Isu Kudeta Mengguncang Golkar: Bahlil Terancam Digulingkan, Nusron Wahid Jadi Kandidat Pengganti?

Isu Kudeta Mengguncang Golkar: Bahlil Terancam Digulingkan, Nusron Wahid Jadi Kandidat Pengganti?
Desas-desus santer menyebut akan digelarnya Munaslub Partai Golkar untuk menggantikan Bahlil, dengan Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, sebagai kandidat kuat pengganti.
BENTENGSUMBAR.COM
-  Belum genap setahun menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia dikabarkan mulai digoyang dari jabatannya.

Desas-desus santer menyebut akan digelarnya Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar untuk menggantikan Bahlil, dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala BPN, Nusron Wahid, sebagai kandidat kuat pengganti.

Meski sejumlah elite Golkar membantah kabar ini, isu tersebut mencuat di tengah memudarnya pengaruh politik Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pemerintahan Prabowo Subianto.

Bahlil, yang selama ini dikenal sebagai "orang Jokowi", dianggap semakin kehilangan dukungan internal maupun eksternal.

Spekulasi soal renggangnya hubungan antara Jokowi dan Prabowo menguat usai Presiden Prabowo memberikan abolisi dan amnesti kepada dua tokoh politik yang sebelumnya divonis bersalah: Thomas Lembong (eks Menteri Perdagangan era Jokowi) dan Hasto Kristiyanto (Sekjen PDIP).

Keduanya sebelumnya dijatuhi hukuman penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta, namun kini dibebaskan atas keputusan presiden.

Langkah Prabowo ini ditafsirkan sebagai sinyal kuat bahwa ia tak lagi berada di bawah bayang-bayang Jokowi.

Padahal, selama masa transisi kekuasaan, banyak pihak menilai Jokowi masih memegang pengaruh besar.

Golkar saat ini merupakan partai dengan jumlah kursi kedua terbanyak di parlemen, hanya kalah dari PDIP, dan lebih unggul dibandingkan Gerindra secara kursi meskipun suaranya lebih kecil secara nasional.

Dengan komposisi tersebut, Golkar menjadi penentu utama dalam stabilitas koalisi pemerintah Prabowo.

Namun posisi Bahlil, yang dikenal sebagai loyalis Jokowi, mulai dipertanyakan.

Golkar sebagai partai yang identik dengan kekuasaan dinilai tidak akan mempertahankan ketua umum yang tak lagi sejalan dengan presiden.

Sejarah politik Golkar menunjukkan bahwa partai ini selalu mencari kesejajaran dengan kekuasaan, dan jarang bertahan lama sebagai oposisi.

Oleh sebab itu, suara-suara yang mendorong Munaslub dianggap logis secara doktrinal dan strategis.

Nusron Wahid, politisi Golkar yang kini menjabat sebagai Menteri ATR/Kepala BPN di kabinet Prabowo-Gibran, disebut-sebut sebagai calon kuat pengganti Bahlil.

Selain sebagai kader lama Golkar, Nusron juga merupakan mantan Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor dan memiliki basis kuat di NU, menjadikannya figur lengkap dari sisi nasionalis-religius.

Ia juga merupakan Sekretaris Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran dalam Pilpres 2024, dan dinilai memiliki kedekatan strategis dengan lingkaran istana saat ini.

Sejumlah tokoh Golkar membantah adanya rencana Munaslub.

Wakil Ketua Umum Golkar Nurdin Halid menyebut isu tersebut sebagai “halusinasi politik.”

Ketua DPD Golkar Jakarta Basri Baco bahkan menyatakan kabar itu bertujuan memecah belah partai.

Sikap serupa juga ditunjukkan Ketua Umum SOKSI, salah satu ormas pendiri Golkar, meski diketahui bahwa Nusron Wahid adalah bagian dari SOKSI.

Namun demikian, dalam politik, apalagi di tubuh Golkar, yang dikenal cair dan pragmatis, tidak ada asap tanpa api.

Jika kondisi politik terus berubah, pergantian pimpinan bukan hal yang mengejutkan.

Setidaknya ada beberapa alasan mengapa Bahlil mulai "tak nyaman" di posisinya:

Citra Negatif di Kabinet

Kebijakan Bahlil sebagai Menteri Investasi dan Menteri ESDM sebelumnya dinilai merugikan rakyat kecil, termasuk pelarangan penjualan LPG 3 Kg oleh pengecer dan pemberian izin tambang di wilayah konservasi.

Loyalitas terhadap Jokowi

Bahlil dianggap terlalu menonjolkan kepentingan Jokowi, padahal kini Golkar berada di pemerintahan Prabowo.

Ini membuatnya tampak tak adaptif terhadap perubahan arah kekuasaan.

Kepemimpinan Internal yang Dituding Elitis

Banyak tokoh senior Golkar disebut disingkirkan dan diganti dengan figur-figur baru yang tidak proporsional dalam kepengurusan.

Proses pengisian struktur juga berjalan lamban.

Bahlil menjadi Ketua Umum Golkar melalui Munas yang dipercepat pasca mundurnya Airlangga Hartarto.

Proses tersebut dinilai sarat tekanan politik, bahkan disebut sebagai hasil kompromi demi menyelamatkan Airlangga dari jerat hukum kasus korupsi minyak goreng.

Jika Nusron Wahid benar-benar mendapat restu dari istana, maka kekuatannya nyaris tak terbendung.

Dengan sokongan NU, SOKSI, dan kedekatan dengan Presiden Prabowo, peluangnya merebut kepemimpinan Golkar sangat besar.

Sebaliknya, Bahlil makin terisolasi seiring melemahnya pengaruh Jokowi, apalagi jika Jokowi benar-benar mengambil peran formal di PSI sebagai Ketua Dewan Pembina, seperti yang diisyaratkan oleh Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep.

Pergantian Ketua Umum Golkar bukan semata soal internal partai, melainkan menyangkut konfigurasi kekuasaan nasional.

Jika Bahlil digantikan oleh Nusron, maka Prabowo akan memegang kendali tiga kekuatan utama parlemen: Gerindra, PDIP, dan Golkar.

Sementara Jokowi, dengan pengaruh yang makin menyusut, hanya akan menggenggam PSI, partai yang belum masuk lima besar.

Situasi ini menunjukkan bahwa politik Indonesia pasca 2024 sedang memasuki babak baru.

Golkar, seperti biasa, tetap menjadi pion utama dalam dinamika kekuasaan.

Sumber: Porosjakarta

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »