Pro Kontra Hukuman Mati, Apakah Mampu Membuat Efek Jera?

BANYAK negara di dunia masih menerapkan hukuman mati bagi pelanggar hukum, dengan ketentuan yang berbeda-beda di masing-masing negara, termasuk di Indonesia. Di Tanah Air sendiri, beberapa kali menjatuhkan hukuman mati, misalnya pada 2020 kepada dua terpidana penyelundup narkoba.

Meski demikian, hukuman mati masih menimbulkan pro dan kontra. Sebagian masyarakat dunia tidak setuju dengan hukuman ini karena dianggap melanggar nilai-nilai dasar kemanusiaan.

Oleh karenanya, sejak tahun 2003, tanggal 10 Oktober diperingati sebagai World Day Against the Death Penalty atau Hari Internasional Menentang Hukuman Mati. 

Peringatan ini diluncurkan oleh World Coalition Against the Death Penalty, yang merupakan perkumpulan dari organisasi non pemerintah (NGO) serta pemerintahan lokal dari seluruh dunia.

Awalnya, organisasi tersebut berpartisipasi dalam kongres internasional menentang hukuman mati di Strasbourg pada tahun 2001. Organisasi ini membangun koalisi untuk melobi para negara yang masih menggunakan hukuman mati.

Dikutip dari laman Amnesty.id, pada 1977 baru ada sekitar 16 negara yang menghapuskan hukuman mati baik dalam sistem hukum mereka (de jure) dan secara praktik (de facto).

Jumlah ini bertambah pada 2017 yang tercatat sudah mencapai 105 negara di dunia yang menghapuskan hukuman mati untuk segala macam kejahatan. Namun Indonesia sendiri hingga saat ini belum mempunya wacana untuk penghapusan hukuman mati.

Jumlah negara yang menyetujui penghapusan hukuman mati kembali meningkat pada tahun 2020. Menurut laporan hukuman mati tahun 2020 Amnesty International, lebih dari dua pertiga dunia kini telah menghapus hukuman mati dalam undang-undang ataupun praktik.

Sebanyak 108 negara telah sepenuhnya menghapus hukuman mati untuk semua kejahatan, 28 negara telah efektif menghapus hukuman mati dengan tidak mengeksekusi siapapun selama 10 tahun terakhir dan 55 negara masih mempertahankan hukuman mati untuk kejahatan biasa.

Praktik hukuman mati

Pada tahun 2020, setidaknya 483 orang diketahui telah dieksekusi. Angka ini termasuk terendah yang tercatat Amnesty International selama dekade terakhir.

Eksekusi pada tahun 2020 turun 26% dibandingkan dengan 2019 dengan angka 657; dan sebesar 70% dari puncak 1.634 eksekusi yang dilaporkan oleh kelompok hak asasi manusia internasional pada tahun 2015.

Empat negara – Iran (setidaknya 246), Mesir (setidaknya 107), Irak (setidaknya 45) dan Arab Saudi (27), menyumbang 88% dari semua eksekusi yang diketahui pada tahun 2020.

Total global yang tercatat di atas tidak termasuk ribuan eksekusi yang diyakini Amnesty International dilakukan di China, di mana data tentang hukuman mati diklasifikasikan sebagai rahasia negara.

Amnesty International mencatat bahwa 16 wanita termasuk di antara 483 orang yang diketahui telah dieksekusi pada tahun 2020. Cornell Center on the Death Penalty Worldwide memperkirakan bahwa setidaknya 800 wanita telah dijatuhi hukuman mati di seluruh dunia.

Setiap negara pun mempunyai metode berbeda dalam pelaksanaan hukuman mati. Ada yang menggunakan kursi listrik, suntikan beracun, digantung, dipancung dan ditembak mati oleh regu penembak.

Lima metode eksekusi yang berbeda juga digunakan pada tahun 2020. Metode yang paling umum adalah menggantung dan menembak, yang digunakan di 15 negara berbeda.

Injeksi mematikan adalah metode eksekusi yang paling banyak digunakan di Amerika Serikat, tetapi beberapa negara bagian mengizinkan metode lain, termasuk penyetruman, kamar gas, gantung dan regu tembak.

Pemenggalan kepala dengan pedang adalah bentuk eksekusi utama di Arab Saudi.

Efek jera

Amnesty International menyatakan, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati memiliki efek jera yang unik dibanding penghukuman lainnya.

Statistik dari negara-negara yang telah menghapus hukuman mati menunjukan bahwa ketiadaan hukuman mati tidak menghasilkan peningkatan angka kejahatan di mana sebelumnya dikenai hukuman mati, termasuk kejahatan-kejahatan terkait narkotika.

Amnesty International dalam pernyataanya menentang penerapan hukuman mati bagi semua kasus di segala kondisi dan menganggap merupakan pelanggaran hak atas hidup, yang diakui oleh Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, dan merupakan penghukuman yang paling kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia. 

Lebih dari itu, hukuman mati juga memberikan dampak negatif bagi keluarga yang ditinggalkan. Oleh karenanya beberapa kali peringatan tersebut menyoroti kondisi para keluarga dari terpidana mati. 

Pada peringatan ke-17 tahun 2019, misalnya, Hari Internasional Menentang Hukuman Mati, menyoroti tantangan yang dihadapi anak-anak dari orang tua yang dihukum mati.

Sedangkan setahun sebelumnya, Hari Internasional Menentang Hukuman Mati mengangkat soal meningkatkan kesadaran tentang kondisi yang tidak manusiawi dari orang yang akan dijatuhi hukuman mati.

Koalisi Anti-Hukuman Mati Sedunia menyatakan, hukuman mati tidak hanya mempengaruhi orang yang dihukum mati tetapi juga keluarga, tim hukum, dan akhirnya masyarakat. 

Menurut Koalisi, penjara saat ini sudah tidak manusiawi, terlebih bagi mereka yang sudah diputuskan mendapat hukuman mati. Hak-hak mereka seolah diabaikan, bahkan sebelum dieksekusi. Mereka tidak lagi dianggap sebagai manusia. (Hanifa B – Anggota Perempuan Indonesia Satu)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »