HEADLINE
PKS Apresiasi Soeharto Jadi Pahlawan Nasional    
Selasa, November 11, 2025

On Selasa, November 11, 2025

BENTENGSUMBAR.COM - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menghormati keputusan pemerintah dalam pemberian gelar pahlawan nasional. 

“Pemerintah telah memilih yang terbaik tentu dengan seleksi yang panjang. Kita hormati mereka,” ujar Muzammil usai membuka Rakernas PKS di Palmerah, Jakarta Barat, Senin 10 November 2025.

Terlebih, kata Muzammil, jasa Soeharto dalam pembangunan dan perannya dalam penumpasan G30S/PKI sangat krusial. 

Menurutnya, jika saat itu Indonesia kalah, sila pertama Pancasila bisa saja hilang.

“Jadi, kita harus mempertimbangkan secara integral,” kata Muzammil.

Lebih jauh, Muzammil berharap, momentum Hari Pahlawan menjadi momentum refleksi bagi kadernya untuk menjadi manusia “berpahala”. 

Ia berharap PKS juga bisa melahirkan pejabat publik yang berkontribusi besar bagi bangsa.

“Semoga PKS bisa menjadi kader pengurus pejabat publik yang menghadirkan kontribusi untuk bangsa dan negara,” pungkas Muzammil.

Sebelumyna, Presiden Prabowo Subianto secara resmi menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada 10 tokoh bangsa dalam upacara kenegaraan yang digelar di Istana Negara, Jakarta pada Senin 10 November 2025. (*)

Sumber: RMOL

Ormas Bentrok dengan Debt Collector, Saling Lempar Batu    
Selasa, November 11, 2025

On Selasa, November 11, 2025

Ormas Bentrok dengan Debt Collector, Saling Lempar Batu
Bentrokan terjadi antara kelompok organisasi masyarakat (ormas) dengan sejumlah penagih utang (debt collector). (Ilustrasi). 
BENTENGSUMBAR.COM
- Bentrokan terjadi antara kelompok organisasi masyarakat (ormas) dengan sejumlah penagih utang (debt collector) di Jalan Outer Ring Road, Cengkareng, Jakarta Barat, Senin (10/11/2025) siang.

Wakapolres Metro Jakarta Barat, AKBP Tri Suhartanto menjelaskan, bentrokan berawal dari kesalahpahaman salah satu kelompok.

"Bentrokan ini dipicu kesalahpahaman salah satu pihak," kata Tri seperti dilansir Antara.

Tri mengatakan, imbas kesalahpahaman itu, salah satu kelompok menyerang kelompok lainnya.

"Jadi, informasi yang didapat, ini berawal dari kesalahpahaman dari kedua kelompok ini, hingga terjadi perselisihan dan mereka melakukan penyerangan ke tempat salah satu kelompok," kata Tri

Kendati tidak korban, bentrokan ricuh itu memicu kegaduhan warga sekitar lantaran melibatkan lemparan batu serta benda tumpul lainnya. 

Selain itu, lalu lintas sekitar lokasi juga sempat tersendat.

"Kalau fasilitas lain tidak ada yang rusak melainkan hanya kendaraan patroli yang sedang terparkir di sana (lokasi kejadian)," kata Tri.

Hingga Senin sore, petugas kepolisian masih berjaga di sekitar lokasi. 

Kasus ini selanjutnya ditangani oleh Polres Metro Jakarta Barat untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. (*) 

Geledah Kantor Gubernur Riau, KPK Sita Dokumen Anggaran    
Selasa, November 11, 2025

On Selasa, November 11, 2025

Geledah Kantor Gubernur Riau, KPK Sita Dokumen Anggaran
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, dari penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE). 
BENTENGSUMBAR.COM
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali bergerak dalam penyidikan kasus dugaan korupsi, pemerasan, pemotongan, dan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau yang menyeret Gubernur Abdul Wahid.

Pada Senin (10/11/2025), tim penyidik KPK menggeledah kantor Gubernur Riau di Pekanbaru untuk mencari bukti tambahan. 

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, dari penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE) yang diduga berkaitan dengan dokumen anggaran Pemprov Riau.

“Dalam penggeledahan tersebut, penyidik mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik (BBE), di antaranya terkait dokumen anggaran Pemprov Riau,” ujarnya dalam keterangan, Selasa (11/11/2025).

Budi menegaskan, penggeledahan ini merupakan tindakan paksa sesuai prosedur penyidikan dalam KUHAP. Langkah tersebut penting untuk memperkuat bukti dalam mengungkap tuntas kasus yang melibatkan Abdul Wahid.

“Penyitaan barang bukti dan permintaan keterangan dari berbagai pihak sangat penting untuk membantu penyidik dalam membuat terang perkara ini,” tegasnya.

Menurut laporan Halloriau.com, media partner Beritasatu.com, penggeledahan berlangsung selama lima jam, dari pukul 11.30 WIB hingga 16.30 WIB, melibatkan delapan mobil tim KPK. 

Saat keluar dari kantor Gubernur, tim membawa tiga koper dan satu kardus berisi berkas.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan tiga tersangka dari 10 orang yang ditangkap saat operasi tangkap tangan (OTT). 

Mereka adalah Gubernur Riau Abdul Wahid, Kepala Dinas PUPR PKPP Riau M Arief Setiawan, dan Tenaga Ahli Gubernur Riau Dani M Nursalam

Ketiganya kini ditahan selama 20 hari pertama, sejak 4 November hingga 23 November 2025. 

Abdul Wahid ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK, sedangkan dua lainnya di Rutan Gedung Merah Putih KPK. 

Kasus ini diduga terkait pemerasan dengan modus “jatah preman” terhadap proyek pembangunan jalan dan jembatan di Dinas PUPR Provinsi Riau pada 2025.

Diketahui, terdapat penambahan anggaran sebesar Rp 106 miliar, yaitu Abdul Wahid meminta jatah 5% atau sekitar Rp 7 miliar dari total tambahan tersebut. 

Dalam periode Juni hingga November 2025, para kepala UPT Dinas PUPR berhasil mengumpulkan Rp 4,05 miliar untuk diserahkan kepada sang gubernur.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e, huruf f, dan/atau Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)

Menkeu Purbaya Tegaskan Redenominasi Rp1.000 Jadi Rp1 Belum Berlaku Tahun Depan         
Selasa, November 11, 2025

On Selasa, November 11, 2025

Menkeu Purbaya Tegaskan Redenominasi Rp1.000 Jadi Rp1 Belum Berlaku Tahun Depan
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan rencana penyederhanaan nilai Rupiah (redenominasi) belum akan dieksekusi dalam waktu dekat. 
BENTENGSUMBAR.COM
- Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan rencana penyederhanaan nilai Rupiah (redenominasi) belum akan dieksekusi dalam waktu dekat. 

Dia menegaskan kebijakan yang mengubah nominal Rp1.000 menjadi Rp1 itu sepenuhnya berada di bawah kewenangan Bank Indonesia (BI).

“Denom (redenominasi) itu kebijakan Bank Sentral dan dia nanti akan terapkan sesuai dengan kebutuhan pada waktunya tapi enggak sekarang, enggak tahun depan,” ujar Purbaya di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Jawa Timur, Senin 10 November 2025.

Purbaya menepis asumsi bahwa pemerintah akan mempercepat pelaksanaan redenominasi pada tahun depan. 

Kementerian Keuangan, ditegaskannya, tidak berada pada posisi pengambil keputusan terkait kebijakan tersebut.

“Enggak, enggak, tahun depan. Saya enggak tahu itu bukan (kewenangan) Menteri Keuangan tapi urusan Bank Sentral. Kan Bank Sentral udah kasih pernyataan tadi kan. Jadi jangan gue yang digebukin. Gue digebukin terus,” katanya sambil berkelakar.

Meski demikian, Purbaya sebelumnya telah memasukkan agenda redenominasi ke dalam Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2025–2029 melalui PMK Nomor 70 Tahun 2025. 

Dalam dokumen tersebut tercantum bahwa RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU lanjutan yang ditargetkan rampung pada 2027.

Pemerintah menilai redenominasi penting untuk efisiensi ekonomi, menjaga stabilitas nilai rupiah, meningkatkan daya beli masyarakat, serta memperkuat kredibilitas mata uang nasional di mata dunia. (*) 

Sumber: RMOL

Kasus Whoosh, KPK Ungkap Ada Tanah Milik Negara Dijual lagi ke Negara    
Selasa, November 11, 2025

On Selasa, November 11, 2025

Kasus Whoosh, KPK Ungkap Ada Tanah Milik Negara Dijual lagi ke Negara
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu soal penyelidikan perkara dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh). 
BENTENGSUMBAR.COM
- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut, penyelidikan perkara dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh) ternyata berkaitan dengan pembebasan lahan.

Menurutnya, ada oknum yang menjual tanah milik negara ke negara.

"Yang kita dalami dalam penyelidikan itu ada oknum-oknum di mana dia yang bersangkutan itu yang seharusnya milik negara, tapi dijual lagi ke negara," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Senin (10/11/2025).

Menurut Asep oknum-oknum itu menjual lahan yang memang milik negara dengan harga tidak wajar. 

Oleh karenanya, KPK tengah mempelajari adanya kerugian negara terkait hal ini.

"Kerugian dari sisi pembebasan lahan inilah yang kita kejar dan kita akan kembalikan kepada negara," kata Asep.

Kendati demikian, KPK tidak menjelaskan lebih jauh terkait perkara ini. 

Yang jelas, kata Asep, KPK akan memperkarakan kasus ini apabila biaya pembayaran pembebasan lahan untuk proyek kereta cepat itu tidak wajar.

"Ya mereka tetap saja, misalkan kalau itu milik pribadi, dan seharusnya mendapat pembayaran, ya tentunya pembayaran yang wajar. Kita juga kalau pembayarannya wajar, tidak akan kita perkarakan," kata Asep.

"Tapi bagi yang pembayarannya tidak wajar, mark up, dan lain-lain, apalagi bukan tanahnya, ini tanah negara, dengan berbagai macam cara, karena ini proyek nasional, lalu dia diatur sana sini, atur sana sini, sehingga mereka mendapat sejumlah uang, bukan sejumlah lagi, ini uang besar, nah kita harus kembalikan uang itu kepada negara," lanjutnya.

Sebelumnya, KPK telah memulai penyelidikan terkait dugaan kasus korupsi pada proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) Whoosh sejak awal tahun 2025. 

Hingga hampir setahun ini, KPK belum menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan.

Meski demikian, KPK menyebut progres perkara ini berjalan positif. Tak ada kendala dalam penyelidikan kasus itu.

"Sejauh ini tidak ada kendala, jadi tahapan di penyelidikan ini masih berprogres secara positif," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Senin (27/10/2025). (*) 

Sumber: iNews. id

Hakim Ungkap Arogansi Majikan yang Paksa ART Makan Kotoran Anjing: Saya Kaya, Tinggal Bayar Polisi    
Senin, November 10, 2025

On Senin, November 10, 2025

Hakim Ungkap Arogansi Majikan yang Paksa ART Makan Kotoran Anjing: Saya Kaya, Tinggal Bayar Polisi
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Andi Bayu Mandala, didampingi dua hakim anggota Douglas Napitupulu dan Diana Puspita Sari Aditya. 
BENTENGSUMBAR.COM
- Aksi arogan majikan di Kota Batam bernama Roslina kepada asisten rumah tangga (ART) Intan Tuwa Negu terungkap dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Batam, Senin (10/11/2025). Hakim memperlihatkan bukti saat Roslina mengaku kaya dan bisa bayar polisi.

Hal itu disampaikan Roslina sebagai saksi untuk terdakwa lainnya bernama Merliyanti. Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Andi Bayu Mandala, didampingi dua hakim anggota Douglas Napitupulu dan Diana Puspita Sari Aditya. Jaksa Penuntut Umum (JPU) hadir bersama lima penasihat hukum terdakwa Merliyanti.

Dalam persidangan, awalnya Roslina membantah tuduhan pernah melakukan kekerasan terhadap Intan. Ia juga mengaku tidak pernah melihat Merliyanti melakukan kekerasan.

Namun, pengakuan itu langsung terbantahkan setelah JPU memutar rekaman CCTV yang menampilkan tindakan kekerasan terhadap korban di rumah Roslina. Dalam rekaman terlihat Roslina memegang kepala Intan, menyeretnya, menyiram air dan memaki dengan kata-kata kasar.

Selain CCTV, JPU juga menghadirkan rekaman video dari handphone Merliyanti yang memperlihatkan tindakan serupa.

“Pukul saja kalau Intan berbuat salah, matipun saya yang tanggung jawab. Jaga Intan jangan sampai keluar, saya orang kaya, saya tinggal bayar saja polisi. Apakah Anda pernah mengatakan itu kepada Merliyanti?” tanya Andi Bayu Mandala kepada Roslina berulang kali.

Roslina bersikeras membantah ucapannya tersebut.

'Buku Dosa' Jadi Sorotan Hakim

Dalam sidang, majelis hakim juga menyinggung temuan sebuah 'buku dosa' milik Roslina, yang berisi catatan kesalahan Intan dan Merliyanti disertai nominal uang yang dianggap sebagai utang.

“Hampir setiap hari ada catatan. Ngepel sambil tidur, nyapu sambil tidur. Seperti sekolah saja, setiap hari ada ‘buku dosa’. Jadi apakah setiap dosa dia harus bayar?” tanya Hakim Diana Puspita Sari.

Roslina berdalih bahwa buku tersebut hanya digunakan untuk menakuti ART agar tidak merusak barang di rumah.

“Setiap hari ada saja barang rusak. Jadi supaya mereka takut saja,” katanya di hadapan majelis hakim.

Sementara terdakwa Merliyanti mengaku, banyak kesaksian Roslina yang tidak benar. Ia mengklaim kerap diancam oleh Roslina jika tidak mengikuti perintah untuk melakukan kekerasan terhadap Intan.

“Kalau saya tidak pukul Intan, saya yang jadi korban kedua. Buku dosa itu juga jadi ancaman, kalau saya keluar sebelum habis kontrak, itu dijadikan bukti ke polisi,” ungkap Merliyanti.

Tim penasihat hukum Merliyanti menilai kesaksian Roslina penuh kebohongan dan bertentangan dengan bukti yang ditampilkan di persidangan.

“Keterangan Roslina banyak yang tidak sesuai dengan fakta. Video jelas memperlihatkan keterlibatannya. Kami berharap majelis hakim mempertimbangkan posisi Merliyanti sebagai pihak yang diperintah,” ujar Arpandi penasihat hukum usai sidangTim kuasa hukum juga membuka peluang agar Merliyanti bisa dipertimbangkan sebagai justice collaborator, karena bersedia mengungkap tindakan Roslina secara terbuka.

“Kalau ia dianggap bekerja sama mengungkap kejahatan ini, kami berharap hukumannya bisa diringankan,” tambahnya.

Menanggapi jalannya persidangan, tim kuasa hukum Roslina mengatakan masih menyiapkan strategi pembelaan dan sejumlah saksi meringankan untuk sidang berikutnya.

“Kami menghargai seluruh proses hukum. Namun klien kami tetap tidak mengakui adanya kekerasan. Kami akan menghadirkan saksi pembela pada sidang Kamis nanti,” kata perwakilan kuasa hukum Roslina.

Majelis hakim mengingatkan bahwa jika terbukti memberikan keterangan palsu di persidangan, saksi dapat dijerat dengan pasal berlapis sesuai Pasal 242 KUHP tentang sumpah palsu.

Sidang akan dilanjutkan pada Kamis (13/11/2025) dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dari kedua pihak. (*) 

Fadli Zon Sebut Dugaan Pelanggaran HAM Soeharto Tidak Pernah Terbukti         
Senin, November 10, 2025

On Senin, November 10, 2025

Fadli Zon Sebut Dugaan Pelanggaran HAM Soeharto Tidak Pernah Terbukti
Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon memberikan keterangan kepada awak media.
BENTENGSUMBAR.COM
- Menteri Kebudayaan sekaligus Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK), Fadli Zon, menegaskan bahwa berbagai dugaan pelanggaran HAM dan kasus korupsi yang selama ini dikaitkan dengan Presiden ke-2 RI Soeharto tidak pernah terbukti secara hukum. 

Hal itu disampaikan Fadli seusai menghadiri upacara penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan sembilan tokoh lainnya di Istana Negara, Jakarta, Senin, 10 November 2025.

Menjawab pertanyaan terkait munculnya kontroversi atas pemberian gelar tersebut, Fadli menilai bahwa proses penetapan gelar didasarkan pada rekam jejak pengabdian Soeharto yang telah melalui kajian mendalam.

Ia menyebutkan jasa-jasa Soeharto sehingga layak menjadi pahlawan di antaranya perjuangan di Serangan Umum 1 Maret, pertempuran di Ambarawa, pertempuran 5 hari di Semarang, hingga menjadi komandan operasi Mandala perebutan Irian Barat.

Ia juga menyinggung keberhasilan pemerintah era Orde Baru dalam memulihkan ekonomi yang kala itu mengalami inflasi ekstrem, juga kontribusi di bidang pendidikan melalui pendirian sekolah-sekolah.

“Telah membantu di dalam pengentasan kemiskinan, memperbaiki ekonomi, apalagi ketika itu kita mengalami inflasi yang luar biasa sampai 600-an persen, pertumbuhan juga minus ya," kata Fadli.

Terkait tuduhan pelanggaran HAM maupun korupsi yang kerap diarahkan kepada Soeharto, Fadli kembali menegaskan bahwa tidak ada satupun yang terbukti melalui proses hukum.

“Ya tadi seperti Anda bilang, kan namanya dugaan. Iya, dugaan (pelanggaran HAM) itu kan tidak pernah terbukti juga,” ucapnya.

Ketika ditanya mengenai berbagai penyelidikan kasus pelanggaran HAM, termasuk peristiwa kerusuhan Mei 1998, Fadli menyatakan bahwa tidak ada proses hukum yang menyimpulkan keterlibatan Soeharto.

“Kan tidak ada juga. Tidak, tidak ada juga,” kata dia.

Fadli menutup dengan memastikan bahwa seluruh isu hukum terkait Soeharto telah selesai dan tidak menjadi penghalang pemberian gelar.

“Enggak ada, iya. Kalau soal itu saya kira sudah tidak ada masalah. Sebagaimana itu dari bawah tadi, sudah melalui suatu proses. Tidak ada masalah hukum, tidak ada masalah hal-hal yang lain,” tandasnya. (*) 

Sumber: RMOL

Wartawan Layak Dapat Imunitas Terbatas, PWI Tegaskan Perlindungan Tidak Boleh Sekadar Formalitas    
Senin, November 10, 2025

On Senin, November 10, 2025

Wartawan Layak Dapat Imunitas Terbatas, PWI Tegaskan Perlindungan Tidak Boleh Sekadar Formalitas
Sidang uji materi Pasal 8 UU Pers di Mahkamah Konstitusi menghadirkan ahli hukum pidana Dr. Albert Aries dan saksi jurnalis Moh. Adimaja. 
BENTENGSUMBAR.COM
- Sidang uji materi Pasal 8 UU Pers di Mahkamah Konstitusi menghadirkan ahli hukum pidana Dr. Albert Aries dan saksi jurnalis Moh. Adimaja. PWI Pusat hadir sebagai pihak terkait menegaskan perlindungan wartawan harus nyata di lapangan, bukan sekadar norma hukum.

Sidang lanjutan pengujian materiil Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers ini kembali digelar di Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (10/11/2025).

Sidang dipimpin langsung oleh Ketua MK Prof. Dr. Suhartoyo, S.H., M.H., dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan saksi dari pihak Pemohon, serta dihadiri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Dewan Pers, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) sebagai pihak terkait.

Perkara Nomor 145/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh Ikatan Wartawan Hukum (IWAKUM) yang menilai Pasal 8 UU Pers belum memberi perlindungan hukum yang kuat bagi wartawan dan masih bersifat multitafsir.

Ahli: Wartawan Berhak atas Imunitas Profesi


Dalam kesaksiannya, Dr. Albert Aries, S.H., M.H., ahli hukum pidana, menilai bahwa Pasal 8 UU Pers sebaiknya dipertegas untuk menjamin kepastian hukum bagi wartawan.

Menurutnya, jurnalis yang bekerja dengan itikad baik dan berpedoman pada kode etik jurnalistik seharusnya memiliki perlindungan hukum khusus atau imunitas terbatas, serupa dengan profesi lain seperti advokat, notaris, atau anggota BPK.

Jika wartawan menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik sesuai kode etik, maka ia tidak sepatutnya dikenai tindakan kepolisian atau gugatan perdata. Perlindungan ini bukan bentuk impunitas, tetapi jaminan agar pers bisa berfungsi secara bebas dan bertanggung jawab,” ujar Albert Aries di ruang sidang MK.

Albert juga mencontohkan sejumlah kasus yang menunjukkan pentingnya kepastian hukum bagi wartawan, seperti perkara Bambang Harymurti (Tempo) dan Supratman (Rakyat Merdeka) yang pernah diputus tidak bersalah oleh Mahkamah Agung karena dianggap melaksanakan fungsi jurnalistik yang sah.

Namun, menurutnya, banyak jurnalis di daerah tidak seberuntung itu karena masih menghadapi kriminalisasi atau kekerasan saat bekerja.

Saksi Jurnalis: Kekerasan dan Intimidasi Masih Terjadi


Sementara itu, saksi Pemohon, Moh. Adimaja, jurnalis foto, menceritakan pengalaman pribadi ketika mengalami kekerasan fisik saat meliput demonstrasi di kawasan Senen, Jakarta.

"Saya dipukuli, diintimidasi, kamera saya direbut dan dipaksa menghapus gambar. Semua terjadi saat saya meliput sesuai prosedur jurnalistik,” ungkapnya di depan majelis hakim.

Ia mengaku belum merasakan perlindungan hukum yang nyata dari Pasal 8 UU Pers, bahkan setelah kejadian itu tidak ada tindak lanjut hukum yang melindungi dirinya sebagai wartawan.

“Pertanyaan saya, perlindungan itu untuk institusi medianya atau untuk profesinya sebagai jurnalis?” ujarnya retoris.

Majelis Hakim: Imunitas Wartawan Tidak Absolut


Menanggapi pendapat ahli, Hakim Konstitusi Prof. Arief Hidayat mengingatkan bahwa imunitas profesi wartawan tidak boleh bersifat absolut.

"Dalam era post-truth ini, karya jurnalistik bisa saja memuat kepentingan politik atau ekonomi tertentu. Karena itu, syarat itikad baik harus menjadi tolok ukur utama dalam perlindungan wartawan,” tegas Arief.

Majelis menilai penting memastikan perlindungan hukum berjalan seimbang — wartawan terlindungi, tetapi publik tetap mendapat informasi yang objektif dan dapat dipertanggungjawabkan.

PWI Pusat: Negara Harus Hadir Nyata


Hadir mewakili pihak terkait, PWI Pusat yang dipimpin Anrico Pasaribu (Bidang Pembelaan dan Pembinaan Hukum) bersama Edison Siahaan, Jimmy Endey, Akhmad Dani, Rinto Hartoyo Agus, Achmad Rizal dan B Hersunu, menegaskan bahwa perlindungan wartawan tidak boleh berhenti di tataran normatif.

Dalam keterangannya, PWI menilai bahwa Pasal 8 UU Pers konstitusional, namun pelaksanaannya masih lemah di tingkat penegakan hukum.

"Perlindungan bagi wartawan harus dijalankan sebagai kewajiban aktif negara. Bukan hanya tanggung jawab moral atau administratif,” ujar Anrico usai sidang.

PWI juga menegaskan pentingnya koordinasi antara Dewan Pers, aparat penegak hukum, dan organisasi profesi wartawan dalam membangun mekanisme perlindungan yang cepat dan efektif ketika wartawan menghadapi ancaman atau kriminalisasi.

Kesimpulan Sidang


Sidang yang berlangsung selama hampir satu jam tersebut menegaskan beberapa poin penting:

Ahli hukum menilai perlunya imunitas terbatas bagi wartawan yang bekerja dengan itikad baik;

Saksi jurnalis menyampaikan bukti empiris masih lemahnya perlindungan di lapangan;

Sidang ditutup oleh Ketua MK Prof. Suhartoyo pukul 14.12 WIB, dengan agenda berikutnya dijadwalkan pada 24 November 2025 untuk mendengarkan keterangan ahli dari Presiden. (*)

Tahun Depan, Lomba Paduan Suara Mars dan Hymne Partai NasDem Naik Kelas ke Tingkat Sumbar    
Senin, November 10, 2025

On Senin, November 10, 2025

Tahun Depan, Lomba Paduan Suara Mars dan Hymne Partai NasDem Naik Kelas ke Tingkat Sumbar
Kegiatan yang digelar oleh Partai NasDem Kota Padang di NasDem Tower Sumbar ini dibuka langsung oleh Ketua DPD Partai NasDem Kota Padang, Maigus Nasir, pada Senin (10/11/2025).
BENTENGSUMBAR.COM
- Pelaksanaan Lomba Paduan Suara Mars dan Hymne Partai NasDem tingkat Kota Padang berlangsung sukses. Tahun depan, ajang tersebut akan diperluas hingga tingkat Provinsi Sumatera Barat.

Kegiatan yang digelar oleh Partai NasDem Kota Padang di NasDem Tower Sumbar ini dibuka langsung oleh Ketua DPD Partai NasDem Kota Padang, Maigus Nasir, pada Senin (10/11/2025).

Maigus menyampaikan, tahun ini lomba baru diikuti oleh pengurus partai di tingkat kota, mulai dari DPD, DPC, serta sayap dan badan partai. Namun, ia optimistis tahun depan kompetisi akan digelar di tingkat provinsi.

“Kalau tahun ini baru diikuti pengurus partai yang ada di Kota Padang, insya Allah tahun depan bakal kita gelar untuk tingkat Sumbar,” ujar Maigus dengan nada optimistis.

Pria yang juga menjabat sebagai Wakil Wali Kota Padang itu menilai, lirik dalam Mars dan Hymne Partai NasDem memiliki makna perjuangan yang dalam serta nilai-nilai kebangsaan yang kuat.

“Coba simak dengan baik, semuanya sarat dengan nilai perjuangan, menumbuhkan rasa cinta Tanah Air sekaligus tekad menggapai cita-cita bangsa ini, Indonesia jaya,” tuturnya.

Sementara itu, penanggung jawab kegiatan, Fifela Elfina, mengaku bersyukur atas antusiasme peserta yang melampaui ekspektasi. Menurutnya, partisipasi dari berbagai tingkatan struktur partai menjadi bukti semangat kader NasDem di Kota Padang.

“Mulai dari pengurus kota hingga 11 kecamatan, termasuk sayap dan badan partai, alhamdulillah semuanya ikut berpartisipasi,” ungkap Fifela.

Ia juga menyatakan kesiapan panitia untuk menindaklanjuti harapan Ketua DPD NasDem Kota Padang agar lomba tersebut digelar di tingkat provinsi.

“Menyambut harapan Buya Maigus, insya Allah tahun depan kita siap melaksanakannya,” ujarnya.

Fifela berharap, pelaksanaan lomba tahun depan yang melibatkan seluruh struktur partai dari kabupaten dan kota di Sumatera Barat dapat memberikan dampak positif bagi kemajuan Partai NasDem di daerah ini.

“Semoga dengan keterlibatan seluruh struktur partai di Sumbar, lomba tahun 2026 akan membawa manfaat besar bagi kemajuan Partai NasDem,” tambahnya.

Adapun pengumuman pemenang lomba memperebutkan Piala Bergilir Fadly–Maigus akan disampaikan pada puncak peringatan HUT ke-14 Partai NasDem di NasDem Tower Sumbar, Selasa (11/11/2025). (*)