KPK Sebut Patrialis Akbar Diduga Sudah 3 Kali Terima Suap, Ini Komentar Mahfud MD dan Sekjen PAN

Patrialis Akbar Bersama Dua Orang Ustad
BENTENGSUMBAR.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar sebagai tersangka suap. Patrialis bersama rekannya Kamaludin diduga menerima suap sebesar USD 20.000 dan SGD 200.000 dari importir daging, Basuki Hariman dan sekretarisnya, NG Fenny. Suap ini terkait uji materi Undang-Undang nomor 41 tahun 2015 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di MK.

Diduga, Patrialis tidak hanya satu kali menerima suap dari Basuki. Sebelum ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu (25/1), Patrialis diduga telah dua kali menerima suap yang masing-masing sebesar USD 20.000.

"Diduga USD 20.000 dan SGD 200 ribu ini penerimaan ketiga. Sudah ada penerimaan pertama dan kedua sebelumnya," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Kamis (26/1) malam.

Penyuapan terhadap Patrialis dilakukan Basuki dan Ng Fenny dengan mendekati Kamaludin yang merupakan rekan Patrialis Akbar. Basuki dan Ng Fenny berharap Patrialis dapat membantu mereka untuk memperlancar bisnis daging impor melalui uji materi UU nomor 41 tahun 2014.

"Setelah pembicaraan PAK sanggup membantu terkait permohonan uji materi itu," ungkap Basaria.

Basaria menuturkan, dalam OTT pada Rabu (25/1), tim Satgas KPK mengamankan 11 orang di tiga lokasi berbeda di Jakarta.

Mulanya, tim Satgas KPK mengamankan rekan Kamaludin di lapangan golf di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Selanjutnya, tim Satgas menangkap Basuki di salah satu kantornya di kawasan Sunter, Jakarta Utara.

Di lokasi ini, tim Satgas juga mengamankan sekretaris Basuki bernama Ng Fenny dan tujuh pegawainya. Tak berhenti sampai di situ, sekitar pukul 21.30 WIB, tim Satgas mengamankan Patrialis Akbar di Hotel Grand Indonesia, Jakarta. Saat itu, mantan anggota DPR dan Menkumham ini sedang bersama sejumlah orang lainnya.

"Dia (Patrialis Akbar) saat itu bersama dengan seorang wanita dan beberapa rekan lainnya," tutur Basaria.

Selain 11 orang ini, tim Satgas KPK juga turut mengamankan dokumen pembukuan perusahaan, voucher pembelian mata uang asing dan draf putusan uji materi. Selanjutnya, para pihak dan barang bukti yang diamankan dibawa ke Gedung KPK untuk diperiksa secara intensif.

Dari pemeriksaan ini, KPK menetapkan Patrialis dan Kamaludin sebagai tersangka penerima suap. Keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Basuki dan NG Fenny yang menjadi tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.

"Sementara tujuh orang lainnya masih berstatus sebagai saksi," kata Basaria.

Mahfud MD: Setuju Koruptor Dihukum Mati

Mantan Ketua MK, Mahfud MD pun ikut menuliskan komentarnya mengenai penangkapan Patrialis Akbar.

“Banyak yang nanya soal OTT hakim MK Patrialis kepada saya. Saya sedang di Palembang, belum banyak info. Tapi saya selalu percaya jika @KPK_RI sudah OTT. Ayo? KPK,” begitu cuitan Mahfud, Kamis (26/1).

Mahfud juga mengatakan setuju jika pelaku korup dikenai hukuman mati. Hal tersebut dikatakan Mahfud tatkala salah seorang pengguna Twitter bertanya, bagaimana jika hukuman mati diberlakukan untuk koruptor.

“Sejak dulu saya setuju hukuman mati dan pembuktian terbaik untuk tindak pidana korupsi. tapin kan DPR & Presiden yang bisa memberlakukan itu dengan UU,” tulis Mahfud.

Bukan Lagi Kader PAN

Sekretaris Jenderal DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menegaskan, Patrialis Akbar bukan lagi kader PAN. Karena itu segala tindakan Patrialis, sepenuhnya tanggung jawab secara pribadi. Termasuk soal kasus yang menyebabkan dia ditangkap dalam OTT KPK hari ini.

“Pak Patrialis telah berhenti menjadi anggota PAN ketika menjabat eksekutif di BUMN (Komisaris Utama PT Bukit Asam). Sepengetahuan saya, pejabat BUMN, apalagi hakim MK, tidak boleh terafiliasi dengan partai politik,” ujar Eddy kepada JPNN saat dihubungi Kamis (26/1) petang.

Eddy juga memastikan PAN tidak membantu Patrialis menghadapi proses hukum yang kini menjeratnya.

Kata Eddy, karena bukan lagi anggota PAN, maka partai tak akan ikut campur terkait kasus hukum maupun hal-hal lain menyangkut Patrialis.

Seperti diketahui, mantan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (HAM) era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tersebut ditangkap KPK di sebuah tempat, setelah sebelumnya diduga menerima suap terkait judicial review Undang-Undang Nomor 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dia diduga menerima suap SGD 200 ribu dan USD 20 ribu. (beritasatu/pojoksatu)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »