![]() |
Ilustrasi: Palu Hakim. |
BentengSumbar.com --- Melalui siaran persnya tertanggal 9 Juni 2015, Koordinator Lembaga Antikorupsi Integritas Arief Paderi menilai ada kejanggalan vonis hakim terhadap kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan RSUD Sungai Dareh, Kabupaten Dharmasraya tahun 2009 dengan terdakwa Marlon Martua, mantan Bupati Dharmasraya.
Menurutnya, Selasa 9 Juni 2015, Marlon Martua divonis majelis hakim 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp 100.000.000 (Seratus Juta Rupiah). Putusan ini janggal, bermasalah dan sangat mengecewakan rasa keadilan publik. Komisi Yudisial harus segera menyelidiki dan memeriksa Hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Selain itu Jamwas dan Komisi Kejaksaan harus segera melakukan pemeriksaan terhadap Jaksa yang ditunjuk menjadi JPU pada persidangan Marlon. Dari rangkaian persidangan patut diduga Jaksa tidak cermat menjadi JPU pada kasus tersebut.
Semangat pemberantasan korupsi Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Padang patut dipertanyakan. Ini adalah masa-masa darurat komitmen terhadap pemberantasan korupsi di Sumatera Barat. Masyarakat sipil Sumatera Barat harus segera bersikap terhadap persoalan ini. Proses peradilan di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Padang harus dikawal.
Proses persidangan Marlon terbilang janggal. Proses persidangan ini terkesan istimewa, perlakuan terhadap Marlon pun istimewa. Integritas menemukan ada beberapa perlakuan istimewa yang diberikan kepada Marlon. Pertama, Marlon tidak ditahan pada masa proses persidangan. Perlu diingat bahwa sebelumnya Marlon pernah melarikan diri dan menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO), sebelum ditangkap dan ditahan oleh Pihak Kejaksaan. Kedua, Marlon hanya dituntut oleh JPU dengan pidana penjara selama 3 Tahun. Sementara pada tahun 2012, dalam kasus yang sama, Busra, Agus Khairul, dan Agustin Irianto masing-masing dituntut 6 tahun penjara dan masing-masing divonis, 4 tahun, 3 tahun 6 bulan, dan 3 tahun.
Padahal, dalam putusan Busra, dkk disebutkan perbuatan Busra, Agus Khairul, Agustin Irianto dan Marlon Martua, berdasarkan fakta-fakta persidangan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.289.207.250 (lihat putusan Busra dkk. hal. 155). Jika mengacu kepada putusan tersebut, semestinya JPU menuntut Marlon lebih tinggi minimal sama dengan Busra dkk, karena Marlon adalah selaku Bupati dan pengambil kebijakan dalam kasus tersebut. Selain itu selama proses hukum berlangsung Marlon tidak koperatif, seperti melarikan diri dan mangkir menjadi saksi dalam kasus Busra, dkk.
Mencermati hal di atas, Integritas menilai vonis terhadap Marlon menjadi salah satu bukti terjadinya disparitas peradilan di peradilan Tipikor Pengadilan Negeri Padang. Hal ini terlihat dari perbandingan pada tuntutan dan vonis terhadap kasus-kasus lainnya. Vonis terhadap Marlon membuktikan terdakwa yang memiliki power, baik secara politik, jabatan, status sosial, dan materi, cenderung mendapat “perlakuan khusus”. Termasuk dalam hal tinggi rendahnya tuntutan dan vonis terhadap terdakwa.
Hasil temuan Integritas, kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan kerugian negara yang lebih kecil (dibawah Rp 100 juta) dituntut dan divonis sama bahkan lebih tinggi dari kasus dengan kerugian negara di atas Rp 500 Rp ke atas. Misalnya, pada kasus Zul Apris Dt. Tumbasa Nan Ratiah, yang hanya merugikan negara sebesar Rp 560 ribu (lihat putusan) divonis 1 tahun penjara oleh Majelis Hakim. Atau pada kasus Besrizal terpina kasus penyelewengan beras miskin (raskin) di Kanagarian Bawan Kecamatan IV Nagari Kabupaten Agam, yang didakwa merugikan negara Rp. 342.671.950, dituntut 7 Tahun penjara kemudian divonis 5 tahun penjara (lihat putusan). Jika dibandingkan dengan Marlon, yang merugikan keuangan negara Rp 4.289.207.250 hanya dituntut 3 tahun dan divonis 1 tahun Penjara.
Terhadap proses peradilan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Padang, Integritas mendorong Komisi Yudisial melakukan monitoring dan investigasi terhadap Hakim-Hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Padang, sebagai upaya melakukan pengawasan mengantisipasi terjadinya praktik-praktik mafia peradilan. Hal ini sangat penting untuk mendorong peradilan Tipikor yang bersih dari mafia peradilan. (rel)
Menurutnya, Selasa 9 Juni 2015, Marlon Martua divonis majelis hakim 1 (satu) tahun penjara dan denda Rp 100.000.000 (Seratus Juta Rupiah). Putusan ini janggal, bermasalah dan sangat mengecewakan rasa keadilan publik. Komisi Yudisial harus segera menyelidiki dan memeriksa Hakim yang menyidangkan perkara tersebut. Selain itu Jamwas dan Komisi Kejaksaan harus segera melakukan pemeriksaan terhadap Jaksa yang ditunjuk menjadi JPU pada persidangan Marlon. Dari rangkaian persidangan patut diduga Jaksa tidak cermat menjadi JPU pada kasus tersebut.
Semangat pemberantasan korupsi Hakim Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Padang patut dipertanyakan. Ini adalah masa-masa darurat komitmen terhadap pemberantasan korupsi di Sumatera Barat. Masyarakat sipil Sumatera Barat harus segera bersikap terhadap persoalan ini. Proses peradilan di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Padang harus dikawal.
Proses persidangan Marlon terbilang janggal. Proses persidangan ini terkesan istimewa, perlakuan terhadap Marlon pun istimewa. Integritas menemukan ada beberapa perlakuan istimewa yang diberikan kepada Marlon. Pertama, Marlon tidak ditahan pada masa proses persidangan. Perlu diingat bahwa sebelumnya Marlon pernah melarikan diri dan menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO), sebelum ditangkap dan ditahan oleh Pihak Kejaksaan. Kedua, Marlon hanya dituntut oleh JPU dengan pidana penjara selama 3 Tahun. Sementara pada tahun 2012, dalam kasus yang sama, Busra, Agus Khairul, dan Agustin Irianto masing-masing dituntut 6 tahun penjara dan masing-masing divonis, 4 tahun, 3 tahun 6 bulan, dan 3 tahun.
Padahal, dalam putusan Busra, dkk disebutkan perbuatan Busra, Agus Khairul, Agustin Irianto dan Marlon Martua, berdasarkan fakta-fakta persidangan telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.289.207.250 (lihat putusan Busra dkk. hal. 155). Jika mengacu kepada putusan tersebut, semestinya JPU menuntut Marlon lebih tinggi minimal sama dengan Busra dkk, karena Marlon adalah selaku Bupati dan pengambil kebijakan dalam kasus tersebut. Selain itu selama proses hukum berlangsung Marlon tidak koperatif, seperti melarikan diri dan mangkir menjadi saksi dalam kasus Busra, dkk.
Mencermati hal di atas, Integritas menilai vonis terhadap Marlon menjadi salah satu bukti terjadinya disparitas peradilan di peradilan Tipikor Pengadilan Negeri Padang. Hal ini terlihat dari perbandingan pada tuntutan dan vonis terhadap kasus-kasus lainnya. Vonis terhadap Marlon membuktikan terdakwa yang memiliki power, baik secara politik, jabatan, status sosial, dan materi, cenderung mendapat “perlakuan khusus”. Termasuk dalam hal tinggi rendahnya tuntutan dan vonis terhadap terdakwa.
Hasil temuan Integritas, kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan kerugian negara yang lebih kecil (dibawah Rp 100 juta) dituntut dan divonis sama bahkan lebih tinggi dari kasus dengan kerugian negara di atas Rp 500 Rp ke atas. Misalnya, pada kasus Zul Apris Dt. Tumbasa Nan Ratiah, yang hanya merugikan negara sebesar Rp 560 ribu (lihat putusan) divonis 1 tahun penjara oleh Majelis Hakim. Atau pada kasus Besrizal terpina kasus penyelewengan beras miskin (raskin) di Kanagarian Bawan Kecamatan IV Nagari Kabupaten Agam, yang didakwa merugikan negara Rp. 342.671.950, dituntut 7 Tahun penjara kemudian divonis 5 tahun penjara (lihat putusan). Jika dibandingkan dengan Marlon, yang merugikan keuangan negara Rp 4.289.207.250 hanya dituntut 3 tahun dan divonis 1 tahun Penjara.
Terhadap proses peradilan kasus korupsi di Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Padang, Integritas mendorong Komisi Yudisial melakukan monitoring dan investigasi terhadap Hakim-Hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Padang, sebagai upaya melakukan pengawasan mengantisipasi terjadinya praktik-praktik mafia peradilan. Hal ini sangat penting untuk mendorong peradilan Tipikor yang bersih dari mafia peradilan. (rel)
Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »
Next Post »