan ormas radikal dibiarkan tanpa ada tindakan tegas, hal itu akan berpotensi menimbulkan konflik horizontal yang semakin besar.
"Saya khawatir kalau aparat tidak bertindak tegas, terus-menerus lunak terhadap ormas radikal, nanti masyarakat sipil yang akan mengambil tindakan sendiri," ujar Yaqut saat ditemui di Jakarta Pusat, Selasa, 24 Januari 2017.
Menurut dia, mayoritas masyarakat yang moderat tak setuju dengan cara ormas radikal dalam menyebarkan pemahamannya.
Namun, mereka memilih tidak mengambil tindakan untuk meredam potensi konflik horizontal.
"Teman-teman Ansor di daerah sudah kehabisan kesabaran. Mereka ingin ambil jalan sendiri. Saya berharap ini tidak terjadi. Aparat hukum jika tidak bertindak, saya khawatir bukan hanya Ansor, melainkan juga kelompok lain yang tidak suka cara ormas radikal memecah belah masyarakat dan ini konflik horizontal," kata dia.
Yaqut mengatakan, dalam melakukan penertiban, pemerintah harus membuat kebijakan yang jelas terkait definisi radikal.
Hal tersebut untuk menghindari adanya pasal karet untuk membungkam kelompok masyarakat yang mengkritik pemerintah.
"Tentu kami sepakat penertiban. Tetapi, tentu tidak semena-mena, harus ada ukurannya. Ormas seperti apa yang akan dibubarkan. Kekerasan definisinya harus jelas supaya penerapannya tidak karet," kata Yaqut.
Secara terpisah, Kepala Satkornas Barisan Ansor Serba Guna (Banser) Alfa Isnaeni meminta pemerintah menindak ormas radikal untuk menghindari konflik.
Alfa menuturkan, saat ini di daerah telah muncul berbagai gerakan menolak kekerasan ormas radikal, antara lain di Bali, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, NTB, dan Bangka Belitung.
Gerakan tersebut merupakan reaksi perlawanan dari mayoritas masyarakat.
"Banser mendesak negara jangan kalah terhadap keberadaan FPI dan ormas-ormas sejenis yang melakukan ancaman dan tindakan kekerasan serta kerap menyatakan ujaran kebencian sebagai model gerakannya," kata Alfa.
Cita-cita Ormas Radikal Itu Merebut Kekuasaan
Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor Yaqut Cholil Qoumas meminta masyarakat tidak mudah terpengaruh ajaran organisasi kemasyarakatan (ormas) radikal berbasis keagamaan.
Yaqut menuturkan, dalam setiap wacana yang disebarkan ormas radikal untuk merekrut anggota baru, selalu tersembunyi kepentingan politik yang menjadi agenda utama mereka, yakni merebut kekuasaan.
"Cita-cita mereka itu merebut kekuasaan untuk membuat Daulah Islamiyah, menjadikan NKRI sebagai negara Khilafah Islamiyah. Memang itu target politiknya," ujar Yaqut, sebagaimana dilansir kompas.com, Selasa, 24 Januari 2017.
Yaqut menjelaskan, untuk mencapai tujuan tersebut ormas radikal tidak segan untuk menggunakan isu agama dan kekerasan.
Tidak hanya itu, mereka juga menjanjikan kepada para pengikutnya pemerataan keadilan dan kesejahteraan.
Kelompok ini, kata Yaqut, bergerak massif melancarkan propaganda melalui media sosial.
Yaqut pun mengingatkan bahwa pemerintah harus melihat hal tersebut sebagai ancaman terhadap keutuhan bangsa.
"Omong kosong, tidak ada itu pemerataan keadilan dan kesejahteraan. Islam memang mendorong umatnya untuk sejahtera. Mendorong umatnya untuk berperilaku adil, tapi harus proporsional," ungkapnya.
Majelis Dzikir Djalalul Ansor
Melihat maraknya penyebaran paham radikal, Yaqut memastikan bahwa Ansor berperan dalam melakukan pencegahan.
Pada tahun 2012, Ansor membentuk sebuah badan otonom yang bernama Majelis Dzikir Djalalul Ansor.
Majelis tersebut beranggotakan para kiai muda pengasuh pondok pesantren yang cenderung moderat.
"Setiap hari mereka keliling ke jemaahnya, melakukan pengajian untuk menyampaikan islam itu rahmatan lil' alamin," tutur Yaqut.
Yaqut mengungkapkan, pada dasarnya tidak ada satu pun dalil dalam ajaran Islam yang menganjurkan kekerasan karena Islam diturunkan sebagai agama yang mengendalikan nafsu manusia.
Ketika ada kelompok yang melakukan kekerasan dengan dalih ajaran Islam maka masyarakat harus mempertanyakan dasar pemahaman kelompok tersebut.
"Mereka harus dipertanyakan, belajar agamanya di mana. Karena Islam itu kata dasarnya salam yang artinya damai atau selamat jadi itu yang kami kerjakan yang terus menerus dikampanyekan," kata Yaqut. (bs/kompas)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »