Saat serangan rudal Iran menargetkan lokasi strategis Israel dan wilayah udara Zionis menghadapi penutupan berkala, kota perbatasan Mesir. |
Namun, sikap pemerintah Mesir yang menerima pengungsi Zionis itu memicu gelombang kemarahan publik.
Para warga Mesir mempertanyakan masalah keamanan nasional dan kedaulatan negara.
Mereka juga kesal dengan diskriminasi terhadap warga Palestina ketika ditolak masuk saat menghindari pengeboman militer Zionis di Gaza.
Ribuan warga Israel dan warga negara asing, termasuk diplomat dan staf internasional, telah menyeberang ke Mesir melalui penyeberangan Taba dalam beberapa hari terakhir, dengan tujuan untuk terbang melalui bandara Sharm el-Sheikh ke Eropa atau tujuan lain.
Kedutaan asing di Kairo telah berkoordinasi dengan pemerintah Mesir untuk memastikan evakuasi yang aman.
Sumber diplomatik Eropa mengatakan kepada Al-Araby Al-Jadeed: "Kementerian Luar Negeri Mesir menangani permintaan evakuasi dengan profesionalisme tinggi, menyediakan koridor aman dengan koordinasi bersama badan keamanan."
"Respons cepat Mesir mencerminkan kesadaran akan sensitivitas situasi dan pentingnya perannya dalam de-eskalasi regional," lanjut sumber tersebut, yang dilansir The New Arab, Senin (23/6/2025).
Meskipun ada koordinasi resmi, kehadiran pengungsi Zionis Israel telah memicu kemarahan di kalangan warga Mesir.
Para kritikus melihat kehadiran warga Israel di Sinai tidak dapat diterima, terutama saat pengeboman Israel terus berlanjut di Gaza dan Tepi Barat.
Para aktivis lokal menyoroti apa yang mereka sebut sebagai paradoks yang mengganggu, yakni ketika warga Palestina dikepung otoritas Mesir memblokir konvoi untuk mematahkan pengepungan, sementara warga Israel yang melarikan diri dari serangan rudal Iran disambut di hotel-hotel Sinai.
Israel menghentikan masuknya semua bantuan kemanusiaan ke Gaza pada Maret tahun lalu, yang menyebabkan ratusan ribu orang mengalami kekurangan gizi.
Bantuan sekarang hanya didistribusikan di titik-titik yang dikelola oleh Yayasan Kemanusiaan Gaza yang didukung AS dan Israel.
Ratusan warga Palestina telah dibunuh oleh militer Israel saat berusaha keras untuk mendapatkan bantuan di sana.
Mohamed Saif Al-Dawla, pendiri Egyptians Against Zionism, membandingkan perilaku otoritas Mesir dengan situasi yang terjadi pada masa kolonial.
"Pemfasilitasan masuknya [warga] Israel ke Sinai saat ini mengingatkan kita pada sistem hak istimewa asing yang diberlakukan di Mesir di bawah pendudukan Inggris," katanya kepada Al-Araby Al-Jadeed.
"Apakah warga Mesir menyadari bahwa warga Israel menikmati hak istimewa wisata khusus di wilayah Mesir?" tanya Al-Dawla, merujuk pada perjanjian bilateral tahun 1989 yang mengizinkan wisatawan Israel memasuki Sinai Selatan tanpa visa melalui Taba, tinggal hingga 14 hari tanpa membayar biaya masuk, dan pemeriksaan bea cukai terbatas pada pemeriksaan acak.
"Tidak ada negara lain yang menikmati pengecualian seperti itu," katanya.
"Bahkan setelah Mesir memenangkan sengketa perbatasan Taba pada tahun 1988, kami tidak melihat adanya tinjauan nyata atas pengaturan ini. Ambisi Zionis di Sinai tidak pernah berhenti. [Mantan Perdana Menteri Israel] Menachem Begin mengatakan Israel akan kembali ke Sinai ketika tiga juta orang Yahudi siap untuk menetap di sana," paparnya.
"Dan pada tahun 2008, Avi Dichter mengatakan penarikan Israel bersyarat pada jaminan Amerika Serikat yang mengizinkan pengembalian jika rezim Mesir tidak lagi melayani kepentingan Israel," imbuh dia.
Seif Al-Dawla memperingatkan tentang risiko keamanan yang ditimbulkan oleh masuknya para warga Israel ke Mesir.
"Bahaya sebenarnya bukan hanya hak istimewa hukum, tetapi pelanggaran keamanan, spionase, dan perekrutan lunak yang terjadi di tanah kami," ujarnya.
Seorang pejabat pariwisata mengatakan lonjakan hunian hotel tidak membawa banyak manfaat ekonomi bagi Mesir.
"Ini pada dasarnya adalah pemesanan palsu. Warga Israel hanya menginap satu atau dua malam sebelum terbang ke tempat lain. Taba dan Sharm hanyalah titik transit," katanya.
Namun, di media sosial, warga Israel menyatakan kepuasan mereka terhadap situasi tersebut.
"Kami merasa sangat aman di Sinai. Ini adalah pilihan perjalanan yang sangat baik. Kembalilah—hidup terus berjalan, bahkan selama perang," tulis pemukim Zionis, Guy Shilo, dalam sebuah posting di grup "Lovers of Sinai".
Namun bagi warga Mesir yang tinggal secara legal di Israel, ceritanya berbeda. Asosiasi Warga Mesir di Israel memposting: “Kebebasan bergerak adalah hak sederhana yang diberikan kepada warga Israel tetapi ditolak bagi warga negara Mesir.”
Kelompok tersebut menggambarkan prosedur keamanan yang panjang dan tidak pasti bagi warga Mesir yang mencoba untuk kembali ke rumah-bahkan untuk sementara-melalui perbatasan yang sama yang dilintasi oleh rekan-rekan mereka di Israel dengan mudah. (*)
Sumber: SINDONews
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »