KPK Ultimatum Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono Agar Kooperatif

BENTENGSUMBAR.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Bupati nonaktif Banjarnegara Budhi Sarwono kooperatif. 

Budhi membantah telah menerima uang Rp2,1 miliar dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banjarnegara pada 2017-2018.

"KPK berharap agar tersangka dan pihak-pihak lain yang nanti kami panggil dan periksa bertindak kooperatif dengan menerangkan fakta-fakta sebenarnya yang diketahui di hadapan penyidik," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Minggu, 5 September 2021.

KPK punya bukti terkait penerimaan uang haram yang dilakukan Budhi dalam kasus tersebut. Lembaga Antikorupsi bisa menyandingkan bantahan Budhi dengan bukti yang dimilikinya.

Ultimatum kooperatif juga dilayangkan untuk saksi dalam kasus tersebut. Komisi Antirasuah meminta tidak ada pihak yang membantu Budhi dengan cara berbohong.

Sebelumnya, Budhi membantah telah menerima uang korupsi. Dia bahkan menantang KPK membuktikan hal tersebut.

Budhi juga mengaku tidak pernah menerima uang dari pemborong proyek di wilayahnya. Dia mengeklaim telah bekerja untuk memajukan wilayahnya selama menjabat.

Budhi diduga menerima uang dari pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara. Total, dia diyakini telah menerima Rp2,1 miliar yang dari beberapa proyek. 

Budhi dibantu pihak swasta Kedy Afandi yang sekaligus orang kepercayaannya selama beraksi.

Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KPK menduga Budhi dan Kedy melanggar Pasal 12 huruf (i) yang menyebut pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

Lalu, kedua orang itu disangkakan melanggar Pasal 12B yang menyebut setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi; b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum. (Medcom)

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »