Greta Thunberg, ABG yang berani “Memarahi” Para Pemimpin Dunia Soal Perubahan Iklim

BENTENGSUMBAR.COM - Nama Greta Thunberg, seorang aktivis muda yang lantang menyuarakan tentang kesadaran iklim semakin dikenal dunia. Aksinya saat berpidato di Youth4Climate Summit di Milan, Italia, viral di media sosial.

Kata-kata “blah blah blah” yang menandakan ketidakpercayaannya pada janji-janji para pemimpin dunia seperti menohok hati nurani. Greta mengkritik slogan-slogan yang sering digunakan oleh para pemimpun dunia, yakni “Build Back Better”, "Green Economy”, dan  "Net Zero by 2050”.

Aktivis perempuan muda asal Swedia ini pun menyerukan para politisi untuk mengambil tindakan lingkungan yang tulus. Dia mengatakan, perjuangan melawan perubahan iklim kenyataannya lebih dari sekadar slogan yang “benar secara politis”. 

Greta menyebutnya sebagai “kata-kata yang terdengar hebat, tetapi sejauh ini tidak menghasilkan tindakan”. Lebih jauh dia mengatakan dengan tegas bahwa “harapan dan ambisi kami tenggelam dalam janji-janji kosong” dari para pemimpin.

Aksinya yang mencolok dengan kalimat-kalimat menohok tersebut bukan kali pertama dilontarkan oleh Greta. Pada KTT Iklim PBB 2019, dia juga menyampaikan pidato berapi-api dengan menuduh para pemimpin dunia hanya peduli tentang uang dan “dongeng tentang pertumbuhan ekonomi abadi".

Aksi solo

Kepedulian Greta soal iklim dunia sudah muncul sejak kecil. Pada tahun 2018, dia dengan berani memulai aksi solonya dengan gerakan membolos sekolah demi lingkungan atau 'School Strike for Climate'. Ketika itu, dia baru berusia 15 tahun. 

Awalnya, dia memutuskan untuk membolos sekolah setiap hari Jumat. Lalu pada 20 Agustus 2018, Greta mengunggah foto dirinya sedang duduk di luar gedung parlemen Swedia, the Riksdag, dengan poster berisi kritik bagi otoritas.

Empat hari sebelumnya, ia mengunggah foto diri menggunakan kaos bergambar pesawat dicoret sebagai pernyataan bahwa ia tidak akan menggunakan moda penerbangan demi mengurangi jejak karbonnya.

Janjinya pun tetap dia tepati setelah Greta sering keluar negeri untuk konferensi dan acara lainnya. Dia memilih melaut selama 2 minggu saat menghadiri undangan di dua konferensi perubahan iklim di Amerika Serikat.

Tak hanya itu, dia memutuskan menjadi seorang vegan dan berhasil meyakinkan orangtuanya untuk mengikuti jejaknya.

Demo mingguannya pada tahun 2018 tersebut mulai menarik perhatian media.

Dia kemudian mulai mengajak anak-anak muda lainnya di berbagai penjuru dunia untuk melakukan hal yang sama.

Sesuatu yang mulanya adalah kampanye di media sosial kemudian menjelma menjadi gerakan massal 'Fridays for Future'. Dalam satu tahun, jutaan pelajar di berbagai negara di dunia terinspirasi oleh Greta dan meninggalkan kelas untuk menggelar aksi peduli lingkungan. 

Puncaknya terjadi pada 20 September 2019. Ketika itu jutaan orang, dari usia tua hingga muda, di berbagai benua turun ke jalan. Greta pun semakin vokal dalam menyuarakan perubahan iklim di forum-forum internasional.

Lebih dari itu, Greta menjadi salah satu kandidat termuda untuk menerima penghargaan perdamaian Nobel Peace Prize pada Maret 2019. Lalu pada Mei,  dia dianugerahi sebagai salah satu orang paling berpengaruh di dunia oleh majalah Time.

Pengakuan pun berdatangan dari banyak kalangan. Pada Juni, organisasi hak asasi manusia Amnesty International memberinya penghargaan 'Ambassador of Conscience' 2019. Greta juga menerima penghargaan "Freedom Prize" dari daerah Normandy di Prancis untuk perannya dalam kampanye perubahan iklim.

Tak hanya itu, dia juga dijuluki 'Game Changer Of The Year' dalam ajang penghargaan GQ Men Of The Year Awards 2019 dan muncul di halaman muka majalah GQ pada Oktober 2019.

Menerima kritik

Kritik pedas Greta agaknya mulai mendapat perhatian dari pemimpin dunia. Menteri Iklim Italia, Roberto Cingolani, akhirnya menerima kritikan dari aktivis iklim asal Swedia itu.

Cingolani mengatakan bahwa Greta telah mengangkat masalah serius dan mengakui bahwa jajarannya tidak bekerja secara optimal. Dia berbicara saat para Menteri Iklim dunia berkumpul di Milan, Italia, untuk pembicaraan terakhir Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebelum digelarnya COP26 di Glasgow, Skotlandia.

Mereka berada di bawah tekanan untuk membuka jalan bagi atasan mereka, yakni para presiden, serta perdana menteri dunia, yang akan tiba di Glasgow pada awal November 2021.

Menteri Iklim Italia itu mengatakan, kendati bahasa yang disampaikan terkesan provokatif, namun pesan yang disampaikan benar.

Kemudian, ia juga mengatakan, pertemuan COP26 harus secara serius memperkuat bantuan keuangan ke negara-negara yang rentan, mempercepat penghapusan karbon dan batu bara, serta berusaha untuk menjaga suhu global pada ambang sekitar 1,5 derajat Celcius.

Dia juga memperingatkan bahwa sikap di antara populasi global, termasuk yang dia sebut di masa lalu sebagai pemerhati lingkungan yang radikal, harus diubah.

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »