Masjid Tolak Salatkan Pemilih Ahok, Ini Beda Pendapat Novel dan Pengurus MUI

Masjid Tolak Salatkan Pemilih Ahok, Ini Beda Pendapat Novel dan Pengurus MUI
BENTENGSUMBAR.COM - Masjid Al-Jihad memasang spanduk yang berisikan tulisan mengenai tidak mensalatkan jenazah pembela penista agama. Spanduk ini terpasang rapi di depan masjid.

Lokasi masjid Al-Jihad berada di Jalan BB 9A, Karet Setiabudhi, Jakarta Selatan. Berdasarkan pantauan, Sabtu, 25 Februari 2017, ada dua spanduk yang bertuliskan "Masjid Ini Tidak Mensalatkan Jenazah Pendukung dan Pembela Penista Agama".

Sementara itu, ada lagi satu spanduk yang bertuliskan "Penista Al-Quran, Perusak Persatuan Bangsa". Berdasarkan tulisan di papan nama masjid, Masjid Al-Jihad berada di bawah koordinasi Pimpinan Cabang Muhammadiyah Setiabudi, Karet, Jakarta Selatan. 

Pengurus Masjid Mengaku Dapat Tekanan

Pengurus Dewan Keluarga Masjid (DKM) Masjid Al-Jihad, Kelurahan Karet, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Pusat mengaku mendapat tekanan dari sejumlah pihak karena keputusan mereka melarang mensalati jenazah orang yang mendukung terdakwa penista agama, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok. 

"Kami didatangi polisi dan petugas dari kelurahan," ujar Sekretaris DKM Masjid Al-Jihad, Yayat Supriatno saat ditemui pada Jumat petang, 24 Februari 2017.

Dia menceritakan, pihaknya memasang spanduk di depan masjid pada Selasa malam, 21 Februari lalu. Spanduk itu bertuliskan 'Masjid Ini Tidak Mensholatkan Jenazah Pendukung & Pembela Penista Agama'. Sehari setelahnya, ada yang mengirim foto spanduk itu ke media sosial dan menjadi viral.

Karena viral di media sosial, Kepolisian Sektor Setiabudi dan kelurahan setempat mendatangi masjid itu. Mereka meminta penjelasan dari pengurus masjid. 

"Intinya mereka (polisi) tidak mempersoalkan isi spanduk, tapi karena viral di media sosial," kata Yayat.

Yayat pun menjelaskan bahwa tujuan mereka memasang spanduk tersebut hanya ingin mengingatkan tentang pentingnya menjaga syariat Islam. Karena di dalam Al-Quran disebutkan tentang larangan mensalati seorang yang munafik. 

Orang munafik yang disebut mereka adalah umat Islam yang memilih pemimpin non-Muslim, khususnya terdakwa penista agama seperti Gubernur Ahok.

Selain itu, Yayat juga mengaku mendapat tekanan dari masyarakat yang kontra. Bahkan ia mendengar isu, masjid mereka akan digeruduk massa dan akan dibakar. Namun pihaknya mengaku tak gentar.

Di antara yang kontra, Yayat mengatakan keputusan DKM juga mendapat dukungan dari sebagian warga setempat. Bahkan, menurut dia, banyak warga di luar kampungnya yang datang meminta spanduk yang sama. 

Menurut dia, sejauh ini sudah ada 8 masjid yang sepakat memberlakukan larangan itu.

Yatim, 50 tahun, Ketua RT 06 RW 05, Kelurahan Karet, membenarkan bahwa ada pro-kontra di tengah masyarakat akibat larangan mensalati jenazah pendukung Ahok. Tapi ia sudah menghimbau kepada masyarakat bahwa hal itu sekadar peringatan bagi umat Muslim. 

"Kalaupun nanti ada warga saya yang meninggal, saya akan antarkan ke masjid tetangga," ujarnya.

Pendapat Novel 

Tokoh masyarakat Habib Novel Chaidir Hasan Bamukmin menegaskan akan menolak permintaan untuk mengurus kematian, menyalatkan, dan mendoakan jenazah warga yang mendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Bahkan, dia mengaku akan langsung mengusirnya.

"Kalau Ahokers disuruh ke luar saja. Kalau saya tahu, saya usir itu jenazah. Suruh salatin di tempat lain saja," kata Novel, sebagaimana dikutip dari Suara.com, Jumat, 24 Februari 2017.

Novel menegaskan bahwa sikapnya kali ini tidak mewakili Front Pembela Islam. Novel menyebut sikapnya dalam konteks kenegaraan di daerah mayoritas Islam.

Novel mengatakan sikapnya didasarkan pada dalil-dalil kitab suci dan dia menyebut 23 ayat yang disebutnya melarang umat tidak memilih pemimpin kafir. Selain itu juga dalil untuk tidak menyalatkan dan mendoakan jenazah orang yang disebutnya munafiq.

Menurut Novel sikapnya -- juga sikap pengurus masjid dan musala yang menolak permintaan menyalatkan jenazah pendukung pemimpin yang dianggap menistakan agama -- karena takut dosa.

Dia mengaku jika nanti datang permintaan untuk mengurus jenazah, dia akan menanyakan terlebih dahulu latar belakangnya.

"Kalau Ahokers disuruh ke luar," kata dia.

Novel mengaku sikapnya tidak ada kaitan dengan pilkada Jakarta putaran kedua yang akan diselenggarakan pada 19 April 2017. Pilkada putaran kedua akan diikuti pasangan Ahok-Djarot Saiful Hidayat dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.

"Jadi ayat itu perlu dipahami, bukan untuk umum (tapi di daerah yang mayoritas Islam," kata Novel.

Pendapat Pengurus MUI

Larangan menyalatkan jenazah di Masjid Al Jihad Setiabudi, Jaksel, bagi mereka yang memilih penista agama dalam Pilgub DKI dikritik Kiai Cholil  Nafis. Menurut dia, cara seperti itu kurang elegan dalam menjaga kemaslahatan umat.

"Ya ini kan cara dakwah dengan cara menggertak pendukung paslon tertentu. Islam tak melarang untuk menyalati orang yang beda pilihan politik. Kalau toh dia memilih yang tak seiman itu dosa, tak sampai kufur atau musyrik. Sehingga masih kewajiban kolektif untuk menyalatinya," terang Kiai Cholil yang juga menjabat sebagai Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat dalam keterangannya kepada kumparan.com, Jumat, 24 Februari 2017.

Menurut dia, menyalati mayit muslim hukumnya fardu kifayah. "Sebaiknya kita selesaikan masalah politik dengan argumentasi kemaslahatan umat," bebernya.

Cholil menyarankan, dalam Pilgub DKI ini sebaiknya bila mengajak kepada pilihan politik, ajaklah dengan kebaikan.

"Ya berilah argumentasi rasional untuk mengajak mereka memilih yang lebih maslahah untuk Jakarta," tutupnya. (buya/detik/tempo/kumparan)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »