Nasib Pencari Suaka, Ditolak Warga, Tak Dapat Daging Kurban

Nasib Pencari Suaka, Ditolak Warga, Tak Dapat Daging Kurban
BENTENGSUMBAR.COM - Sore hari saat Hari Raya Idul Adha di gedung eks Kodim di Kalideres terlihat ada yang kurang. Ketika umat Islam mendapat jatah daging kurban, momen tersebut absen di tempat penampungan para pencari suaka.

Di halaman eks Gedung Kodim, terlihat para pencari suaka sibuk melakukan aktivitas rutin harian yang tak terkait dengan hari raya kurban. Ada yang bermain bola, ada yang sedang tidur di tenda, bahkan ada yang hanya duduk-duduk di trotoar jalan.

"Kami di sini cuma makan, minum tidur, makan minum tidur, tidak ada banyak aktivitas. Tahun ini juga tidak mendapatkan kurban, " kata seorang pencari suaka asal Afghanistan, Sajjad, saat ditemui CNNIndonesia.com, di eks Gedung Kodim Kalideres, Jakarta Barat, Minggu, 11 Agustus 2019.

Diketahui, ribuan para pencari suaka dari sejumlah negara menempati Gedung Eks Kodim sambil menunggu kejelasan dari Badan PBB untuk pengungsi (UNHCR). Mulanya, mereka menempati trotoar di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, dekat dengan gedung di mana UNHCR berkantor.

Mereka lalu dipindahkan ke bekas Gedung Kodim di bilangan Jakarta Barat. Jumlah mereka kini mencapai 1.150 orang. Meski sudah tidak menempati emperan jalan, para pencari suaka tetap mendapat penolakan dari warga sekitar. 

Sajjad sendiri mengaku sudah lima tahun berada di Indonesia. Dia meninggalkan Afghanistan karena ingin menghindari perang yang tak kunjung usai.

Selama di Indonesia, Sajjad pun kerap berpindah tempat tinggal. Mulai dari mengontrak rumah di Bogor, tenda dan aspal Kebon Sirih, hingga tenda & aspal Kalideres.

"Tahun lalu saya masih di Bogor, uang habis kemudian saya ke Kalideres dua bulan, kemudian di Kebon Sirih dua minggu," kata Sajjad.

Kehadiran para pencari suaka itu mendapat penolakan terbuka dari warga sekitar, khususnya oleh warga Kompleks Daan Mogot Baru. Beberapa spanduk penolakan terlihat di beberapa rumah warga, bahkan dipasang pulang di sekitar eks Gedung Kodim.

"Kita tidak punya masalah dengan mereka, jadi untuk apa kita ganggu. Kita itu tak berdaya, dan Komisioner Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) mau kami tinggal di sini," ujarnya.

Anggota Taruna Siaga Bencana (Tagana) Kartiwan atau Iwan mengatakan bahwa para pencari suaka memang tidak diberikan jatah daging kurban oleh masjid-masjid sekitar. Iwan memang akrab dengan para imigran dari Afghanistan, Pakistan, Irak, Iran, Somalia, dan Sudan tersebut.

"Kalau pun ada daging kurban pasti langsung dikirim ke dapur umum yang memasak untuk para imigran. Tidak mungkin juga memasak di gedung penampungan," kata Iwan.

CNNIndonesia.com berusaha mencari panitia kurban di sekitar eks Gedung Kodim tersebut. Tak sampai 1 Km, CNNIndonesia menemui salah satu panitia kurban dari Musholla Jamiatul Huda, yang bernama Adi.

Adi mengaku baru saja menyelesaikan pembagian daging kurban ke warga sekitar. Tahun ini pihaknya menyediakan 400 kupon. Namun, seluruh kupon tersebut tidak mencukupi warga di sekitar musholla.

"Bukan kita tidak mau ke sana (penampungan para pencari suaka), di sini saja sudah hampir tidak mencukupi 400 kupon, di sini saja banyak juga yang tidak dapat," katanya.

Andi mengaku masih ada sisa 20 kg daging. Akan tetapi, pihaknya belum memberikan jatah daging kepada warga yang berkurban. Ia juga takut terjadi keributan apabila pihaknya memberikan daging kurban hanya sedikit.

Berebut Roti dan Susu saat Idul Adha

Alih-alih mendapatkan daging kurban, para imigran malah terlihat sibuk meminta jatah logistik berupa susu hingga roti kepada penjaga tempat penampungan. Mereka seolah tidak lagi berharap diberikan daging kurban.

Salah satu penjaga tempat penampungan yang mengurus distribusi logistik adalah Ketua Organisasi Selaras dan Peduli Kasih (Selasih), Ratih Novitasari.

Ia mengaku sulit mendistribusikan bantuan karena banyak pencari suaka yang terkesan tak sabar ketika tahu ada bantuan datang. Walhasil, bantuan jadi tidak diterima secara merata.

"Memang banyak pencari suaka yang secara tidak terkoordinasi mengambil barang secara paksa. Sudah mengambil kemudian mengaku tidak mengambil, jadi tidak beraturan dan kita tidak mau tiap hari seperti ini," kata Ratih.

Sajjad mengamini bahwa dirinya dan para pencari suaka lain kerap tidak sabar dalam mengantre pemberian bantuan makanan. Bahkan kerap terjadi perselisihan.

Faktor keterbatasan ruang tempat tinggal menjadi salah satu faktor. Mereka tidak nyaman terlalu lama tinggal berhimpit-himpitan. 

Akibatnya, kerap terjadi gesekan hanya karena masalah yang sepele. Misalnya, berebut bantuan makanan, mandi, hingga air wudhu.

"Mereka tidak bisa sabar. Mereka yang tidak sabar ini telah lama sekali tinggal di Indonesia, jadi ada masalah mental. Mereka tidak bisa sabar dan toleransi. Jadi mereka emosional. Sehingga sering bergesekan dan teriak-teriak," ujarnya.

"Tidak ada aktivitas berarti dan punya tempat terbatas. Tentu mereka stres dan mereka pikir masa depan mereka," lanjutnya.

(Source: cnnindonesia.com)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »