BENTENGSUMBAR.COM - Pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo soal adanya institusi pemesan 5 ribu pucuk senjata dinilai kental aroma politis, bahkan cenderung melewati batas.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Rachland Nashidik menilai, pernyataan tersebut bisa dikatakan sebagai manuver politik yang melewati batas.
“Kita semua perlu lebih tenang dan menjaga jarak dari manuver-manuver politik yang sudah menabrak batas kepatutan maupun undang-undang,” ujar Rachland melalui keterangan tertulis, Senin, 25 September 2017.
Menurutnya, saat Panglima menyampaikan akan menyerbu pihak yang disebut membeli senjata tersebut, itu adalah hal yang paling fatal. Sebab, dari sisi prinsip akuntabilitas demokrasi (democracy accountability) militer tak boleh mengambil kebijakan politik.
“Panglima TNI tidak dipilih melalui pemilu. Panglima TNI diangkat oleh presiden. Kewajibannya bukan mengambil kebijakan, melainkan menjalankan dan mengelola operasi,” kata Rachland.
Ia menambahkan, seharusnya Panglima TNI tak boleh mengeluarkan ancaman demikian. Sebab, pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI bukan kewenangan Panglima, melainkan kewenangan Presiden atas persetujuan DPR. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Bagi kelangsungan demokrasi, Panglima TNI yang berpolitik praktis dan melampaui kewenangannya. Itu sangat berbahaya,” ujar Rachland.
Ia menyebutkan, informasi tersebut dinilai sebagai data intelijen yang sensitif dan tidak seharusnya disampaikan kepada publik, namun kepada Presiden Joko Widodo dan kepada DPR.
Sedangkan, Panglima menyampaikan informasi tersebut justru pada acara yang dihadiri sejumlah purnawirawan TNI dan diliput luas media massa.
Rachland melihat momentum tersebut seperti upaya Gatot untuk menghimpun dukungan bagi manuver politiknya.
(by/kriminalitas)
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Rachland Nashidik menilai, pernyataan tersebut bisa dikatakan sebagai manuver politik yang melewati batas.
“Kita semua perlu lebih tenang dan menjaga jarak dari manuver-manuver politik yang sudah menabrak batas kepatutan maupun undang-undang,” ujar Rachland melalui keterangan tertulis, Senin, 25 September 2017.
Menurutnya, saat Panglima menyampaikan akan menyerbu pihak yang disebut membeli senjata tersebut, itu adalah hal yang paling fatal. Sebab, dari sisi prinsip akuntabilitas demokrasi (democracy accountability) militer tak boleh mengambil kebijakan politik.
“Panglima TNI tidak dipilih melalui pemilu. Panglima TNI diangkat oleh presiden. Kewajibannya bukan mengambil kebijakan, melainkan menjalankan dan mengelola operasi,” kata Rachland.
Ia menambahkan, seharusnya Panglima TNI tak boleh mengeluarkan ancaman demikian. Sebab, pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI bukan kewenangan Panglima, melainkan kewenangan Presiden atas persetujuan DPR. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
“Bagi kelangsungan demokrasi, Panglima TNI yang berpolitik praktis dan melampaui kewenangannya. Itu sangat berbahaya,” ujar Rachland.
Ia menyebutkan, informasi tersebut dinilai sebagai data intelijen yang sensitif dan tidak seharusnya disampaikan kepada publik, namun kepada Presiden Joko Widodo dan kepada DPR.
Sedangkan, Panglima menyampaikan informasi tersebut justru pada acara yang dihadiri sejumlah purnawirawan TNI dan diliput luas media massa.
Rachland melihat momentum tersebut seperti upaya Gatot untuk menghimpun dukungan bagi manuver politiknya.
(by/kriminalitas)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »
