Kebijakan Publik Dalam Pengambilan Keputusan

"KEBIJAKAN pada dasarnya kebijakan publik nyata-nyata berbeda dengan kebijakan private/swasta. Banyak sekali pengertian yang telah diungkapkan oleh pakar tentang kebijakan publik, namun demikian banyak ilmuwan yang merasakan kesulitan untuk mendapatkan pengertian kebijakan publik yang benar-benar memuaskan."

Hal tersebut dikarenakan sifat dari pada kebijakan publik yang terlalu luas dan tidak spesifik dan operasional. Luasnya makna kebijakan publik sebagaimana disampaikan oleh Charles O. Jones di dalam mendefinisikan kebijakan publik sebagai antar hubungan di antara unit pemerintah tertentu dengan lingkungannya. Agaknya definisi ini sangat luas sekali nuansa pengertiannya, bahkan terdapat satu kesan sulit menemukan hakekat dari pada kebijakan publik itu sendiri.

Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan Internasional disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.

Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana dipahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum, namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.

Tapi kenyataanya sangatlah tidak ironis tampa memikirkan kepentingan orang banyak ketika hukum tersebut di buat yang hanya dapat mensensarakan dan mengekangi kesejahteraan, seperti Peraturan Gubernur yang tidak seirama dengan Peraturan pemerintah 12 tahun 2002 tentang ujian kenaikan pangkat dan penyesuaian ijazah yang secara nasional semestinya dalam hal ini Gubernur Sumatera Barat harus mengacu pada aturan bersifat nasional yang kehususnya sudah diatur dalam aturan tersebut.

Santoso memisahkan berbagai pandangan tentang kebijakan publik ke dalam dua kelompok. Pemikiran pertama menyatakan bahwa kebijakan publik sama dengan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, sebagaimana yang diungkapkan oleh Thomas K. Dye bahwa "Public policy is whatever government chose to do or not to do" (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan).

Meskipun memberikan pengertian kebijakan publik hanya memandang dari satu sudut saja (yakni pemerintah), namun apa yang diungkapkan oleh Thomas Day telah memberikan nuansa terhadap pengertian kebijakan publik. Barangkali semua memahami bahwa kebijakan semata-mata bukan merupakan keinginan pemerintah, akan tetapi masyarakatpun juga memiliki tuntutan-tuntutan (keinginan), sebab pada prinsipnya kebijakan publik itu adalah mancakup “apa” yang dilakukan, “mengapa” mereka melakukannya, dan “bagaimana” akibatnya.

Di samping itu kebijakan publik adalah juga kebijakan-kebijakan yang dikembangkan/dibuat oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah. Implikasi pengertian dari pandangan ini adalah bahwa kebijakan public, Lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tindakan yang kebetulan, Pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling terkait, Bersangkutan dengan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dalam bidang tertentu atau bahkan merupakan apa yang pemerintah maksud atau melakukan sesuatu atau menyatakan melakukan sesuatu, Bisa bersifat positif yang berarti merupakan beberapa bentuk tindakan (langkah) pemerintah mengenai masalah tertentu, dan bersifat negatif yang berarti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu, Kebijakan publik setidak-tidaknya dalam arti positif didasarkan atau selalu dilandaskan pada peraturan/undang-undang yang bersifat memaksa (otoratif).

Pandangan lainnya dari kebijakan publik, melihat kebijakan publik sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, berupa serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soebakti dalam Samodro Wibowo bahwa kebijakan negara merupakan bagian keputusan politik yang berupa program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat negara. Kesimpulan dari pandangan ini adalah: pertama, kebijakan publik sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan, kedua kebijakan publik sebagai keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan tertentu.

Dari beberapa pandangan tentang kebijakan negara tersebut, dengan mengikuti paham bahwa kebijakan negara itu adalah serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh rakyat, maka M. Irfan Islamy menguraikan beberapa elemen penting dalam kebijakan publik, Bahwa kebijakan publik itu dalam bentuk peraturannya berupa penetapan tindakan-tindakan pemerintah, Bahwa kebijakan publik itu tidak cukup hanya dinyatakan tetapi dilaksanakan dalam bentuk yang nyata (das sein), Bahwa kebijakan publik, baik untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu itu mempunyai dan dilandasi maksud dan tujuan tertentu, Bahwa kebijakan publik itu harus senantiasa ditujukan bagi kepentingan seluruh anggota masyarakat.

Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, mengapa suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan yang holistik agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan.

Untuk memahami kedudukan dan peran yang strategis dari pemerintah sebagai publik aktor, terkait dengan kebijakan publik maka diperlukan pemahaman bahwa untuk mengaktualisasinya diperlukan suatu kebijakan yang berorientasi kepada kepentingan rakyat. Seorang pakar mengatakan bahwa kebijakan adalah suatu upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan dimaksud bersifat strategis yaitu berjangka panjang dan menyeluruh. Demikian pula berkaitan dengan kata kebijakan ada yang mengatakan bahwa kata kebijakan berasal dari terjemahan kata policy, yang mempunyai arti sebagai pilihan terbaik dalam batas-batas kompetensi aktor dan lembaga yang bersangkutan dan secara formal mengikat. Meski demikian kata kebijakan yang berasal dari policy dianggap merupakan konsep yang relatif. Dengan demikian yang dimaksud kebijakan dalam cybernology dan adalah sistem nilai kebijakan dan kebijaksanaan yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan. Selanjutnya kebijakan setelah melalui analisis yang mendalam dirumuskan dengan tepat menjadi suatu produk kebijakan.

Dalam merumuskan kebijakan Thomas R. Dye merumuskan model kebijakan antara lain menjadi: model kelembagaan, model elit, model kelompok, model rasional, model inkremental, model teori permainan, dan model pilihan publik, dan model sistem.

Kebijakan secara umum menurut Said Zainal Abidin dapat dibedakan dalam 3 (tiga) tingkatan, Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan,  Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang, Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan.

Setelah memaparkan makna kebijakan, maka secara sederhana kebijakan publik digambarkan oleh Bill Jenkins didalam buku The Policy Process sebagai Kebijakan publik adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi tertentu. Selanjutnya Bill Jenkins mendefinisikan kebijakan publik sebagai A set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve.  Dengan demikian kebijakan publik sangat berkait dengan administasi negara ketika publik aktor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan administrasi negara.

Menurut Nigro seperti dikutip M. Irfan Islamy, administrasi negara mempunyai peranan penting dalam merumuskan kebijakan Negara, dan ini merupakan bagian dari proses politik. Administrasi negara dalam mencapai tujuan dengan membuat program dan melaksanakan berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan dalam bentuk kebijakan. Oleh karena itu kebijakan dalam pandangan Lasswell dan Kaplan yang dikutip oleh Said Zainal Abidin adalah sarana untuk mencapai tujuan atau sebagai program yang diproyeksikan berkenaan dengan tujuan, nilai, dan praktik.

Terkait dengan kebijakan publik, menurut Thomas R. Dye penulis buku “Understanding Public Policy, yang dikutip oleh Riant Nugroho D, kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan, dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tamp. Sedangkan menurut Said Zainal Abidin, kebijakan publik biasanya tidak bersifat spesifik dan sempit, tetapi luas dan berada pada strata strategis. Sebab itu kebijakan publik berfungsi sebagai pedoman umum untuk kebijakan dan keputusan-keputusan khusus di bawahnya.

Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang lain merupakan tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi di pandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang di mana berbagai aktior, organisasi, prosedur, dan teknik berkerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program. Implementasi pada sisi yang lain merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suartu rangkain putusan dan tindakan yang ditujukan agar keputusan-keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan. Implementasi juga diartikan dalam konteks keluaran, atau sejauh mana tujuan-tujuan telah direncanakan mendapatkan dukungan seperti tingkat pengeluaran belanja bagi suatu program.

Akhirnya pada tingkat absirasi yang paling tinggi, dampak implementasi mempunyai makna bahwa telah ada perubahan yang bisa diukur dalam masalah yang luas yang dikaitkan dengan program, undang-undang public, dan keputusan yudisial. Pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, di mana “to implementasi" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effec to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat sesuatu).

Dalam studi kebijakan publik, dikatakan bahwa implementasi bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik ke dalam prosedur-prosedur rutin melalui saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu implementasi menyangkut masalah konflik, keputusan, dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh karena itu tidaklah terlalu salah jika dikatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan aspek yang sangat penting dalam keseluruhan proses kebijakan.

Van Meter dan Horn mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai berikut: “Policy implementation encompasses those actions by public and private individuals (and groups) that are directed at the achievement of goals and objectives set forth in prior policy decisions. Definisi tersebut memberikan makna bahwa implementasi kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu-individu (dan kelompok) pemerintah dan swasta yang diarahkan pada pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Tindakan-tindakan ini, pada suatu saat berusaha untuk mentransformasikan keputusan-keputusan menjadi pola-pola operasional, serta melanjutkan usaha-usaha tersebut untuk mencapai perubahan, baik yang besar maupun yang kecil, yang diamanatkan oleh keputusan kebijakan.

Dengan mengacu pada pendapat tersebut, dapat diambil pengertian bahwa sumber-sumber untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan, di dalamnya mencakup: manusia, dana, dan kemampuan organisasi; yang dilakukan, baik oleh pemerintah maupun swasta (individu ataupun kelompok). Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan sebagaimana berikut: “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian.

Berdasarkan pada pendapat tersebut di atas, nampak bahwa implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target group, namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan. Banyak model dalam proses implementasi kebijakan yang dapat digunakan.

Van Meter dan Horn mengajukan model mengenai proses implementasi kebijakan (a model of the policy implementation process). Dalam model implementasi kebijakan ini terdapat enam variabel yang membentuk hubungan antara kebijakan dengan pelaksanaan. Van Meter dan Van Horn dalam teorinya ini beranjak dari argument bahwa perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat kebijakan yang akan dilaksanakan.

Selanjutnya mereka menawarkan suatu pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan implementasi dan suatu model konseptual yang menghubungkan dengan prestasi kerja (performance). Kedua ahli ini menegaskan pula pendiriannya bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep penting dalam prosedur implementasi.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa keberhasilan impelementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel atau faktor yang pada gilirannya akan mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan itu sendiri.

Tahap-Tahap Implementasi Kebijakan

Untuk mengefektifkan implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan adanya tahap-tahap implementasi kebijakan. M. Irfan Islamy membagi tahap implementasi dalam 2 (dua) bentuk, yaitu, Bersifat self-executing, yang berarti bahwa dengan dirumuskannya dan disahkannya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan terimplementasikan dengan sendirinya, misalnya pengakuan suatu negara terhadap kedaulatan negara lain dan Bersifat non self-executing yang berarti bahwa suatu kebijakan publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan pembuatan kebijakan tercapai.

Ahli lain, Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn mengemukakan sejumlah tahap implementasi yaitu Tahap I, Terdiri atas kegiatan-kegiatan, Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan secara jelas, Menentukan standar pelaksanaan, Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan. Tahap II, Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktur staf, sumber daya, prosedur, biaya serta metode. Tahap III, Merupakan kegiatan-kegiatan, Menentukan jadwal, Melakukan pemantauan, Mengadakab pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan program.

Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat diambil tindakan yang sesuai, dengan segera. Jadi implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan perencanaan penetapan waktu dan pengawasan, sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab, mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan. Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan, baik yang menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasi maupun usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Hal ini tidak saja mempengaruhi perilaku lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas sasaran (target grup) tetapi juga memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi, sosial yang berpengaruh pada impelementasi kebijakan negara.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Berdasarkan pendapat diatas implementasi kebijakan, yaitu kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara. Model Mazmania dan Sabtier disebut model kerangka analisis implementasi. Mereka mengkalsifikasikan proses implementasi kebijakan ke dalam 3 (tiga) variable, Mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman objek, dan perubahan seperti apa yang di kehendaki, Kemampuan kebijakan untuk merekstruktur proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakannya teori kausal, ketepatan alokasi sumber dana, keterpaduan hirarkis di antara lembaga pelaksana, aturan pelaksanan dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan kepada pihak luar dan variable di luar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkenaan dengan indikator kondisi sosio-ekonomi dan teknologi, dukungan public, sikap dan risorsis konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan komitmen dan kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana, Tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan, pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan objek, hasil nyata, penerimaan atas hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah pada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar.

Kebijakan Pemerintah

Istilah kebijaksanaan atau kebijakan yang diterjemahkan dari kata policy memang biasanya dikaitkan dengan keputusan pemerintah, karena pemerintahlah yang mempunyai wewenang atau kekuasaan untuk mengarahkan masyarakat, dan bertanggung jawab melayani kepentingan umum. Ini sejalan dengan pengertian publik itu sendiri dalam bahasa Indonesia yang berarti pemerintah, masyarakat atau umum.
Kebijakan publik merupakan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengendalikan pemerintahannya. Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, kebijakan publik dan hukum mempunyai peranan yang penting.

Pembahasan mengenai hukum dapat meliputi 2 (dua) aspek: Aspek keadilan menyangkut tentang kebutuhan masyarakat akan rasa adil di tengah sekian banyak dinamika dan konflik di tengah masyarakat dan Aspek legalitas ini menyangkut apa yang disebut dengan hukum positif yaitu sebuah aturan yang ditetapkan oleh sebuah kekuasaan negara yang sah dan dalam pemberlakuannya dapat dipaksakan atas nama hukum.
Berdasarkan pengertian di atas, maka kebijakan merupakan seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk mencapainya. Kebijaksanaan atau kebijakan (policy) dapat diartikan, baik secara teoritik maupun praktikal. Secara teoritikal kebijakan (policy) dapat diartikan secara luas (board) maupun secara sempit (narrow).

Di samping itu, kebijaksanaan atau kebijakan (policy) secara praktikal erat kaitannya dengan hukum positif, yaitu teori hukum positif yang mempunyai objek berupa gejala-gejala dari hukum yang berlaku dalam masyarakat (pada waktu tertentu, mengenai masalah tertentu, dan dalam lingkungan masyarakat (negara) tertentu yang memberikan dasar pemikiran tentang jiwa dalam hukum tersebut). Hubungan antara teori hukum dengan hukum positif dengan demikian merupakan hubungan yang bersifat dialektis, karena hukum positif ditetapkan berdasarkan pada teori-teori hukum yang dianut (pada waktu tertentu, mengenai hal tertentu, dan di masyarakat/negara tertentu), dan bagaimana dalam pencapaiannya (implementasinya).

Ini berarti bahwa hukum positif ditetapkan, berdasarkan pada teori-teori hukum yang dianut. Hukum positif dalam penerapannya (implementasinya) tidak jarang dihadapkan pada suatu gejala yang memaksa untuk dilakukan peninjauan kembali teori-teori hukum yang dianut, dan memperbaharuinya, sehingga mempunyai sifat timbal-balik.

Hukum dan kebijakan publik yang identik merupakan kebijakan pemerintah sesungguhnya saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan pada bidang ini juga akan terlihat bahwa hubungan hukum dan kebijakan pemerintah tidak sekedar terdapatnya kedua hal itu dibicarakan dalam satu topik atau pembicaraan, keduannya dapat saling mengisi dan melengkapi namun lebih dari itu antara hukum dan kebijakan publik pada dasarnya saling tergantung satu sama lainnya, kedua terminologi diartikan sebagai hukum positif yang berlaku pada sebuah Negara, dan ketika penerapan hukum (rechtsoepassing) dihubungkan dengan implementasi kebijakan pemerintah, maka keduanya pada dasarnya saling tergantung.

Keterkaitan secara mendasar adalah nampak pada atau dalam kenyataan bahwa pada dasarnya penerapan hukum itu sangat memerlukan kebijakan publik untuk mengaktualisasikan hukum tersebut di masyarakat, sebab umumnya produk-produk hukum yang ada itu pada umumnya hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum dan karena cakupannya yang luas dan bersifat nasional, maka tidak jarang produk-produk hukum atau undang-undang yang ada itu tidak mampu mengcover seluruh dinamika masyarakat yang amat beragam di daerah tertentu. Demikian pula dengan implementasi kebijakan publik, sebuah implementasi kebijakan publik tidaklah dapat berjalan dengan baik bila di dalam penyelenggaraan implementasi kebijakan publik itu tidak dilandasi dasar-dasar hukum yang kuat. Kebijakan publik itu sendiri diartikan sebagai suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Tapi, kenyataannya praktek terarah tersebut tidak dijalankan sebagaimana mestinya, seperti contoh pada peraturan pemerintah Nomor 12 tahun 2002.

Hubungan hukum dan kebijakan publik yang notabene merupakan kebijakan publik dapat dilihat adalah pemahaman bahwa pada dasarnya kebijakan publik umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk hukum, di sini berlaku suatu pendapat bahwa sebuah hukum adalah hasil dari kebijakan publik.

Dari pemahaman di atas dapat dilihat keterkaitan di antara keduanya dengan sangat jelas. Bahwa sesungguhnya antara hukum dan kebijakan publik itu pada dasarnya tataran praktek yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya berjalan masing-masing dengan prinsip-prinsip saling mengisi, sebab logikanya sebuah produk hukum tanpa ada proses kebijakan publik di dalamnya maka produk hukum itu kehilangan makna substansi. Dengan demikian sebaliknya sebuah proses kebijakan publik tanpa ada legalisasi dari hukum tertentu akan sangat lemah dimensi operasionalnya. (Penulis Masjoni Maskur, SP, SH, MH adalah Wakil Pemimpin Umum BentengSumbar.com)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »