Ketika Presiden Jokowi Meluruskan Pernyataan Mantan Presiden SBY dan Mantan Capres Prabowo Subianto

Ketika Presiden Jokowi Meluruskan Pernyataan Mantan Presiden SBY dan Mantan Capres Prabowo Subianto
BENTENGSUMBAR.COM - Presiden Joko Widodo meluruskan pernyataan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan mantan calon Presiden Prabowo Subianto yang mereka keluarkan pada saat pertemuan di Cikeas, Kamis, 27 Juli 2017 malam. Baik SBY maupun Prabowo mengkritik pedas pemerintah terkait UU Pemilu dan Perppu Ormas. 

Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa di Indonesia tidak ada kekuasaan yang absolut dan pihak yang menyebutkan ada praktik kekuasaan yang absolut sebagai sangat berlebihan.

"Perlu saya sampaikan bahwa saat ini tidak ada kekuasaan absolut atau kekuasaan mutlak, kan ada pers, ada media, ada juga LSM, ada juga yang mengawasi di DPR, pengawasannya kan dari mana-mana, rakyat juga bisa mengawasi langsung," kata Presiden Jokowi di Cikarang, Jumat

Pernyataan itu merespon pesan Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono bahwa para pemegang kekuasaan tidak boleh tanpa batas menyalahgunakan kekuasaannya.

"Power must not go unchecked. Artinya kami harus memastikan bahwa penggunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan tidak melampaui batas, sehingga tidak masuk apa yang disebut abuse of power. Banyak pelajaran di negara ini, manakala penggunaan kekuasaan melampaui batasnya masuk wilayah abuse of power, maka rakyat menggunakan koreksinya sebagai bentuk koreksi kepada negara," kata SBY di Bogor, kemarin, 27 Juli 2018.

Sebaliknya Presiden Jokowi memastikan tidak ada kekuasaan absolut di Indonesia termasuk saat pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

"Dan juga perlu saya sampaikan, Perppu itu kan produk undang-undang, dan dalam mengeluarkan Perppu kan juga ada mekanismenya. Setelah Presiden mengeluarkan Perppu, kan ada mekanisme lagi di DPR dan di situ ada mekanisme yang demokratis, ada fraksi-fraksi entah setuju dan tidak setuju. Artinya sekarang tidak ada kekuasaan absolut atau mutlak, (kekuasaan absolut) dari mana? Tidak ada," tegas Presiden.

Presiden menilai pihak-pihak yang menyampaikan bahwa ada kekuasaan absolut di negara ini adalah berlebihan.

"(Pernyataan itu) sangat berlebihan, apalagi setelah di dewan nanti ada proses lagi, kalau tidak setuju bisa ke MK, iya kan? Kita ini kan negara demokrasi sekaligus negara hukum, jadi proses-proses itu sangat terbuka sekali. Kalau ada tambahan demo juga tidak apa-apa, jadi jangan dibesarbesarkan hal yang sebetulnya tidak ada," jelas Presiden.

Jokowi menyebut pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Soebianto sebagai pertemuan biasa.

"Pertemuan tokoh-tokoh, pertemuan partai saya kira biasa-biasa saja, sangat baik. Tapi perlu saya sampaikan bahwa sebagai bangsa kita sudah menyepakati secara demokratis untuk menyelesaikan setiap perbedaan, setiap permasalahan dengan musyawarah dan mufakat," ungkap Presiden.

Perppu No 2 tahun 2017 adalah perubahan atas UU No 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas).

Perppu Ormas itu diterbitkan karena pemerintah menilai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tidak lagi memadai dalam mencegah meluasnya ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Dampak dari perppu ini adalah Kementerian Hukum dan HAM memiliki kewenangan untuk mencabut atau membatalkannya status hukum dari ormas yang dinilai bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 termasuk pencabutan badan hukum ormas Hizbut Tharir Indonesia mulai 19 Juli 2017.

Meluruskan Prabowo Subianto

Ambang batas pencapresan (presidential threshold) disepakati dalam UU Pemilu sebesar 20 persen kursi DPR. Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto menilai ambang batas itu sebagai lelucon politik yang menipu rakyat. Presiden Jokowi menanggapi.

"Nah apalagi kita sudah mengalami dua kali presidential threshold 20 persen, (yakni) 2009 dan 2014. Kenapa dulu tidak ramai?" kata Jokowi di Deltamas, Kecamatan Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat, 28 Juli 2017.

Ambang batas itu dipahami Jokowi sebagai wujud dari maksud baik, yakni maksud penyederhanaan kontestasi Pemilu. Dia mempersilakan publik membayangkan bila ambang batas pencapresan menjadi nol persen. Lalu capres yang diajukan menang. Jokowi khawatir realitas dukungan di parlemen terhadap presiden terpilih itu bakal sangat lemah.

"Kalau nol persen, kemudian partai mencalonkan, kemudian menang. Coba bayangkan nanti di DPR, di parlemen. Kita dulu yang 38 persen saja kan, waduh...," tuturnya.

Dia mengimbau publik memahami situasi politik ini. Lagipula hasil itu adalah produk DPR juga, bukan semata-mata produk pihak pemerintah eksekutif. 

"Kemarin juga sudah diketok dan aklamasi, betul? Nah itulah yang harus dilihat oleh rakyat. Jadi ya silakan itu dinilai, kalau masih ada yang tidak setuju, kembali lagi bisa ke MK, inilah negara demokrasi dan negara hukum yang kita miliki," tutur Jokowi.

"Dulu ingat, dulu meminta dan mengikuti, kok sekarang jadi berbeda," ujar Jokowi, entah siapa yang dia sindir.

Sebelumnya, Prabowo Subianto berbicara soal RUU Pemilu yang disahkan DPR itu. "Presidential threshold 20 persen lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia. Saya tak mau terlibat," kata Prabowo di kediaman SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis, 27 Juli 2017 kemarin.  

(Ibnu/ant/dtc)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »