Ratusan pemukim Israel telah berbondong-bondong menuju wilayah Jalur Gaza yang hancur akibat invasi brutal militer Zionis sejak Oktober 2023. |
Mereka mengeklaim kepemilikan wilayah kantong Palestina tersebut dan bertekad untuk menetap di sana.
Mengibarkan bendera Israel di samping spanduk oranye Gush Katif—sebuah blok permukiman yang dibongkar pada tahun 2005—ratusan pemukim tersebut berjalan sejak Rabu dari kota Sderot ke titik pengamatan Asaf Siboni, yang menghadap ke reruntuhan Beit Hanun, Gaza.
Penarikan Israel dari Gaza 20 tahun yang lalu mengakhiri 38 tahun kehadiran militer Zionis.
Sekitar 8.000 pemukim dievakuasi dan 21 komunitas dihancurkan.
Namun, kelompok sayap kanan yang vokal tidak pernah menyerah pada impian untuk kembali—dan kini, di tengah perang dengan Hamas dan kelompok garis keras berada di pemerintahan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, beberapa orang dari pemukim itu percaya waktunya sudah tepat.
Para veteran Gush Katif telah bergabung dengan generasi baru calon pemukim yang siap pindah jika tentara Israel tidak menghalangi mereka.
"Sebagai sebuah gerakan, 1.000 keluarga—Anda melihat mereka hari ini berbaris—kami siap untuk pindah sekarang, sebagaimana keadaannya, dan untuk tinggal di tenda-tenda," kata Daniella Weiss (79), mantan wali kota permukiman Kedumim, Tepi Barat.
"Kami siap bersama anak-anak kami untuk segera pindah ke wilayah Gaza, karena kami percaya inilah cara untuk membawa ketenangan, kedamaian, untuk mengakhiri Hamas," katanya kepada AFP.
"Hanya ketika kami berpegang teguh pada tanah, pada butiran pasir, tentara akan mengibarkan bendera putih," katanya.
Kelompok-kelompok sayap kanan bergabung dalam massa pemukim tersebut, berbaris menuju perbatasan sambil meneriakkan: "Gaza, milik kami selamanya!"
Dengan pengeras suara meraung-raung, mereka mengatakan: "Cara mengalahkan Hamas adalah dengan merebut kembali tanah kami."
"Tanah yang Dijanjikan untuk Yahudi" Sebagian besar wilayah Gaza telah hancur akibat serangan Israel yang dilancarkan sebagai respons atas serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 250 orang.
Lebih dari 60.000 warga Palestina telah tewas sejak saat itu, menurut Kementerian Kesehatan wilayah Gaza yang dikuasai Hamas.
LSM internasional menuduh Israel menggusur paksa warga sipil dan melakukan kejahatan perang—beberapa di antaranya menuduh genosida, tuduhan yang dibantah keras Israel.
Kebijakan resmi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu adalah bahwa operasi Gaza dilancarkan untuk menghancurkan Hamas dan menyelamatkan sandera Israel—bukan untuk memulihkan permukiman Israel di Gaza.
Namun, para calon pemukim mengatakan mereka telah berunding dengan anggota garis keras dari koalisi yang berkuasa dan yakin mungkin ada peluang politik, meskipun pendudukan kembali dianggap ilegal menurut hukum internasional.
Mereka semakin bersemangat minggu ini ketika Menteri Keuangan Bezalel Smotrich, dalam pidatonya di museum Gush Katif, menyatakan: "Ini lebih dekat dari sebelumnya. Ini rencana kerja yang realistis."
"Kami tidak mengorbankan semua ini untuk memindahkan Gaza dari satu orang Arab ke orang Arab lainnya. Gaza adalah bagian tak terpisahkan dari tanah Israel," ujarnya.
"Saya tidak ingin kembali ke Gush Katif—terlalu kecil. Gaza perlu jauh lebih besar. Gaza hari ini memungkinkan kita untuk berpikir sedikit lebih besar," paparnya. Massa pemukim Israel mendengarnya.
"Saya beriman kepada Tuhan dan kepada pemerintah," kata Sharon Emouna (58), yang datang dari permukimannya di Tepi Barat--wilayah Palestina yang diduduki Israel—untuk mendukung gerakan kembali ke Gaza.
"Saya di sini hanya untuk mendukung, untuk mengatakan bahwa tanah Israel dijanjikan kepada orang-orang Yahudi dan merupakan hak kami untuk menetap di sana," ujarnya.
Jika ada warga Palestina yang ingin tetap tinggal di Gaza, imbuh Emouna, mereka akan diuntungkan dengan tinggal berdampingan dengan para pemukim.
Namun, pada hari Rabu, tentara Israel-lah yang menghalangi jalan pintas terakhir menuju Gaza, melintasi lanskap gersang berupa semak belukar rendah yang terbakar matahari musim panas.
Sejumlah keluarga pemukim Israel terus berdatangan mendekati perbatasan, cukup dekat untuk melihat siluet apokaliptik rumah-rumah Palestina yang hancur akibat pertempuran— dan, mungkin, apa yang mereka harapkan akan menjadi rumah mereka kembali. (mas)
Sumber: SINDOnews.com
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »