Ustaz Tengku Zul Bicara soal 'Saya Anak Didik Muhammadiyah-Amaliyah Saya NU'

Ustaz Tengku Zul Bicara soal 'Saya Anak Didik Muhammadiyah-Amaliyah Saya NU'
BENTENGSUMBAR. COM - Ustaz Tengku Zulkarnain menjelaskan soal cuitannya yang viral di Twitter yakni soal amaliyah Nahdlatul Ulama (NU) dan anak didik Muhammadiyah. 

Dia menjelaskan hal tersebut lewat pengalamannya sejak kecil hingga menikah.

Sebelumnya, di Twitter ramai yang menyandingkan cuitan pria yang biasa disapa Ustaz Tengku Zul tersebut. 

Kedua cuitan itu sendiri dibuat dalam waktu yang berbeda.




Netizen pun mempertanyakan 'identitas asli' Ustaz Tengku Zul. 

Soal cuitan ini pun jadi 'saling lempar' dua akun NU Garis Lucu dan Muhammadiyah Garis Lucu. 

Diketahui, kedua akun ini memang kerap saling berbalas cuit hal bernada canda.

Cuitan Ustaz Tengku Zul mulai ramai ketika memberi ucapan milad ke-107 kepada PP Muhammadiyah. 

Dalam cuitan itu Ustaz Tengku Zul mengucapkan bahwa dirinya merupakan anak didik Muhammadiyah.




Netizen lalu memposting screenshoot cuitan lama Ustaz Tengku Zul yang menyatakan amaliyahnya didasari ajaran NU. 

Cuitan tersebut merupakan balasan dari netizen. 

Awalnya Ustaz Tengku Zul membuat postingan yang mengomentari berita Ryamizard Ryacudu yang saat itu masih menjabat Menhan tentang keputusan bahtsul masail NU yang mengeluarkan rekomendasi soal sebutan kafir.




Berikut penjelasan Ustaz Tengku Zul soal kedua cuitan 'anak didik Muhammadiyah' dan 'amaliyah saya NU':

Saya adalah anak didik Muhammadiyah sejak kecil. Keluarga Rodho'ah ibu saya dari kakek-kakek kami pendiri Muhammadiyah di Riau. Dan ketua-ketua Muhammadiyah di Provinsi Riau. Seperti kakek Abdul Rab, Kakek Karim Said, Paman kami Prof Dr Thabrani Rab, dll.

Saya 18 tahun beramal cara Muhammadiyah tidak membaca qunut shubuh. Sampai tahun 1986 saya mantap belajar fiqih Imam Syafi'i dan saya pindah dan menganut madzhab Imam Syafii. Sejak saat itu saya berqunut shubuh, tahlilan, doa jamaah, istighotsah, dll.

Saya sempat menjadi guru dan mengajar di Madrasah Muhammadiyah Tanjung Sari Pasar I, Medan selama 6 tahun dari 1980 sd 1986.

Bapak saya adalah salah seorang yang ikut mendirikan NU di Tanjung Sari Medan bersama bapak almarhum Muhammad Ali Musa. SD Al Ma'arif sampai saat ini masih berdiri di Pasar III Tanjung Sari Medan dan diurus oleh keluarga almarhum Bapak M Ali Musa. Di depannya SD Al Maarif itu adalah masjid yang didirikan juga oleh warga NU bernama Masjid Muslimin. Sejak tahun 1986 saya adalah imam dan khotib di masjid NU (Muslimin) itu.

Jadi tidak ada yang salah dari kedua twit itu.

Dan sampai saat ini sejak tahun 1986 itu saya mantap mengamalkan ajaran Imam Syafii menurut amaliyah dan sesuai garis NU. Kami mendapatkan semua ilmu madzhab Syafii dari para guru-guru kami di Medan dari Ormasy al Washliyah.

Bapak kami sempat bahagia ketika kami jadi khotib dan imam di masjid NU baik masjid Muslimin di Pasar III atau di Masjid Jami' di Pasar I Tanjung Sari, sejak 1986 sebelum beliau wafat.

Saat kami telah menikah dan membeli rumah di Pasar I Tanjung Sari Medan, kami dalam menjalankan 5 waktu sholat bertindak jadi imam sholat serta mengajarkan fiqih Syafii di Masjid Jami' Tanjung Sari Pazar I Medan, sebuah masjid NU, didirikan para pemukom suku Jawa yang ada di sana dan sampai saat ini masjid ini masih pakai amaliyah NU.

Rumah dan Pesantren kami dk Medan dekat dengan Masjid Jami' itu. Demikian agar paham.

(Source: detik.com)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »