BENTENGSUMBAR.COM – Pengacara Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa permohonan judicial review Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) Partai Demokrat ke Mahkamah Agung tidak ada hubungannya dengan Moeldoko, Ketua Umum Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang.
Menurut Yusril, yang diajukan ke Mahkamah Agung adalah permohonan pengujian formil dan materil terhadap AD/RT Partai Demokrat Tahun 2020 yang telah disahkan Menkumham pada 18 Mei 2020.
“Dan yang menjadi pemohon adalah 4 kader Partai Demokrat yang dipecat oleh partai itu sendiri,” ucap Yusril, Selasa, 28 September 2021.
Yusril mengatakan, 4 kader Partai Demokrat itu merasa dizalimi sehingga melakukan perlawanan secara sah dan konstitusional.
“Jadi bukan saya yang gugat Partai Demokrat. Saya pribadi tidak ada urusan apapun dengan Partai Demokrat,” sambung Yusril.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menegaskan bahwa dia hanya bertindak sebagai lawyer, sebagai advokat yang mewakili kepentingan umum dan kepentingan empat kader Partai Demokrat yang merasa terzalimi.
Ia menegaskan permohonan judicial review AD/ART Partai Demokrat sama sekali tidak mempersoalkan siapa pengurus Partai Demokrat yang saha atau tidak sah.
“Jadi ndak usah dibawa ke mana-mana, lebih baik dibaca baik-baik teks permohonannya,” pinta Yusril.
Yusril menegaskan Moeldoko tidak masuk dalam daftar pemohon judicial reviuw AD/ART Partai Demokrat.
“Tidak ada Pak Moeldoko sebagai pemohon. Saya tidak mewakili Pak Moeldoko,” tegas Yusril.
Yusril menjawab tudingan yang menyebutkan bahwa Moledoko berada di belakang empat kader Partai Demokrat yang mengajukan judicial reviuw.
“Walaupun ada orang bilang Pak Moledoko nanti bermain di belakang. Saya bilang kalau itu politik,” cetusnya.
Ia lantas menyindir Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Menurut Yusril, orang juga bisa mengatakan bahwa ada SBY di belakang AHY.
“Bisa aja AHY di depan, tapi di belakang wah ada Pak SBY. Bisa aja orang ngomong begitu. Siapa yang mau melarang orang ngomong seperti itu,” jelas Yusril.
MA Belum Pernah Tangani AD/ART Parpol
Yusril mengakui bahwa Mahkamah Agung (MA) memang belum pernah menerima gugatan terkait AD/ART Partai Politik.
“Ini pertama kali terjadi karena saya ingin melakukan satu terobosan hukum,” ucap Yusril.
Menurut Yusril, dulu juga tidak pernah ada yang namanya gugatan praperadilan atas penetapan tersangka.
“Tapi Pak Makdir Ismail mencoba itu, mendobrak itu, dan kemudian pengadilan mengabulkan bahwa penetapan tersangka yang tidak memenuhi syarat alat bukti permulaan yang cukup itu bisa dibatalkan oleh proses praperadilan,” terang Yusril.
Lebih jauh Yusril menjelaskan bahwa dalam UUD 1945, kata partai politik itu enam kali disebutkan.
“Partai politik itu 6 kali disebutkan. Begitu partai didirikan, partai tidak bisa dibubarkan oleh siapapun, termasuk oleh presiden. Partai hanya bisa dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.
Hanya partai politik yang bisa ikut pemilu. Hanya partai politik yang bisa mencalonkan presiden, wakil presiden, dan seterusnya.
“Begitu besar peran partai itu dalam proses demokratisasi dan proses penyelenggaraan bernegara,” kata Yusril.
Dalam undang-undang disebutkan partai partai politik harus membuat AD/ART, kemudian disahkan oleh Menkumham.
“Begitu kita baca, lho ini kok pasal-pasalnya suka-sukanya sendiri, mau-maunya sendiri, nabrak undang-undang, bahkan nabrak UUD 1945,” ucapnya.
“Persoalannya, kalau partai seperti itu, siapa yang bisa menguji anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai? apa dibiarkan?,” tanya Yusril.
Ia menegaskan bahwa partai politik itu dibiayai dengan menggunakan uang rakyat. Parpol yang memiliki wakil di DPR mendapat bantuan uang APBN.
“Nah partainya suka-suka, suka-suka ketuanya, suka-suka ketumnya, suka-suka mereka sendiri, suka-suka keluarganya. Lho, memang bisa begitu?,” tanya Yusril.
Atas dasar itu, 4 kader Partai demokrat mencoba menerobos hal itu dengan menggandeng Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum.
Menurut Yusril, partai politik didelegasikan oleh undang-undang dan diperintahkan pembentukannya oleh undang-undang, sehingga bisa diuji oleh MA.
“Kalau ternyata (AD/ART Parpol) bertentangan dengan undang-undang, siapa yang bisa menguji? Tidak ada satupun yang bisa jawab. Lalu saya mengatakan Mahkamah Agung bisa menguji,” ucap Yusril.
“Dan pendapat saya itu bukan pendapat ngawur. Pendapat saya itu didukung juga oleh ahli-ahli yang lain,” tutup Yusril. (Pojoksatu)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »