Anti Gagal, Begini Cara UMKM Melakukan Transformasi Digital!

PARA pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) harus segera menyusun strategi untuk melakukan transformasi digital. Hal ini diperlukan agar usahanya tetap bisa berkembang di tengah pandemi.

Transformasi ini bisa menyangkut banyak aspek, dari pilihan transaksi non-tunai, sampai strategi pemasaran lewat marketplace atau e-commerce. Namun, ternyata belum semua UMKM melakukan strategi ini.

Hasil survei Mandiri Institute menyebutkan, sebanyak 51% UMKM belum menyediakan transaksi non-tunai. Padahal sebanyak 63% konsumen Indonesia mengaku semakin jarang berbelanja dengan uang tunai.

Lebih dari itu, transaksi digital terus mengalami peningkatan sejak pandemi Covid-19. Hal ini disampaikan oleh Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI) Filianingsih Hendarta.

Dia mengatakan bahwa transaksi e-commerce meningkat sebesar 26% selama pandemi. Transaksi harian juga meningkat hingga 4,8 juta, begitupun dengan persentase konsumen baru yang naik 51%.

Strategi digital

Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki pernah menyampaikan, UMKM harus bertahan, harus bangkit, dan harus tumbuh usahanya walaupun di tengah tantangan pandemi Covid-19. Sebab, UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia.

Sekitar 99% masyarakat Indonesia adalah pelaku UMKM. Di sisi lain, World Bank pada 2021 menyebutkan bahwa 80% UMKM yang terhubung ke dalam ekosistem digital memiliki daya tahan lebih baik.

Meski demikian, transformasi digital tak bisa dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Para pelaku UMKM perlu mempertimbangkan berbagai faktor.

Pakar Digital Business dan Marketing Tuhu Nugraha mengatakan, dengan adanya transformasi digital, pelaku usaha tetap perlu untuk memetakan perencanaan dan strategi pemasaran konvensional.

Menurutnya, persaingan ketat pasti ada, namun yang penting sekarang bagaimana pelaku usaha dapat membangun dan menciptakan emotional bonding dengan konsumen, sehingga loyalitas konsumen dapat meningkat.

Hal senada diungkapkan oleh CEO Qasir Michael Williem. Menurutnya pelaku UMKM tak boleh hanya melihat kemudahan dalam melakukan transaksi digital melalui marketplace atau e-commerce.

Dia menilai, pelaku usaha kerap kali hanya fokus pada keuntungan saja, tetapi lupa memperhatikan risiko yang muncul dari pemasaran melalui media sosial atau platform digital seperti e-commerce.

Oleh karena itu, Michael mengingatkan pelaku usaha untuk mempertimbangkan risiko apa saja yang dihadapinya, di samping peluang dan benefit yang didapat.

Sebagai contoh, dia menilai pelaku usaha harus waspada akan ancaman kejahatan siber yang mengintai data pribadi. Pasalnya, kemudahan dan pengalaman berbisnis yang lebih simpel dengan menggunakan platform e-commerce memiliki risiko terkait dengan faktor keamanan. 

Adanya pencurian identitas maupun produk dan layanan yang disalahgunakan bisa dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. 

Misalnya, secara langsung maupun tak langsung kompetisi yang tidak sehat membuat kompetitor Anda berusaha untuk menyerang privasi dan menjual informasi yang dimiliki. Hal ini dapat merugikan konsumen maupun pelaku usaha dan keberlangsungan bisnis. 

Tak hanya itu, Michael mengatakan bahwa ketika pelaku usaha bergabung dalam ekosistem e-commerce, kontrol operasional dan logistik tidak sepenuhnya di tangan pelaku usaha.

Dengan membuka bisnis di marketplace, syarat utamanya adalah tunduk kepada kebijakan yang berlaku. Pelaku usaha harus tunduk dengan aturan, mulai dari persentase monetisasi yang didapat dan biaya tambahan lainnya yang mungkin diubah secara tiba-tiba, demikian juga dengan kendala teknis yang tidak dapat diperbaiki sendiri.

Saat masuk ke dalam ekosistem e-commerce, maka akan membuka persaingan semakin ketat, dan membuat jangkauan semakin terbatas. Seperti halnya dunia usaha yang tidak pernah lepas dari kompetisi, pun demikian dengan ranah penjualan digital. 

Kompetisi pasar yang tinggi membuat pelaku usaha harus mengatur strategi yang tepat agar dapat dilirik oleh pembeli. Algoritma di marketplace menjadi penentu apakah toko Anda bisa terlihat secara luas oleh calon pelanggan atau tidak.

Kemungkinan produk atau brand menjadi kurang terdengar dan berkembang sangatlah besar disebabkan munculnya produk yang sama dengan harga yang bisa jadi lebih murah. Hal ini harus diantisipasi oleh pelaku UMKM yang memutuskan menjual produk atau jasa via marketplace atau e-commerce.

Menurut Michael, alasan tersebut membuat para pelaku usaha berlomba memperbanyak followers. Dengan banyaknya followers, maka akan memperluas jangkauan promosi bisnis, dan dengan mudah masuk ke pencarian teratas.

Oleh sebab itu, pelaku UMKM harus memiliki pengetahuan yang tepat guna memasarkan produk atau jasa di dunia digital. Jika tidak, transformasi digital hanya menjadi jargon tanpa benar-benar membawa manfaat pada bisnis. (Bella mukti – Anggota Perempuan Indonesia Satu)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »