Menyikapi Perang Dagang Tiongkok-Amerika

Menyikapi Perang Dagang Tiongkok-Amerika
TAHUN 2018 yang dikenal sebagai tahun politik di Tanah Air, ternyata tidak hanya didera isu-isu lokal. Belum selesai berkutat dengan kurs mata uang rupiah yang melemah terhadap dolar Amerika, muncul lagi persoalan baru. Perang dagang antara Amerika dan Tiongkok. Meskipun genderang perang masih bersifat satu lawan satu, efek domino tak bisa diabaikan.

Indonesia memiliki permasalahan cukup serius jika perang dagang akhirnya merambat ke negara-negara Eropa-Asia. Fenomena ini makin menguat setelah Tiongkok, tak mau menanggung akibat sendiri. Kurang dari sepekan perang dagang dimulai, delegasi Tiongkok langsung menggagas aliansi bersama Jerman. Langkah ini berpotensi diikuti negara kuat lainnya semisal Rusia dan Turki.

Bangsa Indonesia jelas harus waspada dan menyiapkan skema pertahanan. Meskipun jauh sebelum perang dagang dua adidaya naik ke permukaan, Indonesia sudah merasakan politik dagang internasional yang menyakitkan. Mulai dari kampanye hitam terhadap produk minyak sawit, hingga dicekalnya maskapai Garuda selama bertahun-tahun di Eropa.

Menyikapi kondisi demikian, maka ketahanan ekonomi nasional pantas menjadi isu utama yang perlu dibahas. Tahun politik sejatinya tidak hanya membahas koalisi, dan bagi-bagi menteri. Tapi sebaiknya merespon gejala-gejala kontemporer dan memberi ruang terhadap anak-anak bangsa yang berkepedulian terhadap pembangunan ekonomi. Di depan mata tantangan menanti. Pertumbuhan penduduk yang bertransformasi menjadi bonus demograsi, ketika usia produktif membengkak jumlahnya.

Memiliki kekuatan ekonomi dengan Produk Domestik Bruto menyentuh 1 Triliun Dolar Amerika pada 2017, jelas menjadi bekal bagi Indonesia untuk memainkan kartu sendiri. Indonesia memiliki banyak pilihan dengan ekspor komoditas pertanian, perkebunan, bahan makanan dan gas alam. Jika bea masuk dari negara importir naik, tentu saja ini akan berdampak pada biaya produksi Tanah Air dan makin selektifnya perekrutan tenaga kerja. Target pemerintah dalam mengurangi angka pengangguran jelas sulit tercapai.

Maka sudah semestinya pemerintah membangun komunikasi internasional agar perang dagang tidak merambah negara-negara lain di dunia. Dalam waktu bersamaan, produktivitas dan kualitas barang dan jasa perlu ditingkatkan. Di sisi lain, masa suksesi yang sudah masuk hitungan mundur, diharapkan mampu menjaring kader-kader yang tidak hanya berkomitmen dalam ketahanan nasional tapi juga membuat bangsa ini tetap bermartabat di hadapan negara-negara lain.

Secara garis besar tiga langkah perlu disiapkan agar perang dagang, tidak menjadi masalah kemudian hari. 1. Memperluas kerja sama internasional dalam produksi barang dan jasa secara bersama-sama. 2. Mengurangi ketergantungan terhadap utang moneter internasional. 3. Memperkuat sistem pendidikan generasi muda berbasis teknologi.

Indonesia pernah keluar dari Liga Bangsa-Bangsa (PBB) karena beberapa kebijakan barat yang tidak bisa diterima. Mudah-mudahan saja langkah tersebut tidak sampai terulang. Setiap generasi memang ada masanya. Namun tidak bisa menunggu begitu saja. Skema pembangunan nasional direncanakan dan diperkuat. Infrastruktur dan sumberdaya manusianya. Masyarakat juga menjadi kontrol dan hak pilih yang menentukan komitmen bangsa ini ke depan. (***)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »