Ade Armando: Buya Hamka Masuk Neraka

BENTENGSUMBAR.COM - Dosen Universitas Indonesia Ade Armando sebut Buya Hamka masuk neraka. Anggapan itu, menurut Ade Armando, di mata kaum Islamis.

Hal itu dikatakan dalam sebuah postingan di Twitternya. Ade Armando pun memajang foto Buya Hamka bersama keluarganya. Dalam foto itu, tak ada perempuan dalam keluarga ulama kenamaan Buya Hamka yang pakai jilbab.

"Di mata kaum Islamis, Buya Hamka itu masuk neraka karena membiarkan kaum perempuan dalam keluarganya tidak berjilbab," tulisnya melalui akun twitter @adearmando1, Rabu, 27 Januari 2021.

Cuitannya ini lantas memancing beragam reaksi dari publik di Twitter.

"Baiknya pakailah cara yang manis, indah, nyaman, tanpa membuat kisruh, tanpa membuat perbedaan semakin panas... saya gak ngerti ajaran apa yang terjadi saat ini.. sulit untuk diberikan penjelasan, hingga harus selalu bertentangan.. salam saya orang sumbar yg masih pancasila," kata @umbrelluck.

Dosen Universitas Indonesia Ade Armando sebut Buya Hamka masuk neraka.
Tangkapan Layar Cuitan Ade Armando di Twitter.
Haji Abdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan Buya Hamka adalah seorang ulama, sastrawan, sejarawan, dan ahli politik yang sangat terkenal kelahiran Maninjau Sumatera Barat.

Usai peristiwa 1965, Buya Hamka meninggalkan dunia politik dan sastra. Sosok ini kerap menulis di Panji Masyarakat sudah dan kemudian merefleksikan dirinya sebagai seorang ulama.

Buya Hamka kemudian menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia pertama pada tahun 1975.

Kisruh Siswi Non Islam Dipaksa Pakai Jilbab

DPRD Sumatera Barat (Sumbar) memanggil Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sumbar dan Kepala SMKN 2 Padang, Rabu, 27 Januari 2021.

Pemanggilan yang dilakukan Komisi V DPRD Sumbar ini membahas tentang polemik dugaan pemaksaan siswi nonmuslim memakai jilbab yang telah viral kemana-mana.

Anggota Komisi V DPRD Sumbar, Maigus Nasir mengatakan, pihaknya menemukan kelalaian Disdik Sumbar dalam kasus tersebut. Sebab, berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014, peralihan kewenangan dari kabupaten dan kota ke provinsi sudah berjalan sekitar 4 tahun lamanya.

"Disdik juga bisa melakukan kebijakan-kebijakan yang dilakukan sekolah, terutama menyangkut tata tertib. Yang kita lihat, semuanya masih bermuara kepada aturan-aturan yang masih berada di bawah kewenangan kabupaten dan kota," katanya.

Maigus juga menyebut peristiwa itu terjadi atas kurangnya pengawasan dari pihak-pihak terkait. Dia memandang, persoalan ini sebetulnya hanyalah masalah miss komunikasi.

Sebetulnya, kata Maigus, semangat yang dibangun sekolah cukup positif dalam mengedepankan kearifan lokal. "Kebetulan kita di Minangkabau filosofinya 'Adat Basandi Syarat, Syarak Basandi Kitabullah', maka khasnya berpakaian muslim," katanya.

Meski demikian, pihak terkait lupa bahwa hal-hal yang berkaitan dengan keagamaan tidak bisa dipaksakan untuk yang tidak seagama.

"Dalam Perda Kota Padang nomor 5 tahun 2011 Pasal 14 huruf j, tegas dijelaskan bahwa perpakaian muslim/muslimah bagi yang beragama Islam dan bagi agama lain menyesuaikan. Jadi tidak boleh dipaksakan," tuturnya.

"Harus segera menurunkan pengawas untuk mengevaluasi seluruh peraturan dan tata tertib di sekolah, agar disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi," katanya.

"Tidak boleh ada yang berbau diskriminasi. Tata tertib sekolah segera dibikin Dinas Pendidikan Provinsi acuannya," sambungnya lagi.

Source: Suara.com

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »