Gubernur Mahyeldi membuka secara resmi Rapat Koordinasi dan Peningkatan Kapasitas Pengurus Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) se-Sumatera Barat. |
Dalam sambutannya, Gubernur Mahyeldi menegaskan pentingnya kebersamaan yang harmonis, sinergis, dan terintegrasi dalam upaya pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak. "Kami sangat menghargai kontribusi semua pihak. Kami juga terbuka menerima masukan dari berbagai instansi dan lembaga demi memperkuat perlindungan bagi perempuan dan anak," ujarnya.
Mahyeldi mengingatkan bahwa pencegahan kekerasan sebaiknya dimulai dari lingkup keluarga. Menurutnya, komunikasi yang baik dalam rumah tangga, serta penguatan nilai-nilai agama dan budaya lokal, merupakan langkah awal yang efektif. Ia juga mendorong masyarakat untuk aktif melaporkan setiap kasus kekerasan melalui RT, RW, Satgas, hingga UPTD PPA di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Rakor ini menghadirkan sejumlah narasumber penting seperti Prof. Dr. Seto Mulyadi (Kak Seto), Kepala Dinas P2TP2A Sumbar, Ketua P2TP2A Limpapeh Rumah Nan Gadang, serta motivator Hidayatul Taufik. Para peserta berasal dari dinas dan lembaga layanan perlindungan perempuan dan anak di seluruh kabupaten dan kota di Sumatera Barat.
Menurut Mahyeldi, rakor ini mencerminkan kepedulian bersama terhadap meningkatnya kasus kekerasan perempuan dan anak. Ia mengingatkan, kekerasan tak hanya meninggalkan luka bagi korban, tapi juga bisa mengancam masa depan generasi penerus bangsa. "Setiap anak punya hak untuk tumbuh dan berkembang dengan layak. Kita semua punya tanggung jawab besar melindungi mereka dari berbagai bentuk kekerasan yang bisa merusak fisik dan mental mereka," tegasnya.
Data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) menunjukkan tren kekerasan terhadap anak masih tinggi. Pada 2022 tercatat 617 kasus, naik menjadi 841 kasus pada 2023, dan 721 kasus pada 2024. Jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan adalah fisik, psikis, dan seksual, dengan korban didominasi anak usia 13 hingga 17 tahun.
Tak jauh berbeda, kasus kekerasan terhadap perempuan juga mengalami peningkatan. Jika pada 2020 tercatat 216 korban, jumlah itu naik menjadi 237 korban pada 2023 dan melonjak menjadi 309 korban di tahun 2024.
Selain kekerasan, Mahyeldi juga menyoroti persoalan perkawinan anak. Menurutnya, masih banyak anak yang menikah di usia dini karena tekanan ekonomi, sosial, serta minimnya pendidikan. Padahal, perkawinan anak bisa berujung pada risiko kekerasan rumah tangga dan masalah kesehatan reproduksi.
Ia menekankan perlunya edukasi yang berkelanjutan mengenai hak-hak perempuan dan anak serta perlindungan hukum yang tersedia. "Banyak kasus yang tidak dilaporkan karena masih adanya stigma di masyarakat. Ini tantangan kita bersama," katanya.
Gubernur juga mendorong penguatan kerja sama lintas sektor. Ia menyebut, sinergi hanya bisa tercapai jika setiap pihak saling menghargai peran dan tugas masing-masing, terbuka dalam berdiskusi, dan memiliki visi yang sama.
"Kalau kita rutin berkomunikasi dan berbagi ide, akan muncul banyak solusi kreatif dan inovatif. Inilah saatnya kita bergerak bersama, bukan jalan sendiri-sendiri," pungkasnya. (adpsb/cen)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »