Kejagung memutuskan untuk mengajukan banding atas vonis 4,5 tahun penjara Tom Lembong terkait kasus korupsi impor gula. |
Langkah ini dilakukan menyusul putusan Tom Lembong lebih ringan dari tuntutan jaksa selama tujuh tahun penjara.
"Saya pastikan jaksa dalam waktu dekat akan segera mengajukan banding juga, saya pastikan," ujar Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna di Kejagung RI, Jakarta Selatan, Selasa (22/7/2025).
Sebaliknya, kejagung menghormati langkah kubu Tom Lembong yang juga melakukan banding atas putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang menilai Tom terbukti telah melakukan korupsi Importasi Gula.
"Itu merupakan hak dan dijamin oleh undang-undang," kata Anang.
Vonis 4,5 Tahun Penjara
Seperti diketahui, Tom Lembong dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait pemberian izin impor gula yang mengakibatkan kerugian negara dan memperkaya sejumlah pihak swasta.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Thomas Trikasih Lembong oleh karena itu dengan pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika, ketika membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (18/7/2025).
Selain hukuman penjara, Tom juga dikenai pidana denda sebesar Rp750 juta.
Jika tidak dibayar, denda tersebut akan diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
"Dan pidana denda Rp750 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar digantikan kurungan penjara selama 6 bulan," ucap Hakim.
Vonis ini lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, yang sebelumnya menuntut hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa menyebut, perbuatan Tom menyebabkan kerugian negara sebesar Rp515,4 miliar dari total kerugian Rp578,1 miliar berdasarkan audit BPKP tertanggal 20 Januari 2025.
Tom Disebut Kapitalis
Dalam sidang pembacaan putusan, Hakim Anggota Alfis Setiawan memaparkan sejumlah pertimbangan yang memberatkan.
Salah satunya, Tom dinilai lebih mengedepankan sistem ekonomi kapitalis yang menguntungkan pihak swasta, ketimbang menjalankan prinsip ekonomi demokrasi dan Pancasila untuk kesejahteraan rakyat dalam menjalankan kebijakan gula ketika menjabat Mendag kala itu.
"Hal memberatkan: Terdakwa (Tom Lembong) saat menjadi Menteri Perdagangan, pemegang kekuasaan pemerintahan di bidang perdagangan, kebijakan menjaga ketersediaan gula nasional dan stabilitas harga gula nasional, lebih mengedepankan, terkesan lebih mengedepankan ekonomi kapitalis dibandingkan dengan sistem demokrasi ekonomi dan sistem ekonomi Pancasila berdasarkan Undang-Undang 1945 yang mengedepankan kesejahteraan umum dan keadilan sosial," kata Hakim Anggota Alfis Setiawan.
Lebih lanjut, hakim menilai Tom tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya berdasarkan asas kepastian hukum serta tidak menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan pengendalian dan stabilitas harga gula.
"Terdakwa saat sebagai Menteri Perdagangan tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab secara akuntabel dan bertanggung jawab, bermanfaat dan adil dalam pengendalian dan stabilitas harga gula yang murah, terjangkau oleh masyarakat sebagai konsumen akhir atau kebutuhan bahan, kebutuhan pokok berupa gula kristal putih," sambung hakim.
Hakim juga menilai Tom telah mengabaikan kepentingan masyarakat sebagai konsumen akhir untuk mendapatkan gula kristal putih dengan harga yang stabil dan terjangkau.
Harga gula kristal putih disebut tetap tinggi selama tahun 2016, yakni Rp13.149 per kilogram pada Januari 2016 dan meningkat menjadi Rp14.213 per kilogram pada Desember 2019.
Dalam surat dakwaan, Tom disebut memberikan izin impor Gula Kristal Mentah (GKM) kepada delapan perusahaan swasta yang tidak memiliki izin untuk mengolahnya menjadi Gula Kristal Putih (GKP).
Ia juga menunjuk koperasi non-BUMN dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai pelaksana pengadaan dengan harga di atas Harga Patokan Petani (HPP).
Atas perbuatannya, Tom dinilai melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
Sumber: inilah.com
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »