Dirjen Otda Gelar Evaluasi Pilkada Serentak di Padang

Dirjen Otda Gelar Evaluasi Pilkada Serentak di Padang
BENTENGSUMBAR.COM - Pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah (pilkada) serentak 2019 masih menyisakan masalah. Untuk itu, Kementerian Dalam Negeri melalui Dirjen Otonomi Daerah (Otda) melaksanakan evaluasi pelaksanaan pilkada serentak dalam rangka menghadapi pilkada serentak 2020 dan pemilu serentak 2024.

Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Otda, Akmal Malik mengatakan, Kementerian Dalam Negeri terus berupaya mencari formulasi yang tepat dalam rangka menyempurnakan pelaksanaan pilkada serentak. 

"Pada hari ini kami melaksanakan Focus Group Discussion (FGD) di yang dipusatkan di Kota Padang, Sumatera Barat. Pelaksanaan FGD ini kami bagi menjadi tiga tahap. Untuk wilayah barat kami pusatkan di Kota Padang, wilayah tengah di Surabaya, dan untuk wilayah timur di Makasar," ungkapnya dalam diskusi Evaluasi dan Sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan Bidang Otonomi daerah yang digelar Ditjen Otda Kemendagri di Padang, Jumat, 2 Agustus 2019.

Menurutnya, sistem pilkada pada masing-masing provinsi di Indonesia ke depan bisa berbeda-beda, disesuaikan dengan kearifan lokal daerah. Ini berkaitan dengan karakter masing-masing daerah di Indonesia yang tidak sama sehingga perlu dipertimbangkan kemungkinan sistem dan aturannya sesuai karakter.

Menurutnya, saat ini Kemendagri tengah mengumpulkan masukan pemikiran dari berbagai kalangan terutama tokoh-tokoh yang memahami karakter daerah.

Seluruh masukan nantinya akan dicatat, digodok dan dirumuskan sebagai sebuah kerangka acuan perbaikan sistem demokrasi di Indonesia untuk dibawa dalam sidang dengan DPR RI.

Akmal menyebutkan, penentu akhir apakah hal itu bisa dilakukan atau tidak tentu nantinya dalam sidang paripurna di DPR RI, namun setidaknya sekarang ada upaya konkret dari pemerintah untuk membuat sistem demokrasi di Indonesia menjadi lebih baik.

Sementara itu, Dosen Ilmu Politik Unan, Asrinaldi mengatakan, pilkada punya ekses negatif.  Ini terkait dengan banyaknya terjadi KKN di lingkungan kepala daerah dan wakilnya. 

"Dalam perjalanannya, banyak hal yang menyebabkan pembelokan pilkada itu. Misalnya saja dalam proses untuk mendapatkan partai pengusung, kalau tidak ada restu DPP,  maka seorang calon kepala daerah tidak bisa dicalonkan.  Padahal,  masyarakat tahu siapa yang harus mereka pilih. Kenapa mesti ada restu dari Jakarta atau pusat?" ujarnya. 

Artinya, salah satu yang membelokan itu adalah partai politik, disamping rendahnya kesadaran masyarakat untuk memperbaiki sistem yang keliru ini. 

"Masyarakat hanya tahu mobilisasi masa saat pemilu. Ini akibat kurangnya edukasi politik dari parpol. Kita berharap adanya peran masyarakat  sipil,  tapi faktanya di Indonesia itu belum terjadi. Kalau pilkada itu berbiaya besar, kita bayangkam setelah pilkada. Kita juga tidak bisa tutup mata kalau dalam partai politik juga ada mahar.  Semua dihitung dalam bentuk transaksi," cakapnya.

(by)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »