![]() |
Penundaan Pembacaan Vonis Marlon Dinilai Janggal Oleh Integritas. |
BentengSumbar.com --- Melalui siaran persnya No. 04/SPers/Integritas/PDG/V/2015, Koordinator Integritas Arief Paderi menilai ada kejanggalan dalam penundaan pembacaan vonis Marlon. Menurut mereka, Selasa 26 Mei 2015, agenda pembacaan putusan terhadap Terdakwa kasus Tindak Pidana Korupsi Marlon Martua, Mantan Bupati Kabupaten Dharmasraya, Terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan RSUD Sungaidareh, Kabupaten Dharmasraya tahun 2009, urung dibacakan Majelis Hakim.
Marlon memohon kepada Majelis Hakim untuk dilakukan penundaan agenda persidangan pembacaan putusan, karena tidak didampingi Penasihat Hukum. Terdakwa beralasan Penasihat Hukum Terdakwa sedang berada di Saudi Arabiah menjalankan ritual ombroh. Integritas menilai penundaan persidangan pembacaan putusan tersebut sangat janggal.
Pertimbangan dari Majelis Hakim sangat tidak logis dan mengenyampingkan asas-asas peradilan. Pembacaan putusan tidak harus didampingi Penasihat Hukum, karena tidak ada kepentingan hukum Terdakwa yang terlanggar jika putusan tetap dibacakan tanpa adanya penasihat hukum Terdakwa di persidangan. Jika kehadiran Penasihat Hukum Terdakwa di persidangan berkaitan dengan kepentingan Terdakwa mengenai upaya hukum terhadap Putusan yang akan dibacakan, tidaklah dapat dijadikan alasan. Karena berdasarkan KUHAP Terdakwa diberikan waktu 14 hari sejak putusan dibacakan untuk menyatakan Banding terhadap putusan.
Sangat disayangkan sekali sikap JPU yang cenderung menerima dan bersepakat dengan Permohonan Terdakwa. Harusnya, JPU mengajukan keberatan terhadap permintaan Marlon tersebut. Menurut Integritas, hal ini sebagai bentuk perlakuan istimewa terhadap Marlon. Hal ini menjadi deretan panjang JPU memberikan perlakuan istimewa kepada Terdakwa Marlon.
Integritas menemukan ada beberapa perlakuan istimewa yang diberikan JPU terhadap Marlon. Pertama, Marlon tidak ditahan pada masa proses persidangan. Perlu diingat bahwa sebelumnya Marlon pernah menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO), sebelum ditangkap dan ditahan oleh Pihak Kejaksaan. Kedua, Marlon hanya dituntut oleh JPU dengan pidana penjara selama 3 Tahun. Sementara pada tahun 2012, dalam kasus yang sama, Busra, Agus Khairul, & Agustin Irianto masing-masing dituntut 6 (enam) tahun penjara dan masing-masing divonis, 4 (empat) tahun 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan 3 (tiga) tahun.
Padahal, dalam putusan Busra, dkk disebutkan perbuatan Busra, Agus Khairul, Agustin Irianto dan Marlon Martua, berdasarkan fakta-fakta persidangan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.289.207.250 (lihat putusan Busra dkk. hal. 155). Jika mengacu kepada putusan tersebut, semestinya JPU menuntut Marlon lebih tinggi minimal sama dengan Busra dkk, karena Marlon adalah selaku Bupati dan pengambil kebijakan dalam kasus tersebut. Selain itu selama proses hukum berlangsung Marlon tidak koperatif, seperti melarikan diri dan mangkir menjadi saksi dalam kasus Busra, dkk.
Berdasarkan hal di atas, Integritas meminta agar Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan melakukan pemeriksaan terhadap JPU Kasus Marlon. Patut diduga JPU tidak cermat menjadi JPU pada kasus tersebut. Selain itu Integritas mendorong Komisi Yudisial melakukan prioritas monitoring terhadap Hakim-Hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Padang, sebagai upaya melakukan pengawasan mengantisipasi terjadinya praktik-praktik mafia peradilan. Hal ini sangat penting untuk mendorong peradilan Tipikor yang bersih dari mafia peradilan. (rel)
Marlon memohon kepada Majelis Hakim untuk dilakukan penundaan agenda persidangan pembacaan putusan, karena tidak didampingi Penasihat Hukum. Terdakwa beralasan Penasihat Hukum Terdakwa sedang berada di Saudi Arabiah menjalankan ritual ombroh. Integritas menilai penundaan persidangan pembacaan putusan tersebut sangat janggal.
Pertimbangan dari Majelis Hakim sangat tidak logis dan mengenyampingkan asas-asas peradilan. Pembacaan putusan tidak harus didampingi Penasihat Hukum, karena tidak ada kepentingan hukum Terdakwa yang terlanggar jika putusan tetap dibacakan tanpa adanya penasihat hukum Terdakwa di persidangan. Jika kehadiran Penasihat Hukum Terdakwa di persidangan berkaitan dengan kepentingan Terdakwa mengenai upaya hukum terhadap Putusan yang akan dibacakan, tidaklah dapat dijadikan alasan. Karena berdasarkan KUHAP Terdakwa diberikan waktu 14 hari sejak putusan dibacakan untuk menyatakan Banding terhadap putusan.
Sangat disayangkan sekali sikap JPU yang cenderung menerima dan bersepakat dengan Permohonan Terdakwa. Harusnya, JPU mengajukan keberatan terhadap permintaan Marlon tersebut. Menurut Integritas, hal ini sebagai bentuk perlakuan istimewa terhadap Marlon. Hal ini menjadi deretan panjang JPU memberikan perlakuan istimewa kepada Terdakwa Marlon.
Integritas menemukan ada beberapa perlakuan istimewa yang diberikan JPU terhadap Marlon. Pertama, Marlon tidak ditahan pada masa proses persidangan. Perlu diingat bahwa sebelumnya Marlon pernah menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO), sebelum ditangkap dan ditahan oleh Pihak Kejaksaan. Kedua, Marlon hanya dituntut oleh JPU dengan pidana penjara selama 3 Tahun. Sementara pada tahun 2012, dalam kasus yang sama, Busra, Agus Khairul, & Agustin Irianto masing-masing dituntut 6 (enam) tahun penjara dan masing-masing divonis, 4 (empat) tahun 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan 3 (tiga) tahun.
Padahal, dalam putusan Busra, dkk disebutkan perbuatan Busra, Agus Khairul, Agustin Irianto dan Marlon Martua, berdasarkan fakta-fakta persidangan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.289.207.250 (lihat putusan Busra dkk. hal. 155). Jika mengacu kepada putusan tersebut, semestinya JPU menuntut Marlon lebih tinggi minimal sama dengan Busra dkk, karena Marlon adalah selaku Bupati dan pengambil kebijakan dalam kasus tersebut. Selain itu selama proses hukum berlangsung Marlon tidak koperatif, seperti melarikan diri dan mangkir menjadi saksi dalam kasus Busra, dkk.
Berdasarkan hal di atas, Integritas meminta agar Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan melakukan pemeriksaan terhadap JPU Kasus Marlon. Patut diduga JPU tidak cermat menjadi JPU pada kasus tersebut. Selain itu Integritas mendorong Komisi Yudisial melakukan prioritas monitoring terhadap Hakim-Hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Padang, sebagai upaya melakukan pengawasan mengantisipasi terjadinya praktik-praktik mafia peradilan. Hal ini sangat penting untuk mendorong peradilan Tipikor yang bersih dari mafia peradilan. (rel)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »