Kaleidoskop Ekonomi 2025: Ketika Angka Tak Lagi Menenangkan

Kaleidoskop Ekonomi 2025: Ketika Angka Tak Lagi Menenangkan
Ekonomi Sumatera Barat sepanjang 2025 tampak tenang di permukaan. (Ilustrasi). 

OLEH
: Muhibbullah Azfa Manik

Ekonomi Sumatera Barat sepanjang 2025 tampak tenang di permukaan. Angka-angka resmi menunjukkan pertumbuhan yang terjaga, inflasi yang terkendali, dan sektor-sektor utama yang tetap bergerak. Namun ketenangan itu menyimpan kegelisahan. Di balik grafik yang rapi, ada rumah tangga yang berhitung lebih lama sebelum berbelanja, petani yang menunda tanam karena biaya, dan pelaku usaha kecil yang bertahan bukan karena untung, melainkan karena tidak punya pilihan lain.

Tahun 2025, bagi Sumatera Barat, adalah tahun ketika ekonomi harus dibaca lebih dari sekadar persentase.

Ekonomi Makro: Stabilitas yang Terlalu Sering Dirayakan


Secara makro, Sumatera Barat tidak sedang berada dalam krisis. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan pertumbuhan ekonomi daerah ini masih berada di kisaran moderat, sekitar 3 hingga 4 persen sepanjang 2025. Angka ini cukup untuk disebut stabil, bahkan sering dipresentasikan sebagai bukti ketahanan ekonomi daerah di tengah ketidakpastian global.

Namun stabilitas ini juga mengandung masalah laten. Pertumbuhan yang datar, nyaris tanpa lonjakan berarti, menunjukkan bahwa ekonomi Sumbar bergerak dalam pola lama. Ia berjalan, tetapi tidak beranjak jauh. Ketergantungan pada konsumsi rumah tangga dan sektor primer membuat ekonomi daerah ini sensitif terhadap musim, harga komoditas, dan belanja pemerintah.

Inflasi yang rendah sepanjang 2025 kerap disebut sebagai keberhasilan. Bahkan, beberapa bulan mencatat deflasi. Tapi inflasi rendah tidak otomatis berarti hidup murah. Ia hanya berarti rata-rata harga tidak melonjak. Di lapangan, masyarakat merasakan kenyataan yang lebih selektif: harga pangan segar, transportasi, dan jasa tertentu tetap naik, sementara pendapatan bergerak lebih lambat.

Stabilitas makro Sumatera Barat lebih mirip jalan datar yang panjang. Tidak berlubang, tetapi juga tidak membawa kita lebih cepat ke tujuan.

Struktur Ekonomi: Bertahan dengan Pola Lama


Struktur ekonomi Sumatera Barat nyaris tidak berubah. Pertanian masih menjadi tulang punggung, disusul perdagangan dan jasa. Industri pengolahan belum menjadi motor yang benar-benar mendorong nilai tambah. Ini menjelaskan mengapa setiap kali panen terganggu atau harga komoditas turun, ekonomi daerah langsung ikut melambat.

Nilai Tukar Petani sepanjang 2025 memang berada di atas angka aman. Di atas kertas, ini menandakan petani memiliki daya beli yang cukup. Namun angka itu sering menutupi kenyataan bahwa biaya produksi meningkat, akses pupuk bermasalah, dan posisi tawar petani di rantai pasok tetap lemah. NTP yang positif tidak selalu berarti kesejahteraan, melainkan sekadar tanda bahwa petani belum jatuh lebih dalam.

Pariwisata kembali dipoles sebagai harapan baru.

Kunjungan wisatawan meningkat, hotel dan restoran kembali ramai di musim tertentu. Tetapi pariwisata Sumatera Barat masih rapuh. Ia bergantung pada momentum, bukan pada sistem. Infrastruktur, promosi, dan kualitas layanan belum sepenuhnya bergerak seiring. Tanpa pembenahan mendasar, pariwisata hanya akan menjadi cerita musiman yang berulang setiap tahun.

Ekonomi Mikro: Ketika Bertahan Menjadi Strategi


Di tingkat mikro, ekonomi 2025 terasa lebih keras. Konsumsi rumah tangga tetap menjadi penopang utama pertumbuhan, tetapi sifatnya defensif. Orang berbelanja untuk bertahan, bukan untuk berkembang. Prioritas berubah, tabungan menipis, dan kehati-hatian menjadi sikap bersama.

UMKM adalah wajah paling jujur dari ekonomi Sumatera Barat. Sektor ini menyerap tenaga kerja terbesar dan menjaga denyut ekonomi lokal. Namun UMKM juga memikul beban paling berat. Akses pembiayaan terbatas, digitalisasi sering berhenti di pelatihan, dan pasar semakin kompetitif. Banyak pelaku usaha bertahan dengan margin tipis, mengandalkan kerja keluarga, dan menunda ekspansi.

Di sinilah jurang antara ekonomi makro dan mikro menganga. Pertumbuhan tercatat, tetapi kesejahteraan terasa tertunda.

Tenaga Kerja: Pertumbuhan Tanpa Lompatan Kualitas


Lapangan kerja di Sumatera Barat relatif stabil, tetapi kualitas pekerjaan masih menjadi persoalan. Sektor informal tetap dominan, dengan perlindungan sosial yang minim. Upah bergerak lambat, sementara biaya hidup merangkak naik.

Generasi muda menghadapi dilema lama yang belum terpecahkan: bertahan di daerah dengan peluang terbatas, atau merantau. Urbanisasi ke Padang dan kota-kota penyangga meningkat, membawa tekanan baru pada perumahan, transportasi, dan layanan publik. Kota tumbuh, tetapi kesenjangan ikut mengikutinya.

Penutup: Membaca Ekonomi Tanpa Terjebak Angka


Kaleidoskop ekonomi Sumatera Barat 2025 memperlihatkan satu pelajaran penting: pertumbuhan bukan segalanya. Angka-angka makro memberi rasa aman semu, tetapi cerita mikro mengingatkan bahwa ekonomi sejatinya hidup di rumah tangga, pasar tradisional, dan usaha kecil.

Sumatera Barat tidak sedang jatuh, tetapi juga belum benar-benar melompat. Tantangan ke depan bukan hanya menjaga stabilitas, melainkan mengubah arah. Pertumbuhan perlu lebih berkualitas, lebih inklusif, dan lebih berani keluar dari pola lama.

Jika ekonomi hanya dibaca dari persentase, kita akan terus merasa cukup. Tapi jika ekonomi dibaca dari kehidupan sehari-hari, pertanyaan besarnya menjadi jelas: sampai kapan stabilitas yang tenang ini mampu menahan kegelisahan yang terus tumbuh?

Di situlah, mungkin, Sumatera Barat perlu mulai menjawabnya—setelah 2025 menutup catatan tahunannya.
(***)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »