BENTENGSUMBAR.COM - Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Studi Masyarakat dan Negara (LAKSAMANA), Samuel F. Silaen mengomentari video yang beredar luas ketika polisi mau mengantarkan surat panggilan ke tempat Rizieq Shihab.
Menurutnya, ada hal yang janggal karena tidak sedang unjuk rasa (unras) seperti yang dipertontonkan oleh laskar FPI yang sedang menghalangi pihak kepolisian mengantarkan surat panggilan.
"Video polisi dihadang/ dihalangi warga yang berseragam laskar FPI ketika akan mengantarkan surat panggilan kepada pentolan FPI Rizieq Shihab viral dilini sosial media diberbagai platform. Ada apa gerangan, hingga kepolisian dihadang oleh warga sipil yang berseragam putih ormas FPI, harusnya hal tak boleh terjadi di wilayah republik Indonesia,"ujarnya kepada wartawan di Jakarta, kemaren.
"Sudah begitu akutkah sikap permusuhan yang ditunjukan oleh laskar FPI kepada aparat penegak hukum (pemerintah). Sehingga Polisi harus bernegosiasi dengan FPI, hanya untuk sekedar mengantarkan surat panggilan polisi kepada Rizieq Shihab," tutur aktivis organisasi kepemudaan itu.
Sikap FPI itu, kata Silaen, jika dibiarkan oleh aparatur negara dalam hal ini TNI- Polri, tanpa adanya tindakan yang terukur sama artinya sedang menyerahkan masa depan bangsa ini, kearah disharmoni. "Mau jadi apa masa depan negeri ini? Apa kelebihan dan kewenangan laskar FPI itu hingga melakukan penghalangan kepada aparat penegak hukum?" kritik pengamat politik ini.
Sungguh hal itu, tegas Silaen, tidak bisa dibiarkan apalagi ditolerir, kapanpun dan dimanapun harus diproses sesuai aturan hukum yang berlaku. "Berbahaya! Sekali dibiarkan maka akan 'ngelunjak' untuk jangka panjang. Ini tanpa disadari merupakan sebuah pembangkangan warga negara terhadap institusi negara yang sedang menjalankan tugasnya," tukuknya.
Dikatakannya, wajah negeri ini berubah drastis diera demokrasi ini. "Apalagi ditambah kecanggihan teknologi informasi yang luar biasa cepat, sehingga siapa saja bisa jadi citizen journalist untuk mengabarkan dan menyebarkan informasi secepat mungkin lewat berbagai platform sosial media," beber Silaen.
Jadi, jelas Silaen, cara- cara yang dilakukan FPI itu dengan menghalangi aparat kepolisian menjalankan tugasnya merupakan pelanggaran hukum dan harus ditindak agar tidak terjadi pembiaran yang akan ditiru oleh masyarakat lainnya. "Penghadangan model seperti ini akan makin marak terjadi diberbagai daerah, jika dibiarkan tanpa ada tindakan, apakah ini kegagalan pihak Polri?" papar alumni Lemhanas Pemuda tahun 2009 itu.
Menurutnya, polisi sebagai alat negara yang sedang menjalankan tugasnya tak boleh kalah dengan tindakan 'premanisme' yang terorganisir dengan label Ormas yang mirip dengan perilaku 'teroris' zaman now. "Ini perlu evaluasi menyeluruh karena Indonesia punya aturan dan payung hukum yang harus ditaati oleh semua warga negara tanpa terkecuali," jelas Silaen.
"Jangan karena FPI merasa banyak lalu seolah- olah tak menghargai institusi negara yang sedang menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penegak hukum. Apapun alasannya, tak dibenarkan perbuatan FPI itu, karena mencoreng keadaban adat ketimuran dan kesantunan warga negara," ungkap Silaen.
Silaen menegaskan, polisi tak boleh 'ciut nyali' apalagi sampai 'terintimidasi' didalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Sebab hukum tak boleh kendor meski harus 'berkonfrontrasi' sekalipun, dalam melakukan penegakan hukum yang berkeadilan. "Sekali dibiarkan maka akan jadi preseden buruk yang akan ditiru yang lain. Itulah sebabnya hukum tak boleh tebang pilih atau perlakuan diskriminatif," tegas Silaen.
"Penegakan hukum harus berjalan sebagaimana-mestinya tanpa kompromi, demi wibawa hukum harus dijaga dan ditegakkan, seperti pribahasa walaupun langit runtuh hukum harus dijunjung tinggi. Yang bersalah harus ditindak tegas dan yang benar harus dibela serta diapresiasi oleh negara," tandas Silaen.
(by)
« Prev Post
Next Post »