Ketua DPR Puan Maharani Menekankan Pentingnya Ketahanan Keluarga dalam Hadapi Pandemi

BENTENGSUMBAR.COM - Ketua DPR RI Puan Maharani mengungkapkan pentingnya menjaga keharmonisan keluarga selama masa pandemi. Dia mengatakan bahwa waktu bersama keluarga sangat berharga dan utama untuk memperkuat diri dalam menghadapi gempuran Covid-19 yang belum kunjung usai.

“Keluarga Indonesia harus memperkuat ketahanan keluarganya selama masa pandemi ini. Kita semua membutuhkan dukungan dari orang-orang yang kita sayangi, sekaranglah saatnya kebersamaan keluarga diuji. Saya optimis keluarga Indonesia kuat-kuat, mampu hadapi pandemi bersama,” ucap Puan.

Ketahanan keluarga tersebut mencerminkan kecukupan dan kesinambungan akses suatu keluarga terhadap pendapatan juga sumber daya agar mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, seperti pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, partisipasi di dalam masyarakat serta integritas sosial.

Namun begitu, pada kondisi pandemi seperti ini keluarga Indonesia menghadapi beragam permasalahan yang rentan mengganggu kestabilan ketahanan keluarga. Pandemi telah memicu kerentanan ekonomi, sosial, masalah relasi antar anggota keluarga, perubahan peran, tumbuh kembang anak, sampai masalah kesehatan fisik dan mental.

“Saya memahami, kita semua mengalami kesulitan selama pandemi ini. Ekonomi mandek, penghasilan jadi berkurang, bahkan ada yang sampai kena PHK. Semua serba sulit,” kata Puan.

Dia mengatakan bahwa bantuan sosial terus digencarkan selama pandemi untuk membantu kondisi ekonomi keluarga di Indonesia. Meski demikian, dia menyadari bahwa masih ada keluarga yang mengalami kesulitan.

Oleh karena itu, Puan mengajak keluarga Indonesia untuk mulai beradaptasi dan berdamai dengan keadaan. Hal ini, lanjut dia, bukan berarti pasrah terhadap kondisi. Sebaliknya, dia mengajak anggota-anggota keluarga untuk bangkit dari pandemi, berusaha mencari cara baru yang kreatif untuk bertahan.

“Tidak ada yang pernah membayangkan kita akan terkena pandemi, jadi memang kita semua tidak ada yang punya pengalaman untuk tahu pasti bagaimana menghadapinya. Tapi mau tak mau kita harus beradaptasi karena kenyataannya seperti ini, dan kehidupan normal yang dulu kita nikmati belum tentu akan benar-benar kembali. Kita harus bersiap-siap,” kata Alumni FISIP Universitas Indonesia ini.

Hal pertama yang bisa dilakukan, lanjut Puan, dengan mengurangi beban dan pikiran negatif lalu menggantinya dengan hal-hal positif. Mengurangi stress sangat penting untuk menjaga ketahanan keluarga, selain juga penting untuk kesehatan tubuh.

Menurut data SurveyMETER pada Juli 2020 lalu, tingkat kecemasan dan depresi penduduk Indonesia pada masa pandemi cukup tinggi. Sebanyak 55% dari 3.533 responden mengaku mengalami kecemasan, sedangkan 58% lainnya menyatakan mengalami depresi.

Dalam survei tersebut, penyebab eksternal seperti perubahan kondisi perekonomian, pendidikan, dan sosial menjadi pemicu munculnya stressor internal rumah tangga yang dapat mengganggu efektivitas komunikasi pasangan dalam hubungan pernikahan.

Sementara itu, hasil riset Komnas Perempuan Indonesia tahun 2020 menunjukkan masih ada 10,3% pasangan yang mengalami ketegangan dalam pernikahan selama pandemi. Selain itu, tingkat kerentanan pasangan menikah lebih tinggi sebesar 12% dibandingkan pasangan belum menikah yaitu 2,5%.

“Anggota keluarga harus lebih kompak dalam membangun komunikasi, saling mendukung, dan berusaha untuk beradaptasi bersama-sama,” kata Puan.

Dia berharap melalui ketahanan keluarga yang kuat, dampak sosial selama pandemi dapat ditekan. Pasalnya, tingkat perceraian di Indonesia juga terus meningkat bahkan sebelum pandemi. Puan berharap faktor pandemi dapat memiliki efek sebaliknya, yaitu mempererat hubungan keluarga.

“Anggota keluarga yang mungkin sebelumnya jarang berkomunikasi, sekarang jadi sering saling menghubungi lewat saluran telepon atau video call. Semoga pandemi ini bisa mempersatukan, dan bukan malah memecah kekeluargaan kita,” kata mantan Menko PMK ini.

Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat perceraian di Indonesia terus meningkat. Pada 2015 sebanyak 5,89% pasangan suami istri bercerai yang jumlahnya mencapai 3,9 juta dari total 67,2 juta rumah tangga. Pada 2020, persentase perceraian naik menjadi 6,4% dari 72,9 juta rumah tangga atau sekitar 4,7 juta pasangan.

Sementara itu, data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Indonesia mencatat bahwa angka perceraian di Indonesia, khususnya yang beragama Islam, mengalami peningkatan setiap tahun sejak tahun 2015.

Pada 2015 terdapat 394.246 kasus perceraian, kemudian tahun 2016 bertambah menjadi 401.717 kasus. Lalu pada 2017 meningkat lagi menjadi 415.510 kasus, sedangkan tahun 2018 menjadi 444.358 kasus. Adapun tahun 2019 terdapat 480.618 kasus perceraian, sementara per Agustus 2020 jumlahnya sudah mencapai 306.688 kasus.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »