Soekarno Meninggal karena Dibunuh, Netizen: Sang Waktu Tak Bicara Soal Bukti tapi Soal Karma

BENTENGSUMBAR.COM - Akhir masa hidup Presiden RI Pertama, Ir Soekarno selalu menyisakan misteri. Baru-baru ini ia disebut-sebut meninggal karena dibunuh.

Banyak warganet menyoroti hal itu. Sabtu, 2 Oktober 2021, akun FB Mak Lambe Turah membuat cuitan menarik. Ia mengungkap bahwa sejarah dalam konteks “Sang Waktu” sebenarnya tidak menyajikan bukti tapi jelas menyajikan bagaimana hukum karma bekerja.

“Sejarah itu tetap saja bagian dari misteri. TAPI. SANG WAKTU sebenarnya sudah memberikan jawaban dari sejarah yang menjadi pertanyaan banyak orang. SANG WAKTU tak bicara soal BUKTI tapi soal KARMA,” kata MLT.

“Kalau kamu pernah menjatuhkan kekuasaan seseorang maka ketika kamu berkuasa, akan dijatuhkan juga oleh orang lain. Kalau kamu pernah menyakiti keadaan seseorang ketika dia sakit hingga tiada maka akan tiba saatnya ketika kamu sakit akan tersakiti oleh keadaan sampai tiada...,” lanjutnya.

"Dan kalau kamu pernah menghabisi seseorang, maka akan datang suatu saat kamu dihabisi oleh orang lain... 'Dihabisi' itu maknanya bukan semata soal nyawa...bisa jadi 'dihabisi' rejekinya.What Goes around comes around. If U dont treat people right, things come back to bite you," pungkasnya.

Untuk diketahui, Didi Mahardika, cucu Presiden RI pertama Sukarno, menyebut Sang Proklamator dibunuh.

Lalu bagaimana perawatan kesehatan Bung Karno menjelang kematiannya?

Cerita perawatan kesehatan Bung Karno di sisa hidupnya ini diungkap oleh sejarawan BRIN Asvi Warman Adam dalam tulisan berjudul 'Beda Perawatan Soeharto dengan Sukarno'.

Tulisan ini terhimpun dalam buku 'Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto' suntingan FX Baskara Tulus Wardaya.

Diceritakan dalam buku itu bahwa sejak awal 1968 Bung Karno berada dalam 'karantina politik' dan tinggal paviliun Istana Bogor. Bung Karno kemudian dipindahkan ke peristirahatan 'Hing Puri Bima Sakti' di Batutulis, Bogor.

Melihat kondisi ini, putri Bung Karno, Rachmawati, menemui Soeharto di Cendana untuk meminta agar ayahnya dipindahkan ke Jakarta. Pada awal 1969, Sukarno pindah ke Wisma Yasoo di Jalan Gatot Subroto (sekarang Museum Satriamandala).

"Sukarno mendapat perawatan seperti pasien di rumah sakit, dalam arti diukur suhu badan dan tekanan darah beberapa kali dalam sehari, serta jumlah air kencing selama 24 jam," tulis Asvi.

"Pernah ada pemeriksaan rontgen. Tidak diberikan diet khusus seperti yang dilakukan terhadap pasien gangguan ginjal. Selain itu, Bung Karno hanya dilayani oleh seorang dokter umum (dr Sularjo). Bung Karno tidak pernah mendapat penanganan khusus dari dokter spesialis," lanjutnya.

Ketika kondisi Bung Karno kritis, Prof Mahar Mardjono, guru besar Universitas Indonesia, sempat menceritakan kepada dr Kartono Mohammad bahwa obat yang diresepkannya disimpan saja di laci oleh 'dokter yang berpangkat tinggi'.

Sementara itu, menurut catatan perawat, obat yang diberikan kepada Sukarno adalah vitamin B12, vitamin B kompleks, Duvadilan, dan Royal Jelly (yang sebenarnya madu).

"Kalau sakit kepala diberi Novalgin, sesekali, kalau sulit tidur, Sukarno diberi tablet Valium," lanjutnya.

Selain itu, Asvi menjelaskan tekanan darah Bung Karno saat itu relatif tinggi, yakni 170/100. Tetapi ia tidak diberi obat untuk menurunkan tekanan darahnya itu. Juga tidak tercatat obat untuk melancarkan kencing ketika Bung Karno mengalami pembengkakan.

"Ketika kesehatan Sukarno semakin kritis, pipinya kelihatan bengkak, gejala pasien gagal ginjal, Guruh dan Rachmawati sempat memotret ayahnya. Foto itu sempat beredar kepada pers asing. Guruh dan Rachmawati kontan diinterogasi di markas CPM Guntur, Jakarta," tutur Asvi seperti dinukil detik.com.

Bung Karno harus menanggung beban sakitnya itu sampai ia mengembuskan napas terakhirnya pada 21 Juni 1970. (Netralnews)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »