 |
| Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid ketika meninjau bencana banjir dan tanah longsor di Sumatera Barat atau Sumbar, baru-baru ini. |
BENTENGSUMBAR.COM - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid menegaskan, bencana banjir dan longsor yang melanda tiga provinsi di Sumatera harus menjadi momentum untuk melakukan revisi tata ruang secara menyeluruh.
Bencana hidrometeorologi tersebut merusak ribuan hunian dan infrastruktur di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Nusron mengutip pemikiran ekonom senior almarhum Profesor Muhammad Sadli bahwa after crisis can better policy, yakni setiap krisis harus menghasilkan kebijakan yang lebih baik.
Ia menilai bencana Sumatera ini menjadi alarm bagi pemerintah pusat dan daerah untuk mengevaluasi tata ruang yang ada.
“Dan keputusan yang lebih baik itu apa? Revisi tata ruang. Supaya kejadian yang sama tidak berulang,” ujar Nusron seusai membuka Rakernas Kementerian ATR/BPN di Jakarta Pusat, Senin (8/12/2025).
Menurut Nusron, revisi tata ruang harus dimulai dari analisis penyebab utama banjir bandang dan longsor di Sumatera.
Salah satu masalah terbesar adalah menurunnya ruang serapan air akibat hilangnya kawasan yang sebelumnya ditumbuhi pepohonan.
“Mengapa? Karena penyangga serapannya dahulunya adalah tumbuh-tumbuhan, pepohonan, pohonnya hilang. Lalu, bagaimana caranya supaya enggak ini? Ya kembalikan,” katanya.
Ia menekankan pentingnya memulihkan ruang serapan air, terutama melalui penanaman pohon di kawasan yang telah berubah fungsi.
“Yang dahulunya itu ruang untuk pohon, yang sekarang diganti menjadi ruang untuk lainnya, kembalikan ruang itu untuk pohon. Supaya serapan airnya terjaga,” tutur Nusron.
Data terbaru Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pada Jumat (5/12/2025) mencatat 846 orang meninggal dunia, sementara 547 orang masih hilang akibat banjir bandang dan longsor yang melanda Sumatera lebih dari sepekan.
Sebanyak 2.700 warga mengalami luka-luka akibat terpaan material lumpur, kayu, dan bebatuan.
Aceh menjadi provinsi dengan korban meninggal terbanyak, yaitu 325 jiwa. Diikuti Sumatera Utara dengan 311 korban, serta Sumatera Barat sebanyak 210 korban jiwa.
Di tingkat kabupaten/kota, Kabupaten Agam di Sumatera Barat mencatat korban meninggal terbanyak, yakni 156 orang.
Selanjutnya, Aceh Utara dengan 123 korban, serta Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, dengan 88 korban.
BNPB memperkirakan jumlah korban masih berpotensi bertambah mengingat banyak lokasi terdampak yang sulit dijangkau tim evakuasi.
Bencana banjir dan longsor Sumatera kembali menyoroti pentingnya penataan ruang yang lebih adaptif terhadap risiko bencana, pemulihan ekologi hulu sungai, serta pengawasan alih fungsi lahan.
Pemerintah pusat, daerah, dan pemangku kepentingan disebut perlu bergerak cepat melakukan langkah korektif agar tragedi serupa tidak terulang. (*)