BENTENGSUMBAR.COM - Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya berjudul Api Sejarah menulis, bendera Republik Indonesia (RI), Sang Saka Merah Putih, adalah Bendera Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam.
Para ulama berjuang untuk mengenalkan Sang Saka Merah Putih sebagai bendera Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepada bangsa Indonesia dengan mengajarkannya kembali sejak abad ketujuh masehi atau abad kesatu Hijriah. Masa ini bertepatan dengan masuknya agama Islam ke Nusantara.
Mansyur menyatakan para ulama membudayakan bendera merah putih dengan berbagai sarana antara lain tiga cara berikut:
Pertama, setiap awal pembicaraan atau pengantar buku, sering diucapkan atau dituliskan istilah Sekapur Sirih dan Seulas Pinang. Bukankah kapur dengan sirih akan melahirkan warna merah? Lalu, apabila buah pinang diiris atau dibelah, akan terlihat di dalamnya berwarna putih?
Kedua, budaya menyambut kelahiran dan pemberian nama bayi serta Tahun Baru Islam senantiasa dirayakan dengan menyajikan bubur merah putih?
Ketiga, pada saat membangun rumah, di susunan atas dikibarkan Sang Merah Putih. Setiap hari Jumat, mimbar Jumat di Masjid Agung atau Masjid Raya dihiasi dengan bendera merah putih.
Mansyur pun menyatakan pendekatan budaya yang dilakukan para ulama telah menjadikan pemerintah kolonial Belanda tidak sanggup melarang pengibaran bendera merah putih oleh rakyat Indonesia.
Mansyur menegaskan bendera Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berwarna Merah Putih seperti yang ditulis oleh Imam Muslim dalam Kitab Al-Fitan, Jilid X, halaman 340. Dari Hamisy Qasthalani, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam Bersabda: “Innallaha zawaliyal ardha masyaariqaha wa maghariba ha wa a’thonil kanzaini Al-Ahmar wal Abjadh”.
Artinya: “Allah menunjukkan kepadaku (Rasul) dunia. Allah menunjukkan pula timur dan barat. Allah menganugerahkan dua perbendaharaan kepadaku: Merah Putih”.
Informasi ini didapat Mansyur dari buku berjudul Kelengkapan Hadits Qudsi yang dibuat Lembaga Alquran dan Al-Hadits Majelis Tinggi Urusan Agama Islam Kementerian Waqaf Mesir pada 1982, halaman 357-374. Buku ini dalam versi bahasa Indonesia dengan alih bahasa oleh Muhammad Zuhri.
Mansyur mengemukakan sejumlah argumen pendukung untuk memperkuat pendapatnya, yakni merah putih adalah bendera Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam.
Menurut Mansyur, Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam memanggil istrinya, Siti Aisyah ra, dengan sebutan Humairah yang artinya merah.
Busana Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang indah juga berwarna merah, seperti disampaikan oleh Al Barra: “Kanan Nabiyu Saw marbua’an wa qadra ataituhu fi hullathin hamra-a, Ma raitu syaian ahsana min hu”.
Artinya: “Pada suatu hari Nabi sallallahu alaihi wasallam duduk bersila dan aku melihatnya beliau memakai hullah (busana rangkap dua) yang berwarna merah. Aku belum pernah melihat pakaian seindah itu”.
Mansyur pun menyatakan busana warna putih juga dikenakan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, sedangkan pedang Sayidina Ali radi allahu anhu berwarna merah dan sarung pedang Khalid bin Walid berwarna merah-putih.
Warna merah putih sangat terkait erat dengan karakter Rasulullah ini sendiri. Persoalan jika sekarang warna hijau lebih dominan dipakai oleh bendera-bendera di jazirah Arab, mungkin lebih cenderung dikaitkan dengan Al Qur'an surah Al Kahfi ayat 31 dan Al Insan ayat 21 yang membahas pakaian surga yang berwarna hijau.
Kalau Rasulullah sendiri, hanya menggunakan kain hijau saat beliau wafat. Kain tersebut dipakai sebagai kain kafan.
Catatan Sejarah Nusantara
Dalam catatan sejarah--bendera merah putih sudah dipakai oleh kerajaan-kerajaan Nusantara dizaman dahulu seperti:
1. Zaman Singosari (1222-1292), bendera merah putih dipakai Kertanegara, raja Singosari saat menumpas pemberontakan Jayakatwang.
2. Zaman Majapahit, bendera merah putih dipakai tentara Pamalayu dalam mengawal putri Dara Jingga dan Dara Merak. Serta dipakai raja hayam Wuruk dalam upacara-upacara kebesaran kerajaan.
3. Perang Diponegoro (1825-1830), bendera merah putih dipakai untuk panji perlawanan melawan belanda.
4. Zaman Sisingamangaraja IX, warna bendera perangnya juga merah putih. Tercermin jelas dalam gambar pedang kembar (pusaka Piso Gaja Dombak).
5. Zaman Kerajaan Bugis Bone, bendera kebesaran kerajaan adalah merah putih yang dikenal juga dengan sebutan "Worongporang".
Akan tetapi ada pendapat bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan warna merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia dari Tahiti, Indonesia, sampai Madagaskar.
Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan. Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari.
Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII.
Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII. Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran. – Sejarah Bendera Merah Putih.
Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang. Panji kerajaan Badung yang berpusat di Puri Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji mereka berwarna merah, putih, dan hitam yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda.
Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula.
Sang Saka Merah Putih merupakan julukan kehormatan terhadap bendera Merah Putih negara Indonesia. Pada mulanya sebutan ini ditujukan untuk Bendera Pusaka, bendera Merah Putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, saat Proklamasi dilaksanakan. Tetapi selanjutnya dalam penggunaan umum, Sang Saka Merah Putih ditujukan kepada setiap bendera Merah Putih yang dikibarkan dalam setiap upacara bendera.
Bendera pusaka dibuat oleh Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno, pada tahun 1944. Bendera berbahan katun Jepang (ada juga yang menyebutkan bahan bendera tersebut adalah kain wool dari London) yang diperoleh dari seorang Jepang. Bahan ini memang pada saat itu digunakan khusus untuk membuat bendera-bendera negara di dunia karena terkenal dengan keawetannya) berukuran 276 x 200 cm. Sejak tahun 1946 sampai dengan 1968, bendera tersebut hanya dikibarkan pada setiap hari ulang tahun kemerdekaan RI.
Sejak tahun 1969, bendera itu tidak pernah dikibarkan lagi dan sampai saat ini disimpan di Istana Merdeka. Bendera itu sempat sobek di dua ujungnya, ujung berwarna putih sobek sebesar 12 X 42 cm. Ujung berwarna merah sobek sebesar 15x 47 cm. Lalu ada bolong-bolong kecil karena jamur dan gigitan serangga, noda berwarna kecoklatan, hitam, dan putih. Karena terlalu lama dilipat, lipatan-lipatan itu pun sobek dan warna di sekitar lipatannya memudar.
Setelah tahun 1969, yang dikerek dan dikibarkan pada hari ulang tahun kemerdekaan RI adalah bendera duplikatnya yang terbuat dari sutra. Bendera pusaka turut pula dihadirkan namun ia hanya ‘menyaksikan’ dari dalam kotak penyimpanannya.
Itulah sejarah bendera merah putih sebagai bendera kebanggaan bangsa Indonesia. Bendera merah putih bukan sekedar bendera, btuh perjuangan sampai titik darah untuk kemudian bendera merah putih bisa dikibarkan sebagai bendera negara Republik Indonesia. (republika/hr/ps)
Para ulama berjuang untuk mengenalkan Sang Saka Merah Putih sebagai bendera Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepada bangsa Indonesia dengan mengajarkannya kembali sejak abad ketujuh masehi atau abad kesatu Hijriah. Masa ini bertepatan dengan masuknya agama Islam ke Nusantara.
Mansyur menyatakan para ulama membudayakan bendera merah putih dengan berbagai sarana antara lain tiga cara berikut:
Pertama, setiap awal pembicaraan atau pengantar buku, sering diucapkan atau dituliskan istilah Sekapur Sirih dan Seulas Pinang. Bukankah kapur dengan sirih akan melahirkan warna merah? Lalu, apabila buah pinang diiris atau dibelah, akan terlihat di dalamnya berwarna putih?
Kedua, budaya menyambut kelahiran dan pemberian nama bayi serta Tahun Baru Islam senantiasa dirayakan dengan menyajikan bubur merah putih?
Ketiga, pada saat membangun rumah, di susunan atas dikibarkan Sang Merah Putih. Setiap hari Jumat, mimbar Jumat di Masjid Agung atau Masjid Raya dihiasi dengan bendera merah putih.
Mansyur pun menyatakan pendekatan budaya yang dilakukan para ulama telah menjadikan pemerintah kolonial Belanda tidak sanggup melarang pengibaran bendera merah putih oleh rakyat Indonesia.
Mansyur menegaskan bendera Rasulullah sallallahu alaihi wasallam berwarna Merah Putih seperti yang ditulis oleh Imam Muslim dalam Kitab Al-Fitan, Jilid X, halaman 340. Dari Hamisy Qasthalani, Rasulullah sallallahu alaihi wasallam Bersabda: “Innallaha zawaliyal ardha masyaariqaha wa maghariba ha wa a’thonil kanzaini Al-Ahmar wal Abjadh”.
Artinya: “Allah menunjukkan kepadaku (Rasul) dunia. Allah menunjukkan pula timur dan barat. Allah menganugerahkan dua perbendaharaan kepadaku: Merah Putih”.
Informasi ini didapat Mansyur dari buku berjudul Kelengkapan Hadits Qudsi yang dibuat Lembaga Alquran dan Al-Hadits Majelis Tinggi Urusan Agama Islam Kementerian Waqaf Mesir pada 1982, halaman 357-374. Buku ini dalam versi bahasa Indonesia dengan alih bahasa oleh Muhammad Zuhri.
Mansyur mengemukakan sejumlah argumen pendukung untuk memperkuat pendapatnya, yakni merah putih adalah bendera Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam.
Menurut Mansyur, Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wasallam memanggil istrinya, Siti Aisyah ra, dengan sebutan Humairah yang artinya merah.
Busana Rasulullah sallallahu alaihi wasallam yang indah juga berwarna merah, seperti disampaikan oleh Al Barra: “Kanan Nabiyu Saw marbua’an wa qadra ataituhu fi hullathin hamra-a, Ma raitu syaian ahsana min hu”.
Artinya: “Pada suatu hari Nabi sallallahu alaihi wasallam duduk bersila dan aku melihatnya beliau memakai hullah (busana rangkap dua) yang berwarna merah. Aku belum pernah melihat pakaian seindah itu”.
Mansyur pun menyatakan busana warna putih juga dikenakan Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, sedangkan pedang Sayidina Ali radi allahu anhu berwarna merah dan sarung pedang Khalid bin Walid berwarna merah-putih.
Warna merah putih sangat terkait erat dengan karakter Rasulullah ini sendiri. Persoalan jika sekarang warna hijau lebih dominan dipakai oleh bendera-bendera di jazirah Arab, mungkin lebih cenderung dikaitkan dengan Al Qur'an surah Al Kahfi ayat 31 dan Al Insan ayat 21 yang membahas pakaian surga yang berwarna hijau.
Kalau Rasulullah sendiri, hanya menggunakan kain hijau saat beliau wafat. Kain tersebut dipakai sebagai kain kafan.
Catatan Sejarah Nusantara
Dalam catatan sejarah--bendera merah putih sudah dipakai oleh kerajaan-kerajaan Nusantara dizaman dahulu seperti:
1. Zaman Singosari (1222-1292), bendera merah putih dipakai Kertanegara, raja Singosari saat menumpas pemberontakan Jayakatwang.
2. Zaman Majapahit, bendera merah putih dipakai tentara Pamalayu dalam mengawal putri Dara Jingga dan Dara Merak. Serta dipakai raja hayam Wuruk dalam upacara-upacara kebesaran kerajaan.
3. Perang Diponegoro (1825-1830), bendera merah putih dipakai untuk panji perlawanan melawan belanda.
4. Zaman Sisingamangaraja IX, warna bendera perangnya juga merah putih. Tercermin jelas dalam gambar pedang kembar (pusaka Piso Gaja Dombak).
5. Zaman Kerajaan Bugis Bone, bendera kebesaran kerajaan adalah merah putih yang dikenal juga dengan sebutan "Worongporang".
Akan tetapi ada pendapat bahwa pemuliaan terhadap warna merah dan putih dapat ditelusuri akar asal-mulanya dari mitologi bangsa Austronesia mengenai Bunda Bumi dan Bapak Langit; keduanya dilambangkan dengan warna merah (tanah) dan putih (langit). Karena hal inilah maka warna merah dan putih kerap muncul dalam lambang-lambang Austronesia dari Tahiti, Indonesia, sampai Madagaskar.
Merah dan putih kemudian digunakan untuk melambangkan dualisme alam yang saling berpasangan. Catatan paling awal yang menyebut penggunaan bendera merah putih dapat ditemukan dalam Pararaton; menurut sumber ini disebutkan balatentara Jayakatwang dari Gelang-gelang mengibarkan panji berwarna merah dan putih saat menyerang Singhasari.
Hal ini berarti sebelum masa Majapahit pun warna merah dan putih telah digunakan sebagai panji kerajaan, mungkin sejak masa Kerajaan Kediri. Pembuatan panji merah putih pun sudah dimungkinkan dalam teknik pewarnaan tekstil di Indonesia purba. Warna putih adalah warna alami kapuk atau kapas katun yang ditenun menjadi selembar kain, sementara zat pewarna merah alami diperoleh dari daun pohon jati, bunga belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi), atau dari kulit buah manggis.
Sebenarnya tidak hanya kerajaan Majapahit saja yang memakai bendera merah putih sebagai lambang kebesaran. Sebelum Majapahit, kerajaan Kediri telah memakai panji-panji merah putih. Selain itu, bendera perang Sisingamangaraja IX dari tanah Batak pun memakai warna merah putih sebagai warna benderanya , bergambar pedang kembar warna putih dengan dasar merah menyala dan putih. Warna merah dan putih ini adalah bendera perang Sisingamangaraja XII.
Dua pedang kembar melambangkan piso gaja dompak, pusaka raja-raja Sisingamangaraja I-XII. Ketika terjadi perang di Aceh, pejuang pejuang Aceh telah menggunakan bendera perang berupa umbul-umbul dengan warna merah dan putih, di bagian belakang diaplikasikan gambar pedang, bulan sabit, matahari, dan bintang serta beberapa ayat suci Al Quran. – Sejarah Bendera Merah Putih.
Di zaman kerajaan Bugis Bone,Sulawesi Selatan sebelum Arung Palakka, bendera Merah Putih, adalah simbol kekuasaan dan kebesaran kerajaan Bone.Bendera Bone itu dikenal dengan nama Woromporang. Panji kerajaan Badung yang berpusat di Puri Pamecutan juga mengandung warna merah dan putih, panji mereka berwarna merah, putih, dan hitam yang mungkin juga berasal dari warna Majapahit.
Pada waktu perang Jawa (1825-1830 M) Pangeran Diponegoro memakai panji-panji berwarna merah putih dalam perjuangannya melawan Belanda. Kemudian, warna-warna yang dihidupkan kembali oleh para mahasiswa dan kemudian nasionalis di awal abad 20 sebagai ekspresi nasionalisme terhadap Belanda.
Bendera merah putih digunakan untuk pertama kalinya di Jawa pada tahun 1928. Di bawah pemerintahan kolonialisme, bendera itu dilarang digunakan. Bendera ini resmi dijadikan sebagai bendera nasional Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, ketika kemerdekaan diumumkan dan resmi digunakan sejak saat itu pula.
Sang Saka Merah Putih merupakan julukan kehormatan terhadap bendera Merah Putih negara Indonesia. Pada mulanya sebutan ini ditujukan untuk Bendera Pusaka, bendera Merah Putih yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta, saat Proklamasi dilaksanakan. Tetapi selanjutnya dalam penggunaan umum, Sang Saka Merah Putih ditujukan kepada setiap bendera Merah Putih yang dikibarkan dalam setiap upacara bendera.
Bendera pusaka dibuat oleh Ibu Fatmawati, istri Presiden Soekarno, pada tahun 1944. Bendera berbahan katun Jepang (ada juga yang menyebutkan bahan bendera tersebut adalah kain wool dari London) yang diperoleh dari seorang Jepang. Bahan ini memang pada saat itu digunakan khusus untuk membuat bendera-bendera negara di dunia karena terkenal dengan keawetannya) berukuran 276 x 200 cm. Sejak tahun 1946 sampai dengan 1968, bendera tersebut hanya dikibarkan pada setiap hari ulang tahun kemerdekaan RI.
Sejak tahun 1969, bendera itu tidak pernah dikibarkan lagi dan sampai saat ini disimpan di Istana Merdeka. Bendera itu sempat sobek di dua ujungnya, ujung berwarna putih sobek sebesar 12 X 42 cm. Ujung berwarna merah sobek sebesar 15x 47 cm. Lalu ada bolong-bolong kecil karena jamur dan gigitan serangga, noda berwarna kecoklatan, hitam, dan putih. Karena terlalu lama dilipat, lipatan-lipatan itu pun sobek dan warna di sekitar lipatannya memudar.
Setelah tahun 1969, yang dikerek dan dikibarkan pada hari ulang tahun kemerdekaan RI adalah bendera duplikatnya yang terbuat dari sutra. Bendera pusaka turut pula dihadirkan namun ia hanya ‘menyaksikan’ dari dalam kotak penyimpanannya.
Itulah sejarah bendera merah putih sebagai bendera kebanggaan bangsa Indonesia. Bendera merah putih bukan sekedar bendera, btuh perjuangan sampai titik darah untuk kemudian bendera merah putih bisa dikibarkan sebagai bendera negara Republik Indonesia. (republika/hr/ps)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »