Menolak Pembongkaran Jembatan Kereta Api Lembah Anai: Jembatan Tidak Bersalah, Ulah Manusialah yang Harus Diusut

Menolak Pembongkaran Jembatan Kereta Api Lembah Anai: Jembatan Tidak Bersalah, Ulah Manusialah yang Harus Diusut
Penulis adalah Marjafri, Pendiri Dan Ketua Komunitas Anak Nagari Sawahlunto "Art, Social Culture And Tourism".

MENTARI
Kebudayaan Fadli Zon menanggapi rencana pembongkaran jembatan kereta api di kawasan Lembah Anai, Sumatera Barat, yang merupakan bagian dari Warisan Dunia UNESCO.

Wacana pembongkaran tersebut sebelumnya diusulkan oleh Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Padang kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi, menyusul banjir bandang yang melanda kawasan tersebut sekitar satu bulan lalu dan berdampak pada kerusakan di beberapa titik jalur.

Usulan tersebut tertuang dalam surat bernomor KA.008/4/10/BTP-PDG/2025 yang diajukan pada 11 Desember 2025.

Setelah surat diterima, Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi melakukan survei lapangan dan mengeluarkan rekomendasi terkait rencana pembongkaran jembatan tersebut.

“Berdasarkan hasil rapat, Direktorat Jenderal Perlindungan Kebudayaan dan Tradisi memberikan rekomendasi untuk melakukan pembongkaran dua jembatan kereta api, yakni jembatan nomor BH 171 Km 69+297 dan BH 163 Km 67+524 yang berada di antara Stasiun Kayu Tanam dan Stasiun Padang Panjang, dengan ketentuan seluruh perencanaan dan pelaksanaan kegiatan harus melibatkan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah III,” demikian isi poin surat tersebut.

Dikutip dari: https://padang.tribunnews.com/sumatera-barat/168855/fadli-zon-tanggapi-rencana-bongkar-jembatan-ka-lembah-anai-sumbar-opsi-perbaikan-jadi-prioritas

Namun rekomendasi inilah yang memicu penolakan keras dari masyarakat, pemerhati sejarah, komunitas budaya, dan pegiat pelestarian warisan dunia.

Jalur Lembah Anai: Bagian Utuh Warisan Dunia UNESCO

Jalur kereta api yang melintasi Lembah Anai bukan sekadar infrastruktur transportasi. Ia merupakan bagian integral dari Situs Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS), yang diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada tahun 2019.

Jalur ini dibangun pada akhir abad ke-19 untuk menghubungkan tambang Ombilin di Sawahlunto dengan Pelabuhan Emmahaven (Teluk Bayur). 

Dalam konteks sejarah global, jalur ini mencerminkan:
- transfer teknologi perkeretaapian modern,
- adaptasi teknik Eropa terhadap alam tropis pegunungan, serta 
- perubahan besar struktur sosial-ekonomi masyarakat Minangkabau.

Jembatan-jembatan di Lembah Anai adalah bagian tak terpisahkan dari satu sistem warisan, bukan elemen lepas yang bisa dibongkar tanpa merusak keutuhan situs.

Penolakan Tegas Komunitas Anak Nagari Sawahlunto

Penolakan juga datang dari Komunitas Anak Nagari Sawahlunto “Art, Social Culture & Tourism”, komunitas yang aktif dalam pelestarian budaya, seni, sejarah, dan pengembangan wisata warisan Ombilin.

Komunitas ini menilai pembongkaran jembatan sebagai ancaman langsung terhadap integritas Warisan Dunia UNESCO.

“Jalur kereta api Ombilin–Emmahaven adalah satu narasi sejarah yang utuh. Membongkar satu jembatan sama artinya memutus mata rantai sejarah dan mengkhianati amanat pelestarian warisan dunia,”

"Bencana alam tidak boleh dijadikan legitimasi untuk menghapus warisan, melainkan harus menjadi dasar evaluasi terhadap tata kelola lingkungan dan manusia.

Jembatan Tidak Bersalah

Di sinilah persoalan mendasar harus ditegaskan: "jembatan kereta api tidak bersalah."

-Jembatan Kereta Api tidak:
- menebangi hutan di hulu,
- mengubah tata guna lahan,
- membiarkan tambang dan pembukaan lahan tanpa kendali, atau 
- merusak daerah aliran sungai.

Jika banjir bandang terjadi, maka yang wajib diusut adalah:

- kerusakan ekologis di kawasan hulu,
- pembiaran pelanggaran tata ruang,
- lemahnya pengawasan lingkungan, serta 
- aktor manusia yang diuntungkan dari perusakan alam.

Menghancurkan jembatan bersejarah justru menjadi pengalihan kesalahan dari manusia kepada benda mati yang tak mampu membela diri.

Bencana di Sumatera: Bukan Takdir, Tapi Akibat Ulah Manusia

Bencana ekologis yang terus berulang di Sumatera Barat dan Pulau Sumatera secara umum bukanlah takdir semata. Ia adalah akumulasi keputusan manusia yang mengabaikan daya dukung alam.

Ironisnya, jembatan-jembatan kereta api yang kini hendak dibongkar justru telah berdiri jauh sebelum kerusakan ekologis masif terjadi dan selama puluhan tahun hidup berdampingan dengan alam tanpa memicu bencana.

Usut Akar Masalah, Jangan Hukum yang Tak Bersalah

Membongkar jembatan kereta api Lembah Anai tidak akan:

- memulihkan hutan yang rusak,
- menghentikan banjir bandang, atau 
; menyelamatkan Sumatera dari bencana berikutnya.

Yang harus dilakukan adalah mengusut tuntas ulah manusia di balik kerusakan lingkungan, sembari melestarikan warisan dunia yang telah diakui oleh masyarakat internasional.

Jembatan tidak bersalah.
Yang bersalah adalah keserakahan, kelalaian, dan pembiaran.

*** Penulis: Marjafri, Pendiri Dan Ketua Komunitas Anak Nagari Sawahlunto "Art, Social Culture And Tourism"

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »