Ngeri, Banyak ASN Terindikasi Radikal dan Intoleran, Awalnya Diajari Ngaji

BENTENGSUMBAR.COM – Penyusupan ideologi radikal kepada aparatur sipil negara (ASN) dilakukan kelompok radikal dengan cara-cara yang rapih dan terselubung.

Dengan demikian, gerakan kelompok radikal itu luput dari perhatian dan membuat penanganan menjadi terlambat.

Padahl sejatinya, kelompok radikal ini melakukan infiltrasi yang cukup masif.

Demikian disampaikan kader Intelektual Muhammadiyah, Muhammad Abdullah Darraz dalam keterangannya dilansir PojokSatu.id dari Antara, Rabu, 6 Oktober 2021.

“Hal ini tidak disadari pimpinan di instansi tersebut, sehingga penanganannya cenderung terlambat,” ungkap Darraz.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan Alvara Research pada 2018, menunjukkan sebanyak 19,4 persen ASN terindikasi radikal dan intoleran.

Darraz menilai, besar kemungkinan kelompok radikal juga bukan tidak mungkin telah menginfiltrasi ke dalam tubuh institusi TNI dan Polri.

“Ada indikasi aparat itu diinfiltrasi (kelompok radikal),” ujarnya.

Aparatur negara merupakan benteng pertahanan negara dan role model bagaimana Pancasila tertanam dalam diri pribadi seseorang sebagai warga negara Indonesia.

“Semoga ini tidak secara institusional, namun saat ini polanya adalah infiltrasi kepada oknum dengan mereka diajari mengaji dan sebagainya,” ungkapnya.

“Lama kelamaan mulai diperkenalkan dengan ideologi mereka yang bertentangan dengan Pancasila,” sambung Darraz.

Anggota Gugus Tugas Pemuka Lintas Agama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini menilai, infiltrasi kelompok radikal cenderung sulit diidentifikasi.

Pasalnya, ada anggapan masyarakat bahwa aparatur negara merupakan kelompok yang memiliki jiwa nasionalisme paling kuat.

“Selama ini banyak yang menganggap aparat ini orang yang paling kuat (jiwa) nasionalismenya,” tutur Darraz.

Sehingga, terpaparnya aparatur negara perlu menjadi perhatian semua pihak.
Sebab, jika sudah terjadi infiltrasi, maka akan sulit untuk dilakukan penetralan.

“Maka dari itu harus ada kesadaran dari pimpinan instansi/lembaga bahwa bahaya ini nyata dan ada,” ingatnya.

Alumni Pondok Pesantren Darul Arqam Garut ini berharap adanya kesadaran dan kepekaan dari instansi terhadap bahaya radikalisme.

Terutama yang menyasar aparatur negara.

Menurutnya, ada tiga hal yang harus dilakukan pemimpin instansi untuk mencegah masuknya ideologi radikal dan intoleran ke dalam tubuh institusi.

Pertama, menyadari bahwa gerakan radikal dan intoleran itu memang benar-benar ada.

“Kedua, segera mendeteksi sumbernya di mana, karena saya sendiri meyakini pendekatan kelompok radikal menargetkan orang-perorangan dengan mengajarkan hal-hal yang bertentangan atau polemik,” ungkapnya.

Terakhir, internalisasi nilai-nilai ideologi Pancasila, nilai kebangsaan, nilai kebinnekaan.

“Serta nilai-nilai positif di negara Indonesia,” tandasnya. (Pojoksatu)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »