Kami menyempatkan diri foto keluarga di depan rumah dinas Buya Ketua Dewan yang letaknya tak seberapa jauh dari rumah Buya Garin, pucuk undang di nagari kami. |
Mencium tangan kedua orang tua, menanti karib kerabat berlebaran ke rumah, terutama bocil-bocil yang rindu THR dari kami.
Siangnya, baru giliran kami pula pai (pergi, red) berlebaran ke rumah teman dan karib kerabat, bisa jadi menghabiskan waktu agak seminggu, karena ummi anak-anak juga harus bawa kue untuk etek dan mamak yang akan dikunjungi.
Tempat pertama yang kami kunjungi adalah rumah rangkayo, Angku Damang (orang yang mengepalai negeri, red) di kota kami.
Angku Damang yang masih muda, terkenal kaya raya dan baru menjabat di kota kami. Banyak programnya untuk kesejahteraan kota yang disenangi warga, terutama yang gratis-gratis itu.
Gak sempak wak salaman jo rangkayo tu tadi. Banyak tamu yang antri. Pas ngantri, ada pula tamu pentingnya. Awak pai saja lagi, keluar dari antrian.
Abisnya awak gerah, tempatnya sempit, anak gadis awak gak tahan.
Lagian awak bukan pejabat yang wajib salaman dengan rangkayo tu. Awak datang, karena permintaan anak gadis wak yang ingin berfoto dengannya.
Anak gadis wak tertarik dengan gerembeh rangkayo tu. "Estetik dan unik," menurut anak gadih wak.
Tapi kalau dengan wakilnya awak wajib datang. Berteman sudah lama, dan dia guru gadang pula di nagari wak, ulama yang disegani.
Pas awak datang, disambut dengan ramah oleh Buya, wakil rangkayo tu. Kami cipika cipiki, berpelukan pula "ala pejabat teras" yang sudah lama tak jumpa, sembari awak membisikan sesuatu ke telinga beliau tadi (bisikan rahasia).
Sempat pula kami menikmati hidangan lezat di rumah dinas wakil rangkayo tu.
Karena lokasinya sedikit luas, agak nyaman dan lega, agak betah wak bercerita dan senda gurau dengan pejabat yang hadir, dan timses belakang layar beliau yang kebetulan teman sekampung, ada pula mantan anggota dewan sohib awak di gedung bundar dulu, ado juo sesama aktivis yang seide dan seperjuangan dulu.
"Kalau dapat usulkan lah anggaran untuk rumah dinas wako, wawako dan ketua DPRD itu. Bikin di satu lokasi, dengan parkiran yang luas, sehingga tak mengganggu pengendara umum. Bikin aja di Aia Pacah," kata awak ke tukang lelang proyek di Pemko tu.
"DED-nya sudah siap bang. Tinggal anggaran pembangunan. Cuma dengan situasi sekarang, kan gak mungkin," jawek dia.
"Anggarkan saja bertahap, kayak gedung mewah DPRD kota tu. Asal pandai menjelaskan ke Banggar DPRD, pasti mereka setuju. Soalnya ini marwah kota," kata awak.
Usai di rumah wakil rangkayo, kami lanjut ke rumah Buya Garin. "Wajib abi datang itu, karena teman abi sesama garin dulu," ciletuk umi anak-anak.
Apalagi tadi di rumah wakil Rangkayo, ajudan Buya Garin sempat ketemu. "Buya ada di rumah bang, silahkan datang," kata adiak tu.
Namun pas kami datang, rupanya Buya Garin menggelar open house tak seperti biasanya. Di sudut rumah dinas saja, bukan di aula.
Mungkin karena efisiensi anggaran, Buya Garin bikin open house ala kadarnya. Ya sudah lah, kami balik saja lagi, gak sempat bersalaman, pasti pengab pula kayak di rumah dinas rangkayo tadi, pikir kami.
"Kalau kerumah Pak Ketua Dewan ini, kita wajib singgah," kata awak ke bini dan anak-anak wak. Rumah ketua dewan tak berapa jauh letaknya dari rumah Buya Garin.
"Beliau tak hanya teman, tapi tempat bertukar pikiran. Kalau cerita sama beliau, pokoknya nyambung lah. Mau cerita apa saja, agama oke, politik oke, pemerintahan pun oke," jelas awak ke bini dan anak-anak.
Singgah lah kami kerumah ketua dewan tingkat propinsi itu. Rupanya, kami datang beliau sedang salat. "Buya salat bang," kata ajudannya.
"Mungkin abang mau makan atau menikmati hidangan dulu, sembari buya selesai salat," kata dia menawarkan ke awak.
"Siap," jawab awak.
Setelah kami makan dan mencicipi hidangan enak, Buya Ketua Dewan selesai salat. Kami pun bergegas ke ruangan ber ac, tempat beliau menyambut tamu.
Kami salaman dengan penuh kehangatan dengan beliau. Awak pun sempat maota sebentar dengan beliau.
"Makan dulu Buya," kata dia ke awak yang biasa dia sapa Buya pula. Padahal awak cuma mantan garin kampung saja.
"Udah tadi, pas Buya salat. Kami hanya minta izin aja pulang lagi, mau ke rumah Tuanku pula," jawek wak.
Kami lanjut ke rumah Tuanku Kacik Rajo di Padang sapih bilahan kuduang karatan. Tuanku ini menjabat sekretaris kota. Masih muda dengan karir birokrasi cemerlang, sudah Doktor pula.
Dengan penuh kehangatan, Tuanku dan istrinya menyambut kami. Karena tamu yang antri banyak, sebentar saja kami maota. Berfoto bersama dan kemudian pamit pulang.
Padang, 31 Maret 2025
BY
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »