BENTENGSUMBAR.COM - Nama Kampung Panyarang di Kabupaten Bogor mungkin masih terdengar asing. Orang luar lebih mengenal kampung ini dengan sebutan “Kampung Janda”. Peristiwa tragis menjadi awal julukan tersebut.
Namun kini, para penduduk setempat sudah tak mau lagi menyandang nama Kampung Janda. Mereka ingin orang mengingat kampungnya dengan sebutan sebenarnya, yakni Kampung Panyarang.
Nama tersebut pun memiliki cerita. Salah satu penduduk mengisahkan, dulu mayoritas penduduk Kampung Panyarang memang berprofesi sebagai petani.
Konon pada satu waktu, ketika panen padi tiba, hujan terus menerus mengguyur kampung itu hingga membuat penduduk tak bisa mengeringkan padi. Seorang petani kemudian berdoa.
Dia meminta agar kampungnya diberi sinar matahari agar bisa menjemur pagi. Doa pun dikabulkan, sekitar kampung itu tidak tersentuh hujan. Dari sinilah nama kampung Panyarang lahir.
Menolak sebutan “Kampung Janda”
Sejak sempat viral, banyak warga luar datang ke kampung ini dan menyebutnya dengan “Kampung Janda”. Awalnya warga mendiamkan saja, namun setelah bertahun-tahun terus terjadi, mereka kini menolak nama itu disematkan ke kampung tercinta mereka.
Warga kampung yang terletak di antara Gunung Salak dan Gunung Pangrango ini mengaku tidak senang dengan julukan Kampung Janda. Sebab, warga kampung ini tidak merasa di tempat tinggalnya banyak janda, seperti apa yang ramai dibicarakan.
Kepala Desa Ciburayut, Duloh mengatakan kepada detikcom, tidak ada perbedaan jumlah status janda antara kampung ini dengan tempat lainnya. Duloh pun mengaku sebagai pemerintah desa tidak terima ketika wilayah Kampung Panyarang disebut Kampung Janda.
Dia menceritakan, sebutan itu berawal dari pernyataan yang dikeluarkan dari pendatang yang sempat tinggal di desa. Hal ini kemudian tersebar dan membuat Kampung Panyarang terkenal dengan sebutan Kampung Janda.
Duloh bahkan menyebut orang tersebut sebagai oknum. Dia pun menilai sebutan ini sebagai pelecehan atau penghinaan untuk kampungnya.
Berawal dari peristiwa tragis
Menurut Duloh, sebutan Kampung Janda muncul karena di kampung tersebut pernah terjadi insiden yang menimpa para suami ketika bekerja sebagai buruh harian lepas di tambang ilegal.
Berita kecelakaan tambang yang memakan korban jiwa itu pernah diliput media sekitar tahun 2016. Menurut penuturan Ade Suryadi, Ketua RT 05 ketika itu, ada sekitar 30 perempuan yang menjanda, dari total 65 kepala keluarga.
Para perempuan itu, kata dia, menjanda akibat banyak hal, ada yang suaminya meninggal tertimbun galian pasir, atau meninggal karena penyakit. Pasalnya, di kampung itu sekitar 80% warganya bekerja sebagai penambang galian.
Dia pun menuturkan, beberapa tahun lalu pernah terjadi longsor di galian pasir hingga menewaskan ratusan orang. Apalagi, longsor yang menelan korban jiwa itu tak terjadi sekali dua kali saja. Peristiwa naas ini pun membuat sebagian istri kehilangan suaminya.
Lalu sekitar tahun 2016, tambang karst atau galian C ilegal itu pun ditutup oleh Pemerintah Kabupaten Bogor karena tak memiliki izin, merusak lingkungan, serta menimbulkan banyak korban jiwa.
Selain kecelakaan tambang, faktor nikah muda di kampung tersebut juga menjadi penyebab banyaknya perempuan yang menjanda. Para perempuan ini menjanda di usia muda karena pernikahan dini yang masih terjadi di sana.
Menjadi objek wisata baru
Kini setelah lima tahun berlalu, para perempuan di kampung itu sudah tak mau lagi tempat tinggalnya dijuluki sebagai Kampung Janda. Selain julukan itu tak pantas, mereka juga telah melanjutkan hidup.
Salah satu warga bernama Siti Yuningsih mengatakan, para laki-laki yang meninggal bukan karena alasan kecelakaan tambang semata. Sebagian dikarenakan sakit atau sebab lainnya. Apalagi kini tak ada aktivitas tambang yang masih berlangsung.
Warga pun berharap kalau Kampung Panyarang tidak lagi disebut-sebut sebagai Kampung Janda dan tidak ingin lagi pendatang berkunjung ke kampung ini karena sebutan Kampung Janda.
Siti berharap sebutan itu dihilangkan saja. Dia ingin kampungnya disebut dengan nama sebenarnya, yakni Kampung Panyarang aja.
Kini, bekas tambang karst yang memiliki luas hampir 5 hektar itu, rencananya akan difungsikan sebagai tempat wisata. Bahkan, pihak Dinas Pariwisata sudah membahas masalah itu dalam rapat dengan Bupati Bogor Ade Yassin beberapa waktu lalu. Tapi, rencana itu hingga kini belum bisa terwujud.
Duloh selaku Kepala Desa pun berharap bisa membuat wilayah Kampung Panyarang ini bukan sebagai galian C lagi, tetapi kedepannya menjadi tempat pariwisata kedepannya.
Penulis: Nina T, Anggota Perempuan Indonesia Satu
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »