BENTENGSUMBAR.COM - Penetapan Rizieq Shihab sebagai tersangka kasus kerumunan dikritik pakar hukum tata negara Refly Harun.
Habib Rizieq Shihab (HRS) resmi dinyatakan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Pentolan FPI tersebut dinyatakan sebagai tersangka atas kasus pelanggaran protokol kesehatan. Sebelumnya, HRS banyak menjadi perbincangan karena acaranya yang dihadiri 10.000 orang pada masa PSBB transisi DKI Jakarta.
Berita penetapan HRS sebagai tersangka pelanggaran protokol kesehatan lantas mendapatkan beragam reaksi dari masyarakat. Salah satu yang ikut bersuara adalah ahli Hukum Tata Negara, Refly Harun. Ia ikut menyuarakan tanggapannya melakui kanal YouTube pribadinya.
Dalam video berdurasi 12 menit lebih tersebut, Refly mengulas pasal 160 KUHP untuk upaya menahan HRS. Mengutip pandangan pakar, disebutkan bahwa pasal tersebut sangat bisa digunakan untuk menahan HRS dibandingkan hanya menggunakan pasal karantina kesehatan, yang tidak bisa digunakan sebagai pasal penahanan.
"Kita kembali pada hal yang lebih fundamental tentang tujuan hukum. Apa sih tujuan hukum tersebut? Salah satunya adalah ketertiban masyarakat," ujar Refly.
Refly menilai, yang dilakukan HRS memanglah sebuah kesalahan, tetapi bukan sebuah tindak kejahatan dengan pemberatan. Namun, karena penggunaan pasal 93 kurang gagah untuk menangkap HRS, akhirnya digunakan pasal 160. Menurutnya, pasal tersebut tidak bisa digunakan untuk menjerat HRS. Ia mempertanyakan di mana unsur menghasut yang disangkakan dalam pasal tersebut.
Pasal 160 KUHP juga berorientasi pada sebab dan akibat. Dalam hal tersebut, Refly tidak melihat akibat yang disangkakan. Dalam pemeriksaan Covid-19 kepada warga petamburan, Refly menerima informasi, ada lima orang warga yang terjangkit. Namun, kelimanya juga tidak hadir dalam acara yang digelar HRS dan terjangkit lantaran baru pulang liburan.
Secara pos facto, Refly menyebutkan, tidak ada yang perlu dirisaukan dari kerumunan tersebut. Hanya saja, memang perlu diberikan teguran yang keras dan jika perlu, denda administrasi yang lebih besar. Pihak HRS sendiri sudah menerima denda Rp50 juta dari Satpol PP DKI Jakarta atas terselenggaranya resepsi pernikahan putri keempat HRS.
"Jadi bukan melakukan pendekatan pidana untuk memenjarakan, menangkap orang, menahan orang sebagaimana tren yang terjadi saat ini," ujar Refly.
Refly mengajak masyarakat untuk menjaga demokrasi bangsa Indonesia dan tidak menggunakan hukum sebagai alat represi, melainkan sebagai alat untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Refly berharap agar semua bisa berjalan baik-baik saja dan kasus ini bisa diungkap secara genuine, dengan tim yang juga independen.
Menurutnya, selain tim dari Mabes Polri, FPI dan Komnas HAM yang bekerja. Kasus ini juga akan terkuak jika ada tim independen yang bekerja.
Pengungkapan kasus dengan tim independen akan lebih mudah diungkap daripada kasus yang melibatkan sedikit orang seperti kasus penyiraman penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Sejak diunggah pada Jumat (11/12/2020), video itu sudah ditayangkan lebih dari 19 ribu kali. Ada 2.000 lebih yang menekan tanda suka dan seribu lainnya meninggalkan komentar.
Banyak warganet pendukung HRS yang memberikan tanggapan dalam video tersebut. Mereka ikut memberikan pendapatnya mengenai kasus yang melilit sang pimpinan FPI.
(*)
« Prev Post
Next Post »