Ketua DPR Puan Maharani Mengimbau Bansos Selama Pandemi Ikut Menyasar Kaum Perempuan

BENTENGSUMBAR.COM - Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti sejumlah permasalahan yang dihadapi perempuan, sebagai salah satu kaum yang turut terdampak hebat akibat pandemi. Peran kaum hawa memang sentral dalam pemulihan bangsa dari Covid-19, namun sebelumnya mereka harus terlebih dulu didukung agar dapat memiliki ketahanan diri.

“Situasi dan kondisi saat ini memang serba tidak pasti. Sebagai perempuan, saya mengerti bahwa ini sangat berat karena kita ini berperan menjadi penjaga dan pengelola kehidupan keluarga, sebagai penjaga kesehatan, juga penyokong ekonomi keluarga,” ucap Puan dalam keterangan tertulisnya.

Kondisi ekonomi yang mandet membuat banyak perusahaan kolaps sehingga terpaksa memutus kontrak kerja alias melakukan PHK. Keputusan ini turut berdampak kepada perempuan yang kehilangan pendapatannya.

Oxfam International melaporkan, kerugian yang dialami oleh perempuan di seluruh dunia sepanjang tahun 2021 lalu mencapai 800 miliar dollar AS atau sekitar Rp 11.600 triliun.

Kerugian tersebut berupa kehilangan pendapatan lantaran jutaan perempuan di dunia harus kehilangan pekerjaan mereka. Selain itu, banyak pula di antara mereka yang harus menanggung beban merawat keluarga dan memenuhi kebutuhan pendidikan anak di tengah pandemi.

Lembaga tersebut mencatat total kehilangan pendapatan itu masih merupakan perkiraan yang belum memperhitungkan jumlah pendapatan perempuan yang hilang bagi mereka yang bekerja di sektor informal, semisal pelaku UMKM perempuan.

Secara global, perempuan menyumbang lebih dari 64 juta pekerjaan yang hilang tahun lalu. Jumlah tersebut setara dengan 5% dari keseluruhan pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan. Sementara untuk laki-laki kehilangan 3,9% dari total jumlah pekerjaan yang dilakukan.

“Banyak perempuan kehilangan pekerjaan, padahal mereka ini masih harus menanggung beban ekonomi keluarga, selain juga mengasuh dan mendidik anak di rumah,” ucap Puan.

Dia juga menyoroti kesetaraan gender yang berdampak pada lebih rendahnya pendapatan pekerja perempuan. Gaji yang diterima secara rata-rata income dari perempuan sekitar 32% lebih rendah dari laki-laki. Apalagi, labor participation untuk perempuan pun masih jauh tertinggal, hanya 54% dibandingkan laki-laki yang lebih dari 83%.

“Banyak perempuan bekerja di bidang sama, dengan posisi sama, dan tanggung jawab sama, tapi nyatanya secara income masih lebih rendah. Ini tentu bertentangan dengan sila kelima Pancasila, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang di dalamnya termasuk kaum perempuan,” kata mantan Menko PMK ini.

Perempuan Indonesia masih menghadapi tantangan eksternal seperti sikap bias gender dari sejumlah pihak karena cara pandang patriarki yang sudah membudaya. Selain itu, terdapat tantangan dari dalam diri perempuan sendiri yang umumnya masih enggan bangkit untuk memperbaiki kondisi ketidaksetaraan yang dialami.

Laporan The Global Gender Gap Index 2020 yang dirilis oleh World Economic Forum, Indonesia berada di peringkat 85 dari 153 negara dalam hal kesetaraan gender. Indonesia memperoleh skor 0.7 dari skala 0-1, dengan angka 1 menunjukkan keseimbangan.

Di masa pandemi, tantangan yang dihadapi perempuan Indonesia semakin beragam dengan munculnya masalah domestik, seperti kekerasan fisik, tekanan ekonomi hingga tekanan psikologis akibat berbagai masalah yang dihadapi di rumah tangganya.

Tak hanya itu, Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan dan sejumlah lembaga mitra menerima laporan 8.234 kasus kekerasan terhadap perempuan sepanjang 2020. Sebanyak 79% kasus di antaranya adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

“Peran perempuan saat pandemi juga semakin berat, terutama bagi single parent. Ini jumlahnya cukup banyak di Indonesia, mereka perlu bantuan agar bisa memiliki ketahanan diri untuk keluarganya selama pandemi,” kata alumni FISIP Universitas Indonesia.

Menurut catatan BKKBN, rata-rata perceraian di Indonesia mencapai 738 kasus setiap hari. Dari rata-rata itu, sebanyak 70% penggugat ialah perempuan, dengan mayoritas penyebab ialah kekerasan domestik dalam rumah tangga.

Tingginya angka perceraian menyebabkan jumlah kepala keluarga perempuan menjadi tinggi. Saat ini, dari 67,6 juta kepala keluarga di Indonesia, sebanyak 7,9 juta di antaranya ialah perempuan (single parent).

Jumlah itu merupakan 11,6% dari total keluarga di Indonesia. Selain masalah perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga, faktor ekonomi menyebabkan ketahanan keluarga menjadi tergerus.

Pasalnya, sebanyak 42% dari total kepala keluarga di Indonesia ada dalam golongan keluarga prasejahtera. Selain itu, sebanyak 20% tidak memiliki rumah dan 11% kepala keluarga tidak memiliki pekerjaan.

“Bantuan-bantuan sosial selama pandemi, seperti PKH, Kartu Sembako, BLT Dana Desa, dan lain-lain selama pandemi juga harus memasukkan perempuan sebagai penerima dana bantuan,” ucap Puan.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »