Perempuan Tak Bisa Bekerja Sendiri Dalam Mencetak SDM Bangsa yang Unggul

PEREMPUAN kerap disebut sebagai madrasah awal bagi anak. Perempuan memegang peran penting membentuk karakter dan mengeluarkan potensi terbaik anak. 

Meski begitu, perempuan tidak bisa bekerja sendiri, perlu upaya bersama untuk mendukung perempuan agar mampu mencetak generasi penerus bangsa yang unggul dan berkepribadian.

Karakter ini menjadi sangat penting pada era globalisasi di mana dunia maya telah mengaburkan batas antar dunia. Penanaman karakter yang berbudaya dan menjunjung etika moral sesuai Pancasila dan nilai-nilai budaya semakin menghadapi tantangan.

Gempuran budaya luar begitu dahsyat, sehingga kerap membuat anak-anak bangsa terlena, lupa akan jati diri. Oleh sebab itu, perempuan dituntut untuk tak lelah belajar, menimba ilmu agar kompeten dalam berbagai bidang, dari pendidikan, kesehatan, ekonomi dan literasi digital serta keuangan.

Alih-alih membatasi ruang gerak anak, seorang ibu bisa merangkul anak untuk mampu melihat dunia dengan filter budaya. Harapannya, anak-anak ini akan tumbuh dengan prinsip kuat sehingga tak mudah terbawa arus.

Perempuan sebagai guru

Perempuan sebagai pendidik memiliki peran yang sangat besar terhadap sukses atau tidaknya suatu generasi. Ibu merupakan sosok penting di balik pembentukan karakter bagi anak-anaknya. 

Energi dalam bentuk kasih sayang, teladan, nasihat, hingga doa yang mampu mengubah sesuatu yang terlihat seakan tidak mungkin menjadi mungkin.

Data Kemendikbud Ristek mencatat dari total jumlah guru secara nasional saat ini, sebanyak 61% merupakan guru perempuan. Untuk itu guru perempuan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam mencapai pendidikan berkualitas. Guru perempuan harus meningkatkan kualitasnya agar mampu menghasilkan anak-anak didik yang berkualitas.

Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemristekdikti Wikan Sakarinto melihat, peluang dan tantangan ke depan terbuka akibat faktor globalisasi, disrupsi teknologi, digitalisasi serta pandemi. Misalnya, munculnya profesi-profesi baru, perubahan budaya masyarakat, kemudahan akses, perkembangan teknologi informasi yang tak terbatas.

Oleh karena itu, lanjut Wikan, perempuan memiliki peran yang sangat strategis sebagai pendidik utama dan pertama yang diharapkan mampu untuk mengarahkan anak-anak untuk bergerak, belajar sesuai dengan passion, visi, serta bakat dari anak tersebut, termasuk dalam pembangunan karakter anak hingga anak mampu berkembang dan menjawab tantangan global.

Literasi keuangan

Perempuan juga perlu memiliki literasi keuangan yang cukup. Menurut Kepala Departemen Literasi dan Inklusi OJK, Kristianti Puji Rahayu, hal ini akan membuka kesempatan lebih besar untuk memperoleh akses keuangan.

Dia mengatakan, peningkatan jumlah perempuan yang memiliki akses keuangan akan berkontribusi positif pada pengentasan kemiskinan. Perempuan yang memiliki akses keuangan cenderung tidak menghabiskan untuk keperluan pribadi, tetapi untuk keperluan rumah tangga dan anak.

Tak hanya itu, perempuan juga menjadi sumber pertama dan utama bagi anak-anak untuk mengakses informasi seputar keuangan. Hasil survei PISA menunjukan bahwa 94% pelajar peserta survei memperoleh informasi literasi keuangan dari orang tua. 

Hal ini menunjukkan pentingnya peran orang tua dalam menanamkan literasi keuangan bagi anak sejak dini, dengan memperkenalkan materi pendukung sederhana.

Kristianti juga menambahkan, setiap peningkatan 1% dari indeks literasi dan inklusi keuangan akan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,16%. Perempuan, lanjutnya, memiliki potensi besar untuk turut mengangkat nilai tersebut karena jumlah perempuan terutama pada usia produktif yang juga signifikan.

Kerja keras bersama

Meski demikian, perempuan tak bisa melakukannya sendirian, perlu usaha dan kerja bersama untuk mencetak generasi bangsa yang unggul. Sebagai contoh, titik dimulainya pembangunan SDM ialah dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, balita, dan anak sekolah. Termasuk di dalamnya, menurunkan stunting, kematian bayi, serta kematian ibu.

Saat ini, permasalahan kesehatan di Indonesia masih menjadi hal yang krusial. Sebanyak 1 dari 3 anak Indonesia mengalami stunting, 1 dari 5 orang dewasa mengalami obesitas yang lebih banyak terjadi pada perempuan. 

Tak hanya itu, sebanyak 30% remaja mengalami anemia, 1 dari 2 ibu hamil mengalami anemia, 13-14 bayi meninggal dalam setiap jam, 1-2 ibu meninggal setiap 1 jam. 

Bahkan Indonesia tertinggi kedua di ASEAN untuk kasus ibu meninggal dan menempati urutan kedua tertinggi untuk kasus pernikahan dini di negara-negara ASEAN.

Padahal, peran perempuan dalam membangun budaya sehat untuk mewujudkan generasi emas terdapat pada setiap fase kehidupan, yakni dengan menjaga kehamilan melalui pemenuhan gizi seimbang dan perencanaan persalinan.

Fase selanjutnya yaitu menjaga kesehatan bayi dan balita melalui pemberian ASI eksklusif, memantau tumbuh kembang anak, imunisasi, pola asuh yang baik, memberikan informasi dan teladan pola hidup sehat.

Di sisi lain, dalam menjalankan perannya, perempuan masih dihantui oleh risiko kekerasan seksual dan pelecehan yang kerap terjadi di ruang publik, di lingkungan tempat kerja, bahkan di rumah. Tak hanya itu, perempuan lebih rentan mengalami kelelahan mental dan fisik akibat menjalankan peran ganda. 

Oleh karena itu, perempuan sebagai pencetak generasi bangsa perlu mendapat pemberdayaan dan perlindungan. Hal ini penting demi meningkatkan SDM bangsa yang unggul, bisa bersaing di dunia internasional, serta tetap memegang teguh berkepribadian bangsa. (Juju Juhariyah – Anggota Perempuan Indonesia Satu)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »