Prabowo Ngotot Gunakan DTSEN, Fahri Hamzah: Senjata Baru dalam Perang Melawan Kemiskinan

Prabowo Ngotot Gunakan DTSEN, Fahri Hamzah: Senjata Baru dalam Perang Melawan Kemiskinan
Bagi Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, keputusan itu bukan sekadar langkah administratif, melainkan strategi politik sekaligus teknokratis.
BENTENGSUMBAR.COM
- Presiden Prabowo Subianto tampaknya ingin memastikan bahwa pemerintahannya tidak terjebak dalam problem klasik, seperti kebijakan sosial yang penuh tumpang tindih, subsidi bocor, dan data miskin yang tidak pernah benar-benar akurat. Taruhannya besar.

Pada 2 Februari lalu, Prabowo menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) No. 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).

 Instruksi ini mengharuskan semua kementerian dan lembaga mengintegrasikan data penerima manfaat ke dalam satu sistem digital.

Bagi Wakil Ketua Umum Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah, keputusan itu bukan sekadar langkah administratif, melainkan strategi politik sekaligus teknokratis.

“Pak Prabowo sangat ngotot agar kita punya sistem pendataan sosial ekonomi yang presisi dan terintegrasi,” kata Fahri dalam keterangannya, Selasa (19/8/2025).

Dikatakan Fahri, masalah data kesejahteraan bukan hal baru. Pemerintahan sebelumnya, dari era Susilo Bambang Yudhoyono hingga Joko Widodo, pernah meluncurkan berbagai sistem, mulai dari Basis Data Terpadu (BDT) hingga Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Namun, kebocoran tetap terjadi.

Salah satu laporan PPATK bahkan menemukan 10 juta rekening penerima subsidi bansos salah sasaran, dengan 41.000 di antaranya milik pegawai BUMN, dokter, hingga bos perusahaan.

“Lubang-lubang kebocoran subsidi seperti ini hanya bisa ditutup lewat digitalisasi data tunggal,” tegas Fahri.

Statistik menunjukkan skala tantangan yang dihadapi.

Indonesia memiliki 2,38 juta orang (0,85 persen) dalam kategori miskin ekstrem, 25 juta orang (9 persen) miskin, dan 67 juta orang (24 persen) rawan miskin.

“Dengan populasi sebesar ini, kebijakan sosial harus benar-benar efisien. Kalau tidak, anggaran triliunan rupiah hanya akan habis tanpa mengurangi jumlah orang miskin secara signifikan,” ujar Apalagi, menurut Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 itu.

Sektor Perumahan: Cermin Ketidakadilan

Disisi lain, Fahri yang kini menjabat sebagai Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menyebut sektor perumahan sebagai contoh paling gamblang. 

Backlog kepemilikan rumah mencapai 10 juta keluarga, backlog rumah tidak layak huni sekitar 20 juta keluarga, sementara 6 juta keluarga miskin ekstrem bahkan tidak punya rumah sama sekali.

“Program pembangunan 3 juta rumah per tahun jelas belum cukup. Karena itu, sesuai arahan Presiden, kita harus merancang kebijakan yang efisien dan tepat sasaran berdasarkan skala prioritas,” ujar Fahri.

Mengapa Prabowo Ngotot?

Bagi Prabowo, perang melawan kemiskinan bukan semata soal anggaran, melainkan soal akurasi data.

Dengan DTSEN, penerima bantuan akan ditentukan oleh sistem, bukan oleh tangan-tangan pejabat yang bisa bermain dengan daftar penerima.

“Digitalisasi, dalam pandangan pemerintah, adalah cara untuk memangkas ruang interaksi langsung yang sering melahirkan praktik salah sasaran dan korupsi. Kemerdekaan harus diterjemahkan dalam kesejahteraan rakyat. Dan perang melawan kemiskinan hanya bisa dimenangkan dengan data yang akurat,” tegas Fahri Hamzah.

Kini, DTSEN menjadi ujian besar bagi Prabowo: apakah janji “pemerintah pro-rakyat” bisa diwujudkan lewat sebuah basis data tunggal, atau justru terjebak menjadi proyek digitalisasi yang hanya menambah daftar panjang percobaan yang gagal. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »