BentengSumbar.com --- Pembahasan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Forum Komunikasi Anak Nagari (FKAN) Pauh IX Kota Padang berlangsung alot. Pasalnya, ada beberapa pasal dalam draf AD/ART yang diajukan tim perumus yang dianggap masih rancu dan rawan, sehingga dikhawatirkan FKAN dapat saja pada suatu saat beralih menjadi Forum Komunikasi Isi Nagari (FKIN).
Pembahasan AD/ART yang telah disusun tim perumus dilakukan di Komisi II yang diketuai M Yusuf, Sekretaris Zamri Yahya, dan anggota Marzoni Cowok, Evi Yandri Rajo Budiman, Mulyadi, dan Ali. Dalam draf Anggaran Dasar yang diajukan tim perumus, Pasal 10 tentang Keanggotaan ayat 3 menyatakan, "Yang dimaksud dengan anggota biasa FKAN Pauh IX adalah orang yang bapak dan ibunya atau salah satu yang basasok jarami, barumah gadang, dan berpandam pakuburan di Kanagarian Pauh IX."
Draf pasal 10 ayat 3 tersebut dipertahankan mati-matian oleh Komisi III. Menurut Zamri Yahya, SHI, sesuai dengan falsafah dan landasan FKAN Pauh IX sebagaimana diatur pada Pasal 3 tentang Azas dan Dasar ayat 2 yang mengatakan, "FKAN Pauh IX berfalsafahkan dan berlandaskan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah," maka anak yang bapaknya orang Pauh IX meski diakui sebagai anak nagari dan berhak duduk dikepengurusan FKAN Pauh IX. Pasalnya, dalam Islam seorang anak bernasab ke bapak.
Namun, pada saat pembacaan laporan Komisi III yang dibacakan M Yusuf, pasal 10 ayat 3 yang kemudian diubah menjadi pasal 10 ayat 2 ditolak habis-habisan oleh sebagian peserta sidang. Alasan mereka, di Minangkabau yang berlaku adalah sistem kekerabatan matrilinial, yaitu dari garis keturunan ibu, bukan bapak. Maka keanggotaan FKAN mestilah berpedoman kepada asas matrilinial tersebut. Anak pisang (dari jalur bapak, red) tidak bisa menjadi anggota biasa FKAN yang berhak duduk dipengurus inti, tetapi hanya boleh menjadi anggota luar biasa atau anggota kehormatan.
Perjuangan Komisi III untuk mempertahankan pasal 'istimewa' tersebut akhirnya gagal. Buya Zulhardi Z Latif, pimpinan sidang, bersama dengan sebagian besar peserta sidang lainnya menolak dengan alasan adat Minangkabau hanya mengakui sistem kekerabatan matrilinial, maka semestinya anak nagari Pauh IX itu adalah orang yang ibunya basasok jarami, barumah gadang, dan berpandam kuburan di Kanagarian Pauh IX Kota Padang. Pendapat Zulhardi Z Latif tersebut diperkuat oleh dua pimpinan sidang lainnya, yaitu Kiyai Hendri Yazid, dan Ustad Amriman M.
"Kita membentuk FKAN, bukan FKIN. Jadi mestilah dari garis keturunan ibu, bukan bapak. Kalau ingin memasukan warga Kuranji yang bukan anak nagari Pauh IX ke dalam struktur FKAN, maka berarti FKAN sudah berubah menjadi FKIN yang beranggotakan isi nagari, bukan anak nagari," tegas Zulhardi Z Latif yang juga Ketua Komisi IV DPRD Kota Padang ini.
Pembahasan alot berlanjut pada Pasal 2 ayat 1 pada draf ART. Namun akhirnya disepakati, draf tersebut disesuaikan dengan perubahan AD, sebagaimana yang telah dibahas sebalumnya. Tetapi persoalan muncul, karena sudah ada anak nagari yang perempuan yang berkawin dengan orang non Islam, sehingga anaknya ikut agama suami. Jika mengikuti draf AD tersebut, mestilah anaknya tersebut juga harus diakui sebagai anak nagari. Akhirnya diputuskan, anak nagari yang dilahirkan melalui jalur ibu, tetapi tidak beragama Islam, dia hanya boleh menjadi anggota istimewa FKAN, tidak boleh duduk dikepengurusan inti. (001)
Pembahasan AD/ART yang telah disusun tim perumus dilakukan di Komisi II yang diketuai M Yusuf, Sekretaris Zamri Yahya, dan anggota Marzoni Cowok, Evi Yandri Rajo Budiman, Mulyadi, dan Ali. Dalam draf Anggaran Dasar yang diajukan tim perumus, Pasal 10 tentang Keanggotaan ayat 3 menyatakan, "Yang dimaksud dengan anggota biasa FKAN Pauh IX adalah orang yang bapak dan ibunya atau salah satu yang basasok jarami, barumah gadang, dan berpandam pakuburan di Kanagarian Pauh IX."
Draf pasal 10 ayat 3 tersebut dipertahankan mati-matian oleh Komisi III. Menurut Zamri Yahya, SHI, sesuai dengan falsafah dan landasan FKAN Pauh IX sebagaimana diatur pada Pasal 3 tentang Azas dan Dasar ayat 2 yang mengatakan, "FKAN Pauh IX berfalsafahkan dan berlandaskan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah," maka anak yang bapaknya orang Pauh IX meski diakui sebagai anak nagari dan berhak duduk dikepengurusan FKAN Pauh IX. Pasalnya, dalam Islam seorang anak bernasab ke bapak.
Namun, pada saat pembacaan laporan Komisi III yang dibacakan M Yusuf, pasal 10 ayat 3 yang kemudian diubah menjadi pasal 10 ayat 2 ditolak habis-habisan oleh sebagian peserta sidang. Alasan mereka, di Minangkabau yang berlaku adalah sistem kekerabatan matrilinial, yaitu dari garis keturunan ibu, bukan bapak. Maka keanggotaan FKAN mestilah berpedoman kepada asas matrilinial tersebut. Anak pisang (dari jalur bapak, red) tidak bisa menjadi anggota biasa FKAN yang berhak duduk dipengurus inti, tetapi hanya boleh menjadi anggota luar biasa atau anggota kehormatan.
Perjuangan Komisi III untuk mempertahankan pasal 'istimewa' tersebut akhirnya gagal. Buya Zulhardi Z Latif, pimpinan sidang, bersama dengan sebagian besar peserta sidang lainnya menolak dengan alasan adat Minangkabau hanya mengakui sistem kekerabatan matrilinial, maka semestinya anak nagari Pauh IX itu adalah orang yang ibunya basasok jarami, barumah gadang, dan berpandam kuburan di Kanagarian Pauh IX Kota Padang. Pendapat Zulhardi Z Latif tersebut diperkuat oleh dua pimpinan sidang lainnya, yaitu Kiyai Hendri Yazid, dan Ustad Amriman M.
"Kita membentuk FKAN, bukan FKIN. Jadi mestilah dari garis keturunan ibu, bukan bapak. Kalau ingin memasukan warga Kuranji yang bukan anak nagari Pauh IX ke dalam struktur FKAN, maka berarti FKAN sudah berubah menjadi FKIN yang beranggotakan isi nagari, bukan anak nagari," tegas Zulhardi Z Latif yang juga Ketua Komisi IV DPRD Kota Padang ini.
Pembahasan alot berlanjut pada Pasal 2 ayat 1 pada draf ART. Namun akhirnya disepakati, draf tersebut disesuaikan dengan perubahan AD, sebagaimana yang telah dibahas sebalumnya. Tetapi persoalan muncul, karena sudah ada anak nagari yang perempuan yang berkawin dengan orang non Islam, sehingga anaknya ikut agama suami. Jika mengikuti draf AD tersebut, mestilah anaknya tersebut juga harus diakui sebagai anak nagari. Akhirnya diputuskan, anak nagari yang dilahirkan melalui jalur ibu, tetapi tidak beragama Islam, dia hanya boleh menjadi anggota istimewa FKAN, tidak boleh duduk dikepengurusan inti. (001)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »