Ketua DPR Puan Maharani: Literasi Digital yang Rendah Menghalangi Indonesia Mencapai Potensi Ekonomi Digital

BENTENGSUMBAR.COM - Indonesia merupakan pasar ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara. Sayangnya, literasi digital warga Indonesia belum mampu menyokong potensi digital yang luar biasa ini. Masyarakat di dunia maya kerap terpapar hoaks sehingga rentan terkena serangan siber.

“Potensi ekonomi digital Indonesia ini sangat besar, peluangnya terbuka lebar. Apalagi di masa pandemi penggunaan ruang digital semakin mendominasi kehidupan kita. Sayang sekali potensi ini belum didukung oleh literasi digital yang memadai,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani dalam keterangan tertulisnya.

Maraknya penyebaran isu hoaks di platform media sosial, menurut Puan, menjadi salah satu indikator bahwa warga dunia maya belum dibekali kemampuan digital yang cukup untuk menangkal dampak negatif dari digitalisasi.

Sebuah riset mengungkapkan bahwa peluang warga negara Indonesia terkena serangan siber mencapai 76%. Bahkan, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mencatat dan melabeli 1.733 hoaks terkait Covid-19 dan vaksin, dari awal pandemi sampai April 2021. Angka ini belum menghitung topik-topik hoaks lain yang jumlahnya lebih fantastis lagi.

“Grup-grup Whatsapp sering kali jadi tempat berkumpulnya berita-berita yang menyesatkan. Dari sini nanti menyebar lagi hanya dalam hitungan detik, disebarkan ke grup lain oleh anggota-anggotanya yang belum memiliki ketahanan digital,” ucap alumni FISIP Universitas Indonesia ini.

Menurut para ahli, definisi hoaks adalah sebagai rangkaian informasi yang memang sengaja disesatkan, namun dijual sebagai kebenaran (Silverman, 2015). Yang mengkhawatirkan, hoaks bukan sekadar misleading alias menyesatkan, informasi dalam fake news juga tidak memiliki landasan faktual, namun disajikan seolah-olah sebagai serangkaian fakta sehingga orang kerap terkecoh.

Dewan Pers juga pernah mengungkapkan bahwa fungsi media sosial dalam lingkaran pertemanan kini beralih fungsi menjadi sarana penyampaian pendapat dan pandangan politik atau mengomentari pendirian orang lain.

Maraknya hoaks di Indonesia, masih menurut Dewan Pers, juga diakibatkan oleh munculnya krisis kepercayaan terhadap media mainstream seperti televisi, radio, dan sejenisnya.

Pandangan sama turut disampaikan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII). Mereka melihat bahwa munculnya fenomena penyebaran berita hoaks lantaran masih rendahnya literasi informasi digital masyarakat negeri melalui internet.

Padahal, seperti yang disampaikan Puan sebelumnya, Indonesia memiliki potensi ekonomi digital yang menjanjikan. Pada tahun 2019 nilai ekonomi digital Indonesia sebesar 40 miliar dollar AS, dan diperkirakan akan naik mencapai 133 miliar dollar AS pada 2030 (eConomy SEA 2019).

Di sisi lain, Indonesia berada di jajaran bawah soal daya saing digital. Indonesia, berdasarkan World Digital Competitiveness Ranking, berada pada urutan 56 dari 62 negara di dunia.

Kesimpulan senada juga dapat dilihat dalam laporan East Ventures berjudul Digital Competitiveness Index (EV-DCI) untuk provinsi-provinsi Indonesia, di mana skor indeks median adalah 27,9 (dari skala 0 sampai 100) untuk 34 provinsi.

“Selama kita belum mampu menangkal berita hoaks, sulit untuk mencapai potensi maksimal dari ekonomi digital. Padahal selama pandemi Covid-19 yang melumpuhkan roda ekonomi dunia, justru usaha berbasis digital mengalami pertumbuhan positif,” kata Puan.

Kementerian Perindustrian mencatat ekonomi digital Indonesia selama masa pandemi Covid-19 mengalami pertumbuhan hingga 11%. Tak salah jika kemudian ekonomi digital diharapkan mampu menopang pertumbuhan ekonomi nasional selama masa pandemi.

Namun demikian, literasi digital di Indonesia memang masih menjadi kendala. Survei Status Literasi Digital Indonesia 2020 di 34 provinsi menyatakan bahwa literasi digital di Indonesia belum sampai level ‘baik’. Jika skor indeks tertinggi adalah 5, indeks literasi digital Indonesia baru berada sedikit di atas angka 3.

Lebih jauh, riset tersebut menemukan bahwa responden yang pernah meneruskan informasi hoaks menyatakan hanya meneruskan berita yang tersebar. Sebanyak 68,4% orang mengaku tidak terlalu memikirkan apakah berita tersebut hoaks atau bukan saat meneruskannya ke jejaring lain. Sedangkan sekitar 56,1% responden mengaku tidak tahu bahwa berita tersebut hoaks saat meneruskannya.

“Ingat, ketika kita menerima informasi apapun, terutama dari media sosial, dicerna dulu dengan matang. Saring sebelum sharing. Jangan begitu terima informasi mencurigakan, langsung disebarkan ke orang lain. Beri jeda kepada diri sendiri untuk berpikir logis,” tutur mantan Menko PMK ini.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »