Jatuh Bangun Industri Penerbangan Komersial Tanah Air, Dari Polemik Keselamatan Penumpang Sampai Dampak Pandemi

BENTENGSUMBAR.COM - Hari Penerbangan Nasional yang jatuh tanggal 27 Oktober kemarin mengingatkan publik kondisi industri penerbangan dalam negeri yang morat-marit sejak pandemi. Jumlah penumpang turun drastis, maskapai pun merugi. Harapannya kondisi ini akan membaik seiring dengan penurunan kasus pandemi. 

Sebagai pengingat, pada 12 Februari 2020, sebelum virus Corona masuk ke Indonesia, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebenarnya sudah melaporkan penurunan penerbangan sebanyak 30% akibat penutupan sejumlah rute pesawat terbang ke Tiongkok.

Lalu, nasib penerbangan komersil Tanah Air semakin terpuruk dengan cepat setelah kebijakan lockdown diterapkan di banyak negara. Pada 22 April 2020, Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani menyebut kerugian sektor layanan udara akibat pandemi mencapai Rp107 miliar.

Menkeu melaporkan, total penerbangan yang dibatalkan sepanjang Januari hingga Februari 2020 mencapai 12.703 penerbangan dari 15 bandara utama di Indonesia.

Indonesia National Air Carriers Association (INACA) juga mengatakan, maskapai nasional telah mengurangi jumlah penerbangan hingga 50%. Tren penurunan lalu lintas penumpang dan pergerakan pesawat juga dirasakan di bandara-bandara yang dikelola PT Angkasa Pura II.

Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) memprediksi maskapai penerbangan global akan mencatatkan kerugian sekitar 51,8 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp750 triliun pada 2021 dan 11,6 miliar dolar AS pada 2022 akibat pandemik COVID-19.

Mulai membaik

Kini, seiring membaiknya kondisi pandemi di dalam dan luar negeri, animo masyarakat untuk bepergian menggunakan transportasi udara kembali meningkat. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penumpang pesawat domestik pada Agustus 2021 naik 7,26% dibanding Juli 2021.

Kepala BPS Margo Yuwono menyebut, kenaikan juga terjadi pada jumlah penumpang tujuan luar negeri atau internasional. Jumlah penumpang angkutan udara ke luar negeri atau internasional pada Agustus 2021 sebanyak 44.600 orang atau naik 3% dibanding bulan Juli 2021.

Jika dilihat secara kumulatif selama periode Januari sampai Agustus 2021, jumlah penumpang domestik sebanyak 17,7 juta orang. Jumlah ini turun 18,26% dibandingkan periode yang sama tahun lalu 2020 sebanyak 21,6 juta orang.

Begitu pula jumlah penumpang internasional, baik yang menggunakan penerbangan nasional maupun asing, turun menjadi 356.600 atau sekitar 89,75% dibanding tahun 2020.

Margo melaporkan, peningkatan jumlah penumpang domestik terjadi di Bandara Juanda Surabaya sebesar 31,58% dan Bandara Soekarno Hatta Banten sebesar 28,57%.

Sedangkan untuk jumlah penumpang di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar dan Bandara Ngurah Rai Denpasar justru mengalami penurunan dengan masing-masing angka secara berturut-turut sebesar 10,16% dan 5,20%. Bandara Kualanamu Medan menyusul dengan angka sebesar 3,31%.

Sementara itu, bila dilihat jumlah penumpang domestik terbesar, Bandara Soekarno Hatta Banten menempati urutan teratas dengan persentase mencapai 30,09% atau 321.300 orang dari total penumpang domestik. Peringkat selanjutnya diisi Bandara Juanda-Surabaya sebanyak 97.500 orang atau 9,13%. 

Peningkatan jumlah penumpang Internasional terjadi di Bandara Ngurah Rai Denpasar sebesar 100%. Namun, di Bandara Juanda Surabaya terjadi penurunan jumlah penumpang sebesar 60% begitupun di Bandara Kualanamu Medan turun 50%.

Jumlah penumpang internasional terbesar, terdapat pada Bandara Soekarno Hatta-Banten yaitu sebesar 94,84% atau menyentuh sebesar 42.300 orang dari total penumpang ke luar negeri. Diikuti Bandara Ngurah Rai-Denpasar sebanyak 400 orang atau 0,90%.

Keselamatan jadi prioritas

Tantangan industri penerbangan komersial dalam negeri tak hanya dari sisi dampak pandemi saja. Sebelum pandemi pun, maskapai Indonesia memiliki sederet pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, salah satunya soal keselamatan.

Kantor berita Associated Press (AP) mencatat, Indonesia merupakan negara dengan rekam jejak penerbangan paling buruk di Benua Asia. 

AP mencatat, penyebab tingginya kecelakaan pesawat di Indonesia dipicu buruknya kualitas pelatihan pilot, kegagalan mekanik, permasalahan dengan pengendalian lalu lintas udara (ATC), hingga buruknya pemeliharaan pesawat. 

Mengutip data dari Aviation Safety Network, Indonesia ada di peringkat delapan sebagai negara dengan tingkat kecelakaan pesawat tertinggi di dunia. Tercatat, sejak 1945 telah terjadi setidaknya 104 kecelakaan dengan total jumlah korban lebih dari 1.300 jiwa. 

Bahkan, Amerika Serikat sempat melarang maskapai asal Indonesia untuk beroperasi ke negara itu pada periode 2007 hingga 2016. Namun kondisi berangsur membaik dalam lima tahun terakhir. 

Pengawasan dari regulator dalam hal ini Kementerian Perhubungan dibuktikan dengan keterlibatan lebih intens. Pada 2016 lalu, otoritas penerbangan Amerika Serikat (FAA) telah memberikan Indonesia kategori I. Artinya, FAA menilai Indonesia telah mematuhi standar penerbangan sipil internasional yang diatur ICAO. 

Laporan: Mela

Silakan baca konten menarik lainnya dari BentengSumbar.com di Google News
BERITA SEBELUMNYA
« Prev Post
BERITA BERIKUTNYA
Next Post »