BENTENGSUMBAR. COM - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko menilai, isu-isu yang memojokkan pemerintah, seperti berita hoaks yang terus digulirkan lawan politik, dinilai sebagai politik tebar ketakutan demi nafsu ambisi politik kekuasaan.
Menurutnya, cara itu dinamakan firehose of falsehood (FoF) atau 'selang pemadam kebakaran untuk kekeliruan'. Teknik ini menggunakan obvious lies atau kebohongan tersurat yang direncanakan untuk membangun ketakutan. Sebagai propaganda, cara ini dinilai efektif sebab memengaruhi bagian otak yang disebut amygdala (bagian otak yang bertanggung jawab untuk mendeteksi rasa takut dan mempersiapkan diri pada kondisi darurat).
Budiman menilai, kebohongan menjadi bahan bakar kampanye yang dilakukan oleh kubu opisisi Prabowo Subianto- Sandiaga Uno. Dengan cara itu, maka yang terjadi adalah kampanye politik bukan lagi untuk mengabarkan kebenaran, tetapi mengaburkannya.
"Dampak terparah ialah masyarakat akan berada dalam kondisi ketidakpastian, karena dibawa ke arus informasi palsu," kata Budiman dalam keterangannya, Jumat, 28 Desember 2018.
Cara-cara seperti itu, kata Budiman, dampaknya ialah kerusakan sosial dan politik yang sulit diperbaiki juga akan menyertai kerusakan dalam berfikir positif.
Lebih lanjut dia menuturkan, cara FoF dilakukan dengan mengumpulkan apa yang menjadi ketakutan bagi masyarakat. Dikumpulkan melalui survei kuantitatif. Jadi semua yang ditakuti, semua yang dibenci oleh sebuah bangsa, masyarakat dan kelompok. Itu semua disematkan, itu semua dilekatkan pada lawan.
"Benar atau enggak, tidak penting. Yang penting itu lawan bisa dikalahkan," tegas Budiman.
Narasi kebohongan, hoaks, semua dilakukan secara terstruktur dan teroraginisir. Hal itu dilakukan untuk menjatuhkan petahana Joko Widodo (Jokowi). Terlebih, konten-konten negatif merupakan sasaran empuk yang gampang dicerna.
"Ketika semua terdaftar hal yang dibenci, tidak disukai dan bangsa merasa jijik, benar apa tidak, orang bisa begitu saja percaya, dan celakanya satu kebohongan atau fitnah itu lebih mudah dicerna, enak didengar, asik dibicarakan terus menerus ketimbang kabar baik," katanya.
Terlebih lagi, lanjut dia, di era kecanggihan teknologi seperti saat ini. Media sosial, bisa dibuat dengan ribuan akun. Secara otomatis, berita hoaks yang sengaja digoreng bisa diramaikan dengan sekejap. Cara-cara menebar ketakutan, dilakukan ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump mencalonkan diri di Pilpres tahun lalu. Trump ketika itu, memahami betul setiap peristiwa yang terjadi di AS.
"Kenapa mereka tahu apa yang dibenci oleh 300 jutaan orang Amerika. Apa yang dibenci oleh 200 juta rakyat Brazil. Mereka tinggal memeriksa, apa sih yang mereka benci. Survei itu cukup mereka ketahui lewat akun Twitter, akun Facebook," kata dia.
Pemerintah Indonesia saat ini sedang menatap optimistis bisa memimpin di revolusi industri ke-4, memacu kecerdasan alami, kecerdasan buatan bangsa Indonesia berbasis big data. Sehingga, program itu sejalan dengan kemajuan, sementara Prabowo dinilai justru terus bicara sebaliknya.
"Terus yang mau dibuat Indonesia jadi besar itu apa? Kalau kemudian narasinya narasi mengkerdilkan diri tapi menginginkan Indonesia great again," kata Budiman.
Menurut Budiman, pemerintahan di bawah kepemimpinan Jokowi ingin maju. Sehingga narasi yang sedang dibangun adalah narasi kecerdasan buatan big data, blok chain, neurosains, dan lainnnya. Itu yang mulai dikerjakan pemerintahan sekarang dan tidak ada jalan lain.
Seperti diketahui, pernyataan Prabowo di sejumlah kesempatan tak jarang menjadi kontroversi. Seperti saat dia memprediksi Indonesia bubar di tahun 2030 dan yang terbaru adalah menyamakan kondisi ekonomi Indonesia dennga Haiti. Waketum Gerindra, Fadli Zon mengartikan pernyataan Prabowo tersebut merupakan peringatan.
"Jadi begini, ini namanya warning ya. Tentu kita ingin Indonesia lebih tahun dari 1000 tahun, sampai kiamat kalau perlu. Tetapi kalau cara memimpin Indonesia seperti sekarang ya bisa kacau," ujar Fadli.
(Sumber: merdeka.com)
Menurutnya, cara itu dinamakan firehose of falsehood (FoF) atau 'selang pemadam kebakaran untuk kekeliruan'. Teknik ini menggunakan obvious lies atau kebohongan tersurat yang direncanakan untuk membangun ketakutan. Sebagai propaganda, cara ini dinilai efektif sebab memengaruhi bagian otak yang disebut amygdala (bagian otak yang bertanggung jawab untuk mendeteksi rasa takut dan mempersiapkan diri pada kondisi darurat).
Budiman menilai, kebohongan menjadi bahan bakar kampanye yang dilakukan oleh kubu opisisi Prabowo Subianto- Sandiaga Uno. Dengan cara itu, maka yang terjadi adalah kampanye politik bukan lagi untuk mengabarkan kebenaran, tetapi mengaburkannya.
"Dampak terparah ialah masyarakat akan berada dalam kondisi ketidakpastian, karena dibawa ke arus informasi palsu," kata Budiman dalam keterangannya, Jumat, 28 Desember 2018.
Cara-cara seperti itu, kata Budiman, dampaknya ialah kerusakan sosial dan politik yang sulit diperbaiki juga akan menyertai kerusakan dalam berfikir positif.
Lebih lanjut dia menuturkan, cara FoF dilakukan dengan mengumpulkan apa yang menjadi ketakutan bagi masyarakat. Dikumpulkan melalui survei kuantitatif. Jadi semua yang ditakuti, semua yang dibenci oleh sebuah bangsa, masyarakat dan kelompok. Itu semua disematkan, itu semua dilekatkan pada lawan.
"Benar atau enggak, tidak penting. Yang penting itu lawan bisa dikalahkan," tegas Budiman.
Narasi kebohongan, hoaks, semua dilakukan secara terstruktur dan teroraginisir. Hal itu dilakukan untuk menjatuhkan petahana Joko Widodo (Jokowi). Terlebih, konten-konten negatif merupakan sasaran empuk yang gampang dicerna.
"Ketika semua terdaftar hal yang dibenci, tidak disukai dan bangsa merasa jijik, benar apa tidak, orang bisa begitu saja percaya, dan celakanya satu kebohongan atau fitnah itu lebih mudah dicerna, enak didengar, asik dibicarakan terus menerus ketimbang kabar baik," katanya.
Terlebih lagi, lanjut dia, di era kecanggihan teknologi seperti saat ini. Media sosial, bisa dibuat dengan ribuan akun. Secara otomatis, berita hoaks yang sengaja digoreng bisa diramaikan dengan sekejap. Cara-cara menebar ketakutan, dilakukan ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump mencalonkan diri di Pilpres tahun lalu. Trump ketika itu, memahami betul setiap peristiwa yang terjadi di AS.
"Kenapa mereka tahu apa yang dibenci oleh 300 jutaan orang Amerika. Apa yang dibenci oleh 200 juta rakyat Brazil. Mereka tinggal memeriksa, apa sih yang mereka benci. Survei itu cukup mereka ketahui lewat akun Twitter, akun Facebook," kata dia.
Pemerintah Indonesia saat ini sedang menatap optimistis bisa memimpin di revolusi industri ke-4, memacu kecerdasan alami, kecerdasan buatan bangsa Indonesia berbasis big data. Sehingga, program itu sejalan dengan kemajuan, sementara Prabowo dinilai justru terus bicara sebaliknya.
"Terus yang mau dibuat Indonesia jadi besar itu apa? Kalau kemudian narasinya narasi mengkerdilkan diri tapi menginginkan Indonesia great again," kata Budiman.
Menurut Budiman, pemerintahan di bawah kepemimpinan Jokowi ingin maju. Sehingga narasi yang sedang dibangun adalah narasi kecerdasan buatan big data, blok chain, neurosains, dan lainnnya. Itu yang mulai dikerjakan pemerintahan sekarang dan tidak ada jalan lain.
Seperti diketahui, pernyataan Prabowo di sejumlah kesempatan tak jarang menjadi kontroversi. Seperti saat dia memprediksi Indonesia bubar di tahun 2030 dan yang terbaru adalah menyamakan kondisi ekonomi Indonesia dennga Haiti. Waketum Gerindra, Fadli Zon mengartikan pernyataan Prabowo tersebut merupakan peringatan.
"Jadi begini, ini namanya warning ya. Tentu kita ingin Indonesia lebih tahun dari 1000 tahun, sampai kiamat kalau perlu. Tetapi kalau cara memimpin Indonesia seperti sekarang ya bisa kacau," ujar Fadli.
(Sumber: merdeka.com)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »